SEBELAS-MY DAUGHTER
Sebelas
Abel panik karena Risha menghilang, Juna pasti akan mengamuk kalau Risha tidak bisa ditemukan. Dengan nafas terengah, Abel meminta agar dirinya bisa melihat CCTV, awalnya operator tersebut menolak karena Abel tidak memiliki kepentingan, tetapi karena Abel memohon dengan mengatakan putrinya hilang maka operator tersebut mengizinkan.
Ternyata Risha berjalan tanpa arah. Setelah mengucapkan terimakasih, Abel langsung berlari ke tempat Risha berada.
"RISHA!"
Risha menghembuskan nafas pelan, kesal karena Abel menemukan dirinya yang sedang ingin jalan-jalan sendiri.
"Kamu kenapa pergi sendiri? Tante khawatir, Nak," ujar Abel kemudian memeluk Risha sekilas, kemudian mengecek tubuh Risha untuk memastikan Risha baik-baik saja.
"Risha bosan, mau jalan-jalan," jawab Risha pelan, kemudian menatap wajah Abel yang penuh keringat. Risha mengusap wajah Abel dengan kedua tangan mungilnya.
"Tante lari-lari ya?" Abel mengangguk pelan. Jantungnya masih berdebar dengan kencang karena takut Risha menghilang ditambah dengan lari sekuat tenaga.
"Masih mau jalan-jalan?" Risha mengangguk. Abel memegang tangan Risha kemudian menggandengnya untuk keluar dari rumah sakit.
"Jalan-jalan sama Tante aja ya? Jangan sendiri, nanti kamu diculik." Risha mengangguk saja, lagipula dia tidak percaya itu, karena Juna pernah mengatakan orang dewasa suka menakut-nakuti makanya Risha tidak boleh percaya.
"Risha." Yang dipanggil langsung menoleh melihat siapa yang memanggilnya.
"Mama!" seru Risha kemudian berlari ke arah Ara, melepaskan genggaman tangan Abel dan memeluk Ara dengan erat. Ara menatap Abel, begitupun sebaliknya. Tatapan mereka memiliki makna masing-masing, Ara langsung memutuskan kontak mata mereka dan beralih ke Risha.
"Mama mau liat Papa, ya? Ayo Ma." ajak Risha, pikiran sederhananya hanya mampu memikirkan hal tersebut. Mamanya merindukan papanya, hanya itu.
"Nggak sayang, Mama kesini karena Sima sakit, ayo ikut Mama."
"Sima sakit apa?" Bukan Risha yang menjawab, tetapi Abel yang merupakan ibu kandung Sima.
"Jatuh di kolam," jawab Ara seadanya, air mata Abel langsung luruh mendengar kecelakaan yang dialami putrinya.
"Aku mau liat Sima, Risha aku antar ke ruangan Juna dulu." Abel meraih tangan Risha tetapi anak manis tersebut menolaknya.
"Risha, nanti Papa khawatir, Nak. Ayo Tante antar ke Papa." Risha menatap Ara sebentar, sebenarnya Ara ingin menghalangi Abel yang ingin membawa Risha, tetapi dia ingat kalau Fauzan memberi waktu satu hari untuk mereka.
"Ayo, Mama antar juga." Ucap Ara karena dirinya mengerti kalau Abel pasti khawatir dengan Sima. Akhirnya Risha menurut ketika dibawa ke ruangan Juna.
"Aku tunggu di sini aja." ucap Ara ketika mereka sudah berada di depan ruangan Juna. Abel hanya mengangguk dan membawa Risha masuk.
"Kalian darimana?" tanya Juna ketika Abel dan Risha baru masuk ke ruangannya.
"Aku keluar sebentar, ya." Abel langsung keluar tanpa mendengar balasan Juna, Jangan membiarkan saja.
"Risha."
"Ya, Papa." Juna merentangkan tangannya kemudian Risha menabrak tubuh Juna dan memeluknya dengan erat.
"Sayang." Risha menikmati pelukan Juna yang membuatnya nyaman, bahkan sangat nyaman. Begitu pula dengan Juna, dia juga menikmati wangi rambut Risha, Juna sangat merindukan putrinya ini.
"Papa, Risha kangen," Risha berucap dengan lirih, matanya memandang Juna dengan sendu. Juna terkekeh, padahal mereka tadi baru ketemu.
