ANTARA CINTA DAN KASIH
POV LEXI
Menikah di usia muda, memang itu dulu pilihanku. Dalam waktu 5 tahun saja, aku sudah dapat menyelesaikan kuliah hingga lulus S2, di usia 21 tahun. Memang aku termasuk orang yang cukup cerdas. Setelah aku dipekerjakan di kantor Papa, semasih hidupnya, aku dengan tekad dan terdorong oleh keberanian, meminang gadis yang sudah aku pacari sejak duduk di bangku SMA. Hubunganku dan Silvi berawal dari perjodohan antar kedua keluarga. Dari awal pertemuan kami, kami langsung saling tertarik dan merasa cocok. Setelah beberapa bulan perkenalan itu, kami pun langsung bersepakat untuk berpacaran, mengenal satu sama lain, sebelum benar-benar menikah.
Silvia Dewi Aghata, dia wanita pertama yang menaklukan hatiku dan, dia teman sekelasku. Diusianya yang masih muda, setelah kami menikah, Tuhan menitipkan buah cinta kami dalam rahimnya. Kami sangat bahagia kala itu, dari mertuaku hingga kedua orang tuaku, semua bahagia menyambutnya. Hingga suatu hari, kecelakaan naas itu terjadi. Silvi dan kedua orang tuanya, yang saat itu ingin mengundang keluarga besar yang ada di Bogor untuk mengadakan 7 bulanan, mengalami kecelakaan lalulintas.
Flashback
"Sayang, aku, Mama dan Papa mau berangkat ke Bogor," izin Silvi dari ujung telepon.
"Tapi, aku tidak mau kamu lelah dan jatuh sakit Sayang," ujarku berusaha mencegahnya kala itu, saat dia meminta izin ketika aku masih di kantor.
"Aku akan baik-baik saja, dan anak kita juga tidak rewel. Dia anak yang baik dan pintar Sayang," bujuknya dengan nada manja. Jika sudah begitu aku tetap tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali mengizinkannya.
"Iya sudah, tapi kamu hati-hati ya? Kabari aku kalau sudah sampai. Bilang sama Papa jangan ngebut menyetirnya," pesanku padanya sebelum dia berangkat.
"Iya calon Daddy muda yang bawel. I love you so much," ucapnya dengan nada manja.
"I love you more calon Mommy muda," balasku sebelum mengakhiri percakapan kami lewat telepon.
Setelah selang beberapa jam ponselku bergetar lagi, panggilan dari istriku, namun saat aku angkat, suara lelaki tegas mengabarkan sesuatu hal yang seketika membuat hatiku sakit, dadaku terasa sesak dan aku tidak dapat membayangkan masa depanku lagi. Semua gelap dan di pikiranku kala itu, hanya tertuju pada keselamatan istri dan calon anak kami. Hingga aku berlari sekuat tenagaku, tak memperdulikan orang-orang yang aku tabrak hingga mereka mengomel padaku. Wajahku sudah basah dengan air mata dan peluh menjadi satu.
Saat aku melihat Mama sedang menangis sambil memegangi dada Papa, pikiranku semakin tak karuan. Aku terpaku di tempat melihat Papa, dinaikan ke atas brankar, lalu didorong masuk ke ruang UGD, dan sesaat aku melihat lagi, dua brankar keluar dengan kain menutupi tubuh keduanya. Mama menangis sekuat tenaganya di atas salah satu tubuh yang tertutup itu. Dengan cepat aku berlari menghampiri Mama, lalu memeluknya. Aku lihat ternyata itu adalah jasad kedua mertuaku.
Pikiranku kalut, saat dokter keluar dan mengatakan jika anak dalam kandungan Silvi masih ada harapan hidup, dengan cepat Mama memberi keputusan untuk mengeluarkan anakku dari dalam perut Silvi, yang ditinggalkan oleh sukmanya. Selisih beberapa bulan, Papa menyusul mereka, karena serangan jantung. Aku dan Mama waktu itu sangat terpuruk, hanya satu alasan untuk kami bertahan hidup. Yaitu, dia! Malaikat kecil kami. Athaya Nabilla Kusuma Abimanyu.
