ENAM-MY DAUGHTER

Enam

Sesampainya di mall, Fauzan langsung mengajak Risha dan Sima ke tempat penjualan aksesoris terlengkap di mall tersebut.

"Papa, Sima mau beli ya," ucap Sima sambil melihat ke sekeliling. Matanya berbinar melihat segala macam aksesoris.

"Iya, beli aja apa yang kamu mau," jawab Fauzan santai, lagipula dia bekerja untuk itu kan? Membahagiakan keluarganya.

"Makasih papa." Sima langsung menuju salah satu rak, berbeda dengan Risha yang hanya menatap sekeliling.

"Risha beli juga ya, tadi kan papa udah janji," suruh Fauzan.

"Iya," Risha langsung berjalan menuju salah satu rak, meninggalkan Fauzan di belakangnya.

"Papa, Sima mau itu," ucap Sima sedikit membesarkan suaranya, karena jepi rambut yang diinginkannya berada di rak atas.

Fauzan memanggil salah satu pelayan toko dan memintanya untuk mengambilkan apapun yang diinginkan Sima, sedangkan dirinya menuju ke arah Risha.

"Risha mau yang mana?" tanya Fauzan.

"Yang itu," tunjuk Risha pada sebuah bando yang berhias kupu-kupu dengan ukuran cukup besar. Fauzan menggendong Risha dan mengarahkannya pada bando yang diinginkan Risha.

"Makasih, Om," ucap Risha saat bando yang diinginkannya sudah berada di tangannya.

"Panggil Papa, jangan Om," ucap Fauzan kemudian mengecup pipi Risha.

"Iya, Papa," ucap Risha, Fauzan mematung sesaat kemudian memeluk tubuh Risha dengan erat. Fauzan sangat bahagia, hal yang sudah dinantikannya dari lama sudah tercapai. Fauzan sudah dipanggil 'Papa' oleh putrinya.

"Makasih sayang, papa sayang kamu." Fauzan semakin memeluk Risha dengan erat.

"Papa, sesak," ucap Risha.

"Iya sayang, maaf. Papa bahagia banget." Fauzan tak henti-hentinya menciumi pipi Risha, bagi Fauzan hari ini adalah hari terbahagianya.

"Papa, mau itu."

"Ambil aja sayang, ambil apapun yang kamu mau," ucap Fauzan cepat, Fauzan sudah bertekad akan selalu membuat putrinya bahagia, Fauzan tidak akan membiarkan putrinya sedih.

"Makasih, Papa." Senyum Fauzan semakin lebar mendengar jawaban Risha.

"Iya, sayang,"

🐇🐇🐇

"Sima, kenapa cemberut sayang?" tanya Ara ketika suami dan kedua anaknya baru masuk ke dalam rumah. Sima cemberut berbanding terbalik dengan Risha dan Fauzan yang terlihat bahagia. Bahkan sangat bahagia.

"Papa tuh, Ma," adu Sima, kemudian berlari ke pelukan Ara.

"Kenapa, hm?"

"Kenapa, Mas?" tanya Ara pada Fauzan yang masih memeluk Risha, bahkan Risha memeluk leher Fauzan dengan erat. Tidak seperti biasanya.

"Nggak tau, Sima kenapa?" tanya Fauzan.

"Papa nggak sayang sama Sima, papa sayangnya sama Risha aja." Sima langsung berlari ke kamarnya.

"Mas," panggil Ara pelan, Fauzan mengedikkan bahunya santai.

"Aku cuma mau manjain anak aku," balas Fauzan kemudian mengajak Risha duduk.  Ara tidak memperdulikan jawaban suaminya, kelihatan alasan Fauzan sebahagia itu karena Risha sudah bisa menerimanya. Dan yang Ara takutin, Fauzan akan berubah pada Sima dan memberi semua perhatiannya kepada Risha. Anak kandung Fauzan.

"Aku liat Sima dulu," pamit Ara yang tidak diperdulikan Fauzan ataupun Risha. Mereka sibuk pada mainan yang baru dibeli tadi.

Ara membuka pintu kamar Sima perlahan, Sima sedang menangis sambil memeluk boneka lumba-lumba kesayangannya. Hati Ara terenyuh melihat itu, ada rasa bersalah di hati Ara karena dirinyalah yang membawa Risha kembali pada Fauzan, dan membuat Sima diacuhkan.

"Sima," panggil Ara pelan kemudian duduk di sebelah Sima, tangannya terulur mengusap kepala Sima.

"Pa hiks pa nggak hiks sayang Sima hisk lagi," isak Sima.

"Papa sayang sama Sima kok, jangan mikir gitu sayang," bujuk Ara, tetapi Sima menggelegar membuat Ara semakin bersalah.

"Kan sekarang ada Mama, Mama sayang sama Sima,"

"Hiks Mama sa hiks yang Sima?" tanya Sima terputus-putus karena isakannya.

"Iya dong," Ara langsung memeluk Sima, kenapa masalah kehidupan mereka di masa lalu juga berakibat kepada kehidupan anak-anak mereka.

