22. Bengkel (part 4)
Note: POV ketiga
•••
Karena bagian yang rusak kali ini hanya kaca spion dan setang setir, tidak butuh waktu lama bagi Gentar untuk memperbaikinya.
"Oke, 'dah selesai!"
Taufan―yang memiliki mulut penuh makanan―mendengar suara itu sontak menatap ke arah moto gede birunya. Benar saja, motor itu sudah diperbaiki kembali.
"Ah! Beliung-ku! Selamat datang, sayang!" sambutnya dengan gembira.
" ... Beliung?" tanya Supra, bingung.
Gempa menghela nafas panjang. "Nama motor itu Beliung."
"Anjir, sampe dikasih nama segala." Gentar yang sempat mendengarnya langsung berkomentar. "Apakah ini kekuatan wibu?"
"Jangankan motor. Skateboard aja dia kasih nama 'Topan'―yang mirip namanya." Gempa menepuk dahinya ketika mengingat masa lalu, di mana Taufan yang memecahkan celengannya demi membeli skateboard setelah menonton suatu anime yang bertema 'skateboard'.
Dasar kaum wibu.
Supra mengangkat sebelah alisnya. "Dia masih main skateboard?"
"Yah, aku biarkan saja. Toh bunda sudah pergi." Pandangan Gempa jatuh pada sosok saudaranya yang memeluk motor gede itu dengan perasaan sayang. Tanpa sadar, wajah Gempa melunak dan senyum tipis tersungging di bibirnya. "Lebih menyenangkan melihatnya bahagia seperti ini."
Gentar mengikuti pandangan Gempa, melihat betapa senangnya Taufan hanya dengan motornya saja, ia pun mengangguk paham. "Aku mengerti perasaan itu. Lagian, aku juga pernah mengalaminya."
Kesenangan Gentar terhadap motor balap harus terhalang hanya karena kedua orang tuanya tidak suka melihatnya berkarier di jalan itu. Jadi, supaya impiannya sebagai pembalap diakui, ia pun harus membuktikan bahwa jalannya di motor balap adalah kebanggan, bukan hal memalukan. Berdirinya ia di sini adalah bukti kerja keras usahanya selama ini.
Karena itu, Gentar sangat memahami perasaan Taufan.
"Tapi, apa kamu sadar, Gem?" ujar Supra tiba-tiba, menatap tajam pada sepupunya. "Kamu terlalu banyak mengorbankan diri."
Gempa terdiam.
"Woy! Motor Supra! Apa yang kamu bilang pada Gempa?!" Suara nyaring Taufan pun terdengar.
Setelah puas memeluk rindu motor tercintanya, ia berbalik hanya untuk mendapati Supra mengatakan sesuatu yang membuat wajah Gempa terlihat buruk. Lantas, ia mengira Supra membicarakan hal yang tidak mengenakkan pada Gempa.
Kedutan imajiner terlukis di pelipis Supra. "Siapa yang kamu panggil 'Motor Supra'?!"
"Siapa lagi?! Kamu, lah!"
"Hei, emang kamu pikir aku bilang apa ke Gempa?!"
"Pasti yang buruk-buruk! Kayak ... dia punya tahi lalat di pantat atau suka ngupil tiap hari!"
Gentar yang mendengarnya hampir tersedak air liurnya sendiri. Pasalnya, apa yang dikatakan Taufan sebenarnya berhubungan dengan dirinya. "Eh eh, kok malah ngumbar aib orang."
Dan Gempa tidak bisa menahan tawa.
"Supra," panggilnya pada sepupu yang lebih tua. "Walau begitu, pengorbananku tidak sia-sia."
" ... " Supra hanya bisa mengerutkan alisnya, menolak menerima kata-katanya.
Senyum tawa Gempa masih terukir di sudut bibirnya. "Lagipula, aku melakukannya karena aku menyayangi mereka, seperti mereka yang juga menyayangiku."
Gempa bangkit dan menepuk-nepuk celananya. "Kalo sudah selesai, ayo pulang, Taufan."
"Ngokey~" Taufan pun mendorong motornya ke luar bengkel.
"Oh ya, sepupu, harganya masih tetap diskon ... atau gratis?" Kali ini, senyum tawa Gempa berubah menjadi senyum mengerikan sekali lagi.
Gentar dibuat gemetar karenanya.
"Ehehehe, gratis, kok."
Aku minta tagihan ke Halilintar aja deh, batin Gentar dengan pasrah.
•••
Catatan:
Agar para pembaca lebih paham, aku buatkan ringkasan pohon keluarga elemental (akan diedit seiring cerita berjalan):
- Belum disebutkan (kakek)
- ¿Voltra? (¿ayah?)
- Belum disebutkan (ibu)
- Halilintar (anak pertama)
- Taufan (anak kedua)
- Gempa (anak ketiga)
- Blaze (anak keempat)
- Ice (anak kelima)
- Thorn (anak keenam)
- Solar (anak ketujuh)
- [Name] (anak kedelapan)
- Glacier (paman)
- Sori (paman)
- Supra (sepupu)
- Gentar (sepupu)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top