Flashback off
"Daddy...," teriakan yang selalu aku rindukan saat sedang berada di luar rumah.
Aku baru saja masuk ke dalam rumah, dengan cepat Billa berlari menyambutku. Memang berat menjadi sigle parent, tapi aku harus menjalaninya dengan ikhlas demi anak semata wayangku. Hanya dia alasanku bertahan hingga sekarang.
"My Little Angel," seruku menangkap dia, saat sudah di depanku.
"Kenapa Daddy baru pulang? Apa Daddy lembur?" tanya Billa polos dan sangat menggemaskan.
Aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Anak seusia dia, sangat memiliki kepedulian yang tinggi dan besar perhatiannya padaku. Aku mencium pipinya gemas hingga membuat dia terkikik. Melihat senyum dan kebahagiaannya, membuat hilang seketika semua rasa penat, lelah dan letihku karena seharian bekerja.
"Maafkan Daddy sayang, karena telat pulang. Tadi Daddy membantu teman bisnis Daddy. Ban mobilnya bocor," jelasku memberi penjelasan padanya.
"Teman Daddy cewek atau cowok?" pertanyaan posesif, yang sudah biasa bagiku, saat Billa menanyakan hal ini.
Karena Billa selalu sensitif jika aku dekat dengan seorang wanita. Cemburuannya sangat mirip dengan almarhum mommy-nya.
"Cewek," jawabku jujur padanya.
Aku tidak pernah mengajari Billa untuk berbohong, dalam hal sekecil apa pun, aku tidak ingin membohonginya. Karena bagiku, aku adalah cerminan untuk Billa.
"Cantik?" tanya Billa mulai mengintimidasiku. Aku dengan senyuman jahil, mengerling padanya, lalu mengangguk.
"Billa tidak suka, kalau Daddy dekat dengan tante-tante menor di kantor. Billa mau Daddy sama ibu peri," ujarnya membuatku tak tega.
Apa boleh buat, jika anakku tidak menginginkannya, aku juga akan melupakannya. Aku akan buang jauh-jauh perasaanku, ini terhadapmu, Miss Lexa. Karena kebahagiaan putriku lebih penting, daripada perasaanku yang mungkin hanya sekadar mengagumimu saja.
"Dia hanya teman bisnis Daddy, Sayang," ucapku lembut pada Billa.
Entah mengapa sangat sakit di dalam dadaku, saat mengeluarkan pernyataan itu.
"Baiklah, Billa percaya dengan Daddy. Billa mau punya ibu seperti teman-teman yang lain, Dad. Mereka berangkat dan pulang sekolah diantar ibunya. Hanya Billa yang selalu diantar Macan," cerita anak sepolos Billa membuat perasaanku sakit dan aku tidak tahu harus menjawab apa.
"Nanti ada waktunya sayang, untuk kamu memiliki ibu, seperti teman-teman yang lain. Untuk sementara, Billa dengan Macan dulu ya?" sahut Mama yang membuat hatiku sedikit lega.
Saat bila sedang merasa iri dengan teman-temannya yang selalu ditemani ibunya, hanya Mama yang dapat menenangkan hatinya kembali. Mama selalu punya cara, agar Billa tak merasa kesepian dan beda dengan teman-temannya.
"Tapi Billa maunya, kalau punya ibu, seperti ibu peri, Macan. Dia cantik, baik dan pintar," timpalnya lagi.
Aku menurunkannya dari gendonganku, lalu mengendorkan dasi yang terasa menyekikku. Dadaku terasa sesak dan entahlah, pikiranku sangat kalut.
"Daddy mandi dulu ya Sayang, tunggu Daddy di meja makan. Kita makan malam bersama," ujarku sambil tersenyum paksa dan sedikit mengacak rambutnya.