Ara akan menyayangi Sima lebih banyak daripada Risha, karena Ara yakin kalau Fauzan akan lebih menyayangi Risha dan mengabaikan Sima. Apalagi Risha sudah bisa menerima Fauzan sebagai papanya. Cepat atau lambat, Sima akan tersisih.

🐇🐇🐇

Risha duduk sendirian di teras rumahnya, dia ingin bermain, tetapi tidak ada teman. Tidak mungkin dia bermain dengan Sima, orang yang sudah merebut teman-temannya.

"Non mau kemana?" tanya satpam rumahnya ketika Risha ingin keluar gerbang.

"Mau main, Pak. Bukain gerbangnya ya," pinta Risha, satpam itu tanpak berpikir.

"Non udah izin sama nyonya?" tanya satpam itu lagi. Kalau nonanya sampai hilang, pasti kelar hidupnya.

"Belum, Pak," jawab Risha jujur, lagipula bohong itu dosa.

"Waduh, Non. Bapak nggak berani buka gerbangnya." Risha cemberut mendengarnya, dia sudah sangat ingin melihat dunia sekitar. Bukan cuma rumah sama sekolah saja.

"Bentar aja, Pak. Boleh ya," ucap Risha sambil memelas.

"Waduh, gimana ya, Non."

"Bapak temenin, ya?" tawar satpam itu.

"Oke," jawab Risha dengan semangat. Satpam tersebut membuka gerbang dan bicara dengan rekannya.

"Ayo, Non." Satpam tersebut mengikuti setiap langkah anak majikannya. Risha berjalan santai sambil melihat sekeliling, sekilas mirip dengan sekitar rumahnya yang dulu. Sama-sama sepi.

"Pak," panggil Risha.

"Iya?"

"Disini ada tempat main?" tanya Risha.

"Ada, Non. Tapi masih agak jauh," jawab satpam itu sambil menatap ujung jalan.

"Udah yuk, Non. Kita pulang," ajak satpam itu, tetapi Risha menggeleng dan tiba-tiba lari.

"NON," satpam itu langsung mengejar Risha. Dengan semangat Risha mengeluarkan semua tenaganya untuk kabur dari satpam, Risha tidak mau dikurung terus. Melihat sebuah gerbang rumah terbuka, Risha langsung masuk tanpa memperdulikan siapa pemiliknya.

"Huh huh huh," jantung Risha berdetak lebih kencang karena berlari, ini adalah pertama kalinya Risha berlari secepat ini.

"Dek?" Risha terkejut mendengar suara itu dan langsung menoleh, tubuhnya langsung tegak. Wanita itu berjalan ke arah Risha yang mulai takut.

"Kamu kesasar?" tanya wanita itu, tanpa aba-aba Risha mengangguk. Wanita itu melihat Risha dari atas sampai bawah, dari penampilannya Risha seperti anak dari orang berada. Pasti tinggal di sekitar sini.

"Ayo masuk dulu, dek," ajak wanita itu kemudian menarik tangan Risha dengan pelan. Risha hanya mengikuti saja.

"Duduk dulu, ya. Tante ambil minum dulu." Risha mengangguk, kemudian menatap sekelilingnya. Sepertinya mereka baru pindahan, karena banyak barang yang masih berserakan.

"Maaa, kamera Cakra dimana?" Risha langsung memutar arah kepalanya ke sumber suara.

"Risha? Kamu ngapain di sini?" tanya Cakra. Ya, itu adalah Cakra teman barunya Risha.

"Cakra, kamu kenal sama adeknya?" tanya Mamanya Cakra yang baru datang dengan membawa minuman.

"Ini," wanita itu memberi minuman yang dipegangnya kepada Risha.

"Makasih, tante," ucap Risha kemudian langsung meminumnya.

"Iya, cantik."

"Iya, Ma. Risha teman sekolah Cakra," jawab Cakra sambil berjalan ke arah Risha. Mamanya Cakra hanya memgangguk mengerti.

"Kamu tinggal di sekitar sini?" tanya Cakra, Risha tidak tau harus menjawab apa. Emangnya itu rumahnya?

Melihat Risha yang hanya diam, Cakra langsung menyimpulkan sesuatu.

"Kamu kabur dari orang yang culik kamu?" tanya Cakra langsung, seketika Risha mengangguk.

"Kamu diculik?" tanya Mama Cakra langsung.

"Iya, Ma. Tadi Risha diculik." Bukan Risha yang menjawab, tetapi Cakra.

"Yaampun, kamu ingat alamat rumah kamu?" tanya Mamanya Cakra, ada khawatir dalam nada suaranya.

"Nggak tau, Tante," jawab Risha, karena dia emang tidak tau alamat Juna karena selama ini Risha selalu dikawal sehingga tidak akan hilang.

"Yaampun, yaudah kamu tinggal disini dulu aja ya. Mau?" tawar mamanya Cakra. Risha mengangguk senang.

"Mau tante,"

🐇🐇🐇

Hai guys

My daughter update nih.

Gimana part ini?

Jangan lupa voment ya 😍😍

💞 ily

Rabu, 12 Agustus 2020
Revisi: Kamis, 13 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top