"Papa, juga." Juna kembali memeluk Risha dengan erat, seakan takut Risha kembali pergi.
"Papa masih sakit?" tanya Risha dengan khawatir, tangan mungil Risha menekan pelan luka di sudut bibir Juna.
"Papa, nggak kenapa-papa," jawab Juna kemudian menarik tangan Risha yang menyentuh lukanya.
"Om Fauzan jahat, udah mukul Papa." Juna tersenyum tipis mendengar itu, Fauzan sudah sangat buruk di mata Risha, tidak akan susah untuk kembali membawa Risha ke dalam pelukannya. Juna menyeringai karena Fauzan kembali kalah darinya, Juna tidak peduli dengan wajahnya yang babak belur, yang penting Risha takut dengan Fauzan dan itu akan menguntungkan dirinya.
"Iya sayang, kamu jangan dekat-dekat sama Om Fauzan, ya," pinta Juna sambil tersenyum tipis, ini akan menjadi sangat mudah baginya.
"Iya, Pa. Risha nggak mau sama Om Fauzan, jahat." Mata Risha sudah berkaca-kaca, cairan bening itu sudah mendesak ingin keluar ketika mengingat Juna dipukul di depan matanya, dada Risha sesak mengingat Juna yang terjatuh.
"Udah sayang, jangan nangis lagi ya, Nak. Papa baik-baik aja kok," bujuk Juna ketika melihat air mata Risha turun dengan deras, Juna tidak tega melihat air mata Risha.
"Sayang, udah." Juna memeluk Risha dengan erat, membiarkan Risha menangis di pelukannya. Bahkan Juna heran karena Risha gampang sekali menangis di depannya. Tetapi, jika di depan orang lain maka Risha menjadi anak yang songong.
"Udah dong." Risha mengangguk, air matanya sudah tidak keluar, tetapi isakannya masih terdengar sedikit.
"Nih, minum." Juna menyodorkan gelas kepada Risha dan langsung meminumnya. Setelah meletakkan gelas itu ke atas nakas, Juna mengusap air mata Risha kemudian mengecup kedua mata Risha yang sembab.
"Jangan nangis lagi, ya. Papa nggak suka," tutur Juna yang diangguki Risha.
"Gini dong, baru cantik. Tadi jelek karena nangis," goda Juna membuat Risha kesal.
"Papa, kenapa Mama nggak kesini?" Risha yang merindukan kasih sayang Ara pun mulai bertanya dengan sang Papa. Juna hanya diam ketika mendengar pertanyaan putrinya, memikirkan rangkaian kata yang akan dia ucapkan agar tidak menimbulkan pertanyaan lagi.
"Gimana kalau ... Risha punya Mama baru?" tanya Juna hati-hati.
"Mama baru?" Juna mengangguk sekali kemudian mengusap kepala Risha.
"Emang Mama kemana, Pa?"
"Nggak kemana-mana." Juna menjawab seadanya, dia terlalu lelah untuk menghadapi permasalahan ini sekarang.
"Padahal tadi Mama kesini loh, Pa." Juna mengernyit, kenapa Ara kesini?
"Kenapa Mama kesini?" Risha memandang Juna dengan mata bulatnya, Juna terdiam cukup lama ketika baru menyadari bahwa Risha sangat mirip dengan Fauzan. Juna menggeleng, mengenyahkan pikiran bodohnya.
"Kata Mama, Sima sakit." Juna mematung mendengar ucapan Risha, Sima sakit? Putri kandungnya sakit. Juna merasa gelisah, dia ingin melihat putrinya.
"Risha, kita lihat Sima yuk." Risha menggeleng membuat Juna menahan kekesalannya. Dia terus merapalkan kalau Risha adalah putrinya dan jangan sampai menyakiti hatinya.
"Sayang, kamu nggak mau liat Sima? Kan Sima teman kamu," bujuk Juna lagi, rasa khawatirnya semakin besar.
"Nggak mau, Papa. Sima bukan teman aku."
"Nak, nggak boleh gitu. Sekarang kita lihat Sima." Juna langsung menggendong Risha, mengabaikan protesan yang dilontarkan putri kesayangannya.
Hay guys
My daughter update lagi
Gimana part ini?
Seru nggak?
Ramaikan part ini ya
Jangan lupa voment ya 😍😍
Ily💞
Selasa, 8 September 2020
Revisi: sabtu, 15 Juli 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top