Aku berlari kecil menaiki tangga menuju ke kamarku. Kenapa aku merasa seperti patah hati ya? Ada apa dengan perasaanku ini? Harusnya aku bahagia, Billa mendapatkan orang yang cocok dengannya, sepertinya, guru Billa baik juga, mendengar dari cerita Billa sehari-hari. Sebelum perasaanku kepada Miss Lexa terlanjur jauh, lebih baik aku jaga jarak dengannya. Tidak buruk juga seorang CEO menikahi guru anaknya.
***
POV AUTHOR
Lexa tersenyum, kala melihat Billa bermain di halaman sekolah bersama teman-temannya. Dari jendela kaca ruangannya, terlihat jelas apa yang sedang Billa lakukan. Entah sejak kapan Lexa selalu memerhatikan gadis kecil itu. Senyum terukir di bibirnya, saat Billa melakukan sesuatu yang lucu bagi Lexa.
"Dia sangat manis, cantik, cerdas dan di usianya yang sekecil itu, dia sudah menjadi gadis yang kuat dan tegar. Sangat beruntung, jika nanti aku memiliki anak sepertinya. Ayah dan neneknya sangat hebat, dapat mendidik dan membesarkan Billa dengan baik dan tepat.
"Pasti ayahnya bekerja keras membagi waktunya untuk memberikan kasih sayang pada Billa, hingga dia tidak merasa kekurang perhatian dan tidak kekurang kasih sayang." Tanpa Lexa menyadari, pujian itu ia tunjukan kepada rekan bisnisnya, sekaligus pria yang sebenarnya sudah mengetuk pintu hatinya, namum Lexa masih mengunci rapat hatinya itu. Entah sampai kapan, dia akan membukanya, hanya Lexa yang tahu.
Bel masuk kelas bebunyi, anak-anak yang tadinya sedang asyik bermain, kini berhamburan masuk ke dalam kelas, begitupun Billa. Namun sayang, tanpa diduga, teman lelaki dari belakang Billa, berlari hingga menabrak tubuh mungilnya. Billa terjatuh di tanah dan menangis cukup keras, hingga terdengar dari ruangan Lexa. Dengan berlari cepat, Lexa menghampiri Billa yang masih tengkurap dan menangis di tanah.
"Aduh gadis kecilnya, Ibu," ucap Lexa tanpa dia sadari, karena kepanikannya melihat Billa menangis sangat kencang.
Dengan cepat Lexa mengangkat dan menggendong Billa.
"Sakit kaki Billa Ibu Peri, perih...," rengeng Billa di sela tangisannya.
"Iya Sayang, kita obati di ruangan Ibu ya?" ujar Lexa sambil menenangkan Billa.
Semua mata yang melihat kedekatan murid dan guru itu merasa heran. Apalagi para teman guru dan staf Lexa di sekolahan itu. Pasalnya, baru kali ini Lexa terlihat sangat dekat dengan muridnya. Memang Lexa dekat dengan semua murid, namun berbeda dengan kedekatannya dengan Billa. Tapi itu semua tidak menjadi masalah bagi mereka.
Billa memeluk erat leher Lexa dan menangis hingga sesenggukan. Lexa mengusap punggung Billa lembut dan penuh kasih sayang, dia mencoba memberi ketenangan untuk Billa.
"Duduk di sini dulu ya, Sayang, Ibu ambilkan P3K," tukas Lexa sembari menurunkan Billa di sofa di ruangannya.
"Perih Ibu Peri... kaki Billa sakit," rintihnya terus menerus, sambil masih menangis sesenggukan.
Tangisan yang tidak berhenti itu, membuat hati Lexa sakit, dan tanpa disadari, Lexa ikut menitikan air mata. Lexa mengambil kotak P3K, lantas berjongkok di depan Billa. Lexa mengangkat kedua kaki Billa, ditaruhnya kaki itu, di atas pahanya dan mulai membersihkan luka yang tepat di kedua lutut Billa.
