16. Rumah Sakit

Sekarang adalah waktu checkup pasca kecelakaanmu. Jadi, hari ini kau mengambil izin cuti sekolah untuk pergi ke rumah sakit.

Hal yang cukup tak terduga; fakta yang mengantarmu tak lain dan tak bukan adalah kakak kelimamu, Ice.

Singkat cerita―karena Gempa dan Halilintar tidak bisa mengantar, Taufan mengajukan diri untuk melakukannya. Tapi, kakak keduamu itu ditahan oleh saudara yang lain akibat kecelakaan tempo hari.

Kemudian, sebelum Solar bisa mengangkat tangannya, Ice bergerak lebih cepat tidak seperti biasanya.

Alhasil, di sinilah Ice berada sekarang.

Siapa pun tahu kebenaran sosok Ice yang dikenal paling malas dari semua saudara; bernafas saja ia enggan, apalagi menggerakkan badan untuk keluar dari ranjang nyamannya? Jika bukan karena Ice masih tidak ingin ditanya malaikat Munkar dan Nakir, sudah pasti kakak beruang kutubmu ini memilih tidak bernafas sejak lama.

Beruntungnya, langit di pagi hari terasa sejuk; awan-awan menutupi cahaya matahari, sehingga es batu berjalan ini tidak segera mencair.

Yang membuatmu heran adalah ... mengapa kakakmu ini memakai sarung tangan? Sudah begitu, pakaiannya tebal-tebal pula! Walau hari sedang tidak panas, tapi berpakaian seperti itu tidakkah terasa panas?

"Kakak yakin mau ikut ke rumkit?" tanyamu ragu-ragu. Melihat Ice yang banyak berkeringat―karena pakaiannya―membuatmu merasa tidak yakin membawa kakakmu ini adalah hal baik.

"Ge pe pe." Ice masih ingin menghemat tenaganya sekarang, jadi ia memulai mode hemat daya baterai. "Berapa lama lagi sampai?"

Kau melihat ke layar ponsel. "Lima menit lagi."

Selain tiga kakak tertua, tidak ada yang punya SIM untuk menyetir mobil atau motor; tidak mungkin pula berjalan kaki ke rumah sakit, apalagi ketika Ice yang notabene paling benci banyak gerak; alhasil kau memesan GoCar yang lebih praktis (karena ada AC-nya).

Lima menit kemudian, mobil hitam yang mereka pesan pun tiba tepat waktu.

Kalian berdua duduk di kursi penumpang belakang. Ice langsung menjatuhkan diri ke kursi mobil setelah suhu dingin yang akrab menyapa indranya. Kau yang melihat kakakmu seperti ini hanya bisa menghela nafas atas tingkahnya.

Perjalanan dari kompleks perumahan ke rumah sakit―jika tidak macet―kurang lebih empat puluh menit. Dalam kurun waktu ini, kau mengambil kesempatan menonton dua episode dari salah satu anime kesukaanmu.

"Eh betewe kak, bentar lagi ada event cosplay. Ikut kuy!" ajakmu tiba-tiba setelah mengingat postingan di media sosial belum lama ini. Akan diadakan acara cosplay di mall tertentu dalam beberapa hari lagi―kau sangat tertarik dengan acara itu, jadi pikiran untuk mengajak semua saudaramu mengikuti cosplay pun terbesit di otakmu.

"Gak, males." Seperti yang diharapkan, Ice menolak ajakanmu. Penolakan saudara kelimamu ini tidak membuatmu menyerah, karena suatu rencana telah tersusun di benakmu. Dalam hati, kau menyeringai memikirkan bagaimana penampilan semua saudaramu dalam pakaian tertentu.

Oh, pasti sangat seru!

Mobil pun tiba di rumah sakit. Tak ayal lagi, rumah sakit yang dituju adalah tempat terakhir di mana kau dirawat sebelumnya. Setelah membayar dan memasuki rumah sakit, kalian pergi ke ruang di mana seseorang telah menunggu lama.

"Paman, 'met pagi!" sapamu ceria melihat paman doktermu yang sedingin balok es seperti saudara kelimamu.

Glacier yang mendengar suaramu pun meletakkan berkas file, melepas kacamata baca, kemudian berkata tanpa emosi, "Keliatannya kamu sudah pulih, jadi checkup dibatalkan."

"Eh? Yah nggak gitu juga dong!"

Mengabaikan protesmu, Glacier menatap ke orang di sampingmu. "Terus, kenapa dia juga di sini?"

Pertanyaan itu dimaksudkan untuk Ice yang entah sejak kapan sudah meletakkan pantatnya di kursi. Mendengar Glacier bertanya, ia pun menjawab, "Mau checkup juga."

Alis Glacier terangkat tanpa sadar. Jarinya menekan sebuah tombol di atas meja; tak lama kemudian pintu ruangan terbuka, menampakkan sosok seorang perawat berkacamata dengan senyum ramah.