Dengan sangat hati-hati, Lexa mengolesi revanol dan menyapu sisa pasir dengan kapas yang sudah Lexa beri revanol ke sekitar lutut Billa. Dengan masih menangis, Billa mengaduh dan meringis kesakitan. Hati Lexa merasa perih dan tersayat saat mendengar Billa kesakitan.
"Maafkan Ibu sayang, tahan sebentar. Ibu akan pelan-pelan mengobatimu, biar luka kamu tidak terinfeksi," ujar Lexa sambil meniupi lutut Billa yang baru saja ia olesi obat merah.
Air mata Lexa juga tidak hentinya keluar. Entah mengapa, Lexa merasa sudah memiliki ikatan batin dengan Billa.
Setelah selesai mengobati, dengan sabar dan telaten Lexa meniupi luka Billa. Hati Billa menghangat dan terenyuh, merasakan perlakuan dan perhatian manis dari ibu perinya itu. Tangan mungil Billa terulur menyeka air mata Lexa.
"Maafin Billa sudah membuat Ibu Peri menangis," ucap Billa sudah mulai berhenti menangis.
Lexa menghapus air mata Billa dengan kedua telapak tangannya, dia mencium kening Billa, lalu tersenyum manis, yang selalu membuat hati Billa tenang dan tentram saat melihatnya.
"Ini bukan salah kamu sayang, Ibu merasa sedih karena tidak bisa menjagamu dengan baik, hingga kamu terluka seperti ini. Maafin Ibu, Sayang," sesal Lexa.
Sara itu tiba-tiba hadir dari hatinya yang paling dalam. Tanpa direkayasa dan tanpa Lexa tahan, rasa itu menyeruak begitu saja dari hatinya. Billa mencium pipi Lexa, lalu memeluk leher Lexa.
"Billa sayang sama Ibu Peri. Jangan biarkan Billa sendiri lagi, Billa mau punya ibu seperti teman-teman yang lainnya. Apa Ibu Peri, mau menjadi ibu, Billa?" pinta Billa tulus dan penuh harapan.
Deg!
Jantung Lexa sesaat berhenti, entah mengapa tiba-tiba bayangan Al datang di pikirannya. Perasaan sayangnya kepada gadis kecilnya ini, mengalir begitu saja tanpa bisa ia bendung. Tapi, bagaimana jika dia benar memiliki perasaan cinta kepada Al? Haruskah dia memilih antara Al atau gadis kecilnya yang kini sangat mengharapkan kehadirannya dalam hari-harinya? Apa yang harus dia jawab saat ini? Lexa dilema memikirkan pilihan itu.
"Anggaplah Ibu Peri, sebagai ibumu." Akhirnya kata itu yang dapat Lexa keluarkan dari bibirnya.
Perasaan bahagia tidak dapat terhindar dari Billa. Hatinya sangat bahagia mendengar itu. Billa menatap mata Lexa lekat, mungkin mencari ketulusan dan kejujuran dari hazel yang memiliki warna sama dengan hazel-nya itu.
"Yeaaaaa... asyik Billa punya ibu," pekik Billa girang, lalu memeluk kembali Lexa dengan erat.
Lexa hanya tersenyum dan hatinya sedikit merasa lega, melihat gadis kecilnya ini bahagia. Namun mengapa ada perasaan yang mengganjal di hatinya kala dia mengingat tentang Al.
Apa benar dia sudah jatuh cinta dengan rekan bisnisnya itu? Yang dia tahu tetang pribadi Al, bahwa lelaki itu adalah seorang duda beranak satu. Sampai saat ini, Lexa sendiri belum memiliki niat untuk mengenal Al lebih jauh, selain sebagai mitra usahanya.
########
Wah asyik ya kalau dapat Al bonus Billa. Nggak usah bingung memilih Lex, karena Billa anak Al. Kamu nikah sama Al, dapet bonus gadis kecilmu. Aseeeekkkkk.
Terima kasih atas vote dan komennya.
Salam cinta dari Al-Lexa
Love you all
Muaaaahhhhh
Cium jauh dari aku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top