"[Name], pergi checkup dengan Ying."

Perawat bernama Ying itu tersenyum melambai padamu.

Kau menatap Ying sejenak, lalu berpindah ke Ice dan Glacier. Sebagai yang termuda, kau cukup peka dengan keadaan di sekitar―terutama ketika menghadapi saudaramu―sehingga kau tahu ada hal penting yang perlu dibicarakan oleh mereka berdua.

Jujur saja, kau cukup penasaran. Tapi, kau juga tahu batasan untuk tidak mencari tahu lebih dalam. Walau sedikit enggan, pada akhirnya kau mengikuti perawat ke ruang pemeriksaan di sebelah.

.

.

.

Ruangan itu menyisakan dua orang yang serupa namun tak sama.

"Kambuh lagi?"

Manik biru Ice bergulir ke samping, tampaknya menghindari pandangan pamannya. " ... Akhir-akhir ini sering sleepwalking."

Mata Glacier sedikit menyipit. Ia bangkit dari kursi kerja dan berjalan mendekati keponakannya seraya memberi perintah, "Lepaskan bajumu."

Tanpa ragu Ice menuruti perintah itu. Perlahan, jaket tebal, sweater biru, dan sarung tangan putih terlepas dari tubuhnya. Tepat setelah tidak ada sehelai benang dari bagian atas badan, suhu ruang terasa lebih dingin dari sebelumnya.

Glacier mengulurkan tangannya dan ujung jari menyentuh bahu Ice. Secara ajaib, es tampak membekukan ujung jarinya―dan es itu semakin merangkak naik untuk membekukan seluruh jari!

Dengan cepat, Glacier melepas sentuhannya, kemudian tangannya yang lain menaikkan suhu AC agar membuat suhu ruangan lebih hangat.

Mata biru bercampur emas itu menatap es di jarinya yang perlahan mencair; Glacier tahu itu bukan karena suhu ruangan yang menghangat―karena bahkan setelah derajat menunjukkan angka di atas empat puluh, ruangan tetap terasa dingin dengan keberadaan Ice―melainkan jarinya tak lagi menyentuh sumber dari rasa dingin itu.

"Sudah berapa lama?"

Mendengar itu, Ice berpikir sejenak. "Dua hari."

Glacier mengambil tisu dan mengusap bersih jarinya yang basah karena es yang mencair. "Tidak apa. Besok akan pulih. Sekarang kambuh karena kamu tidak banyak bergerak."

" ... " Mau tak mau Ice merasa kesal karenanya. "Kalau banyak bergerak, jantungku yang sakit."

"Maka yang ada hanyalah berkah dibalik kemalangan." Memastikan jarinya benar-benar kering, Glacier membuang tisu ke tempat sampah sambil melanjutkan kalimatnya, "Lagipula, tanpa es itu kamu sudah mati sejak sepuluh tahun yang lalu."

" ... " Harus Ice akui kata-kata pamannya itu benar.

"Ngomong-ngomong, apa yang kamu sentuh selama dua hari ini?"

Sangat banyak, batin Ice dengan malas. "Kamarku, kamar Kak Taufan, ponsel, buku sekolah, piring, sendok, gelas ...."

Tidak tahan dengan semua penyebutan barang-barang itu, Glacier segera memotong, "Siapa yang mengurus masalah ini?"

"Kak Gempa."

Jawaban yang sudah diharapkan Glacier.

"Kamu tau 'kan, dia tidak akan memberitau ayahmu tentang masalah ini."

Kepala Ice tertunduk, ekspresi wajahnya tidak terlihat. "Ayah tidak boleh tau."

"Kamu ... Kalian masih ingin melindungi [Name]?"

Ice bergeming di tempat. Ruangan itu menjadi sangat sunyi setelah tidak ada yang bersuara.

Entah berapa lama kesunyian berlanjut hingga akhirnya Ice bergerak untuk memakai kembali pakaiannya. Tepat setelah jaketnya terpasang dan suhu ruangan pun normal, ketukan pintu terdengar.

Setelah Glacier memberi izin masuk pada pihak di luar, Ice berkata dengan suara rendah, "Paman, bukan hanya kami ... 'kan?"

.

.

.

Kau memasuki ruangan setelah mendengar izin. Melihat ke dalam, entah mengapa ada rasa kecanggungan yang aneh menyebar di antara paman dan keponakan.

Tiba-tiba, sebuah ide terbesit di pikiranmu.

Jangan-jangan?!

Seringai tercetak di bibirmu memikirkan kemungkinan yang tidak mungkin terjadi ini.

Hehe, ada ship baru~

•••
Fakta delapan bersaudara:
Ice punya penyakit jantung.

.

.

Arbi's Note:
Haruskah aku mengubah jadwal update menjadi Jum'at atau Sabtu? Setidaknya, akhir pekan adalah waktu luangku setelah kuliah ಥ‿ಥ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top