Part 74

Hubungan Jagat dan Jasmine mulai membaik. Sekarang sudah satu bulan setelah Jasmine pulang dari rumah sakit. Karena Jasmine sudah tak lagi mengajar di sekolah, ia pun sering ikut ke kantor untuk menemani Jagat, tentu saja itu atas permintaan Jagat. Dan kalaupun Jasmine tak datang ke kantor, pasti ia berada di rumah Jagat. Jasmine sudah seperti nyonya sah di rumah mewah itu, ia juga sudah mulai mengatur ini dan itu di sana.

Meski sudah tak bekerja di sekolahan seperti dulu, Jagat tetap menjemput Jasmine saat pagi hari. Dan Jasmine pun juga tak mengatakan jika dirinya sudah tak lagi bekerja di sekolahan kepada orangtuanya. Berangkat pagi dan pulang sore ketika hari sudah akan gelap, Jasmine menjalani rutinitasnya seperti biasanya, namun satu bulan terakhir ini ia tak berangkat ke sekolah akan tetapi berangkat ke rumah Jagat atau ke kantor Jagat.

Banyak pertimbangan mengapa Jasmine menyetujui Jagat untuk tetap dijemput saat pagi hari. Salah satunya adalah saat pagi Jasmine akan selalu muntah-muntah dan tentu saja ia tak ingin orangtuanya mendengar suara muntahannya sehingga menimbulkan kecurigaan. Yang kedua kalinya jika ia tetap berada di rumah, pasti orangtuanya akan curiga karena tak ada lagi yang ingin ia kerjakan selain tidur. Bahkan makanpun ia juga tak selera.

Hari ini Jasmine akan menghadiri acara pernikahan sahabat dari kakaknya yang bernama Dini. Bahkan saat ini ia memakai kebaya yang telah diberikan oleh Dini. Selama masa kehamilannya, ia selalu memakai pakaian yang longgar. Karena meskipun perutnya masih rata namun rasanya sangat sulit bernafas jika dirinya memakai pakaian yang ketat. Namun mau tak mau kali ini ia harus memakai pakaian yang sedikit ketat karena ia memakai kamisol di dalam kebayanya. Ia juga sudah merias wajahnya agar terlihat cantik dan tentu saja untuk menutupi wajahnya yang pucat.

Tok tok tok.

"Masuk!" Seru Jasmine yang saat ini sedang berdiri mematut dirinya di depan cermin.

"Mbak, Bapak sama Ibu sudah menunggu Mbak Jasmine di bawah," ucap Bik Lastri setelah ia membuka pintu kamar Jasmine.

"Iya, ini juga udah siap kok aku," sahut Jasmine.

"Ya sudah, saya turun dulu."

"Iya." Jasmine mengambil tas tangan yang sudah ia siapkan. Setelah itu ia keluar dari kamar lalu berjalan menghampiri mama dan papanya.

"Ayo berangkat, nanti keburu acara pemberkatannya dimulai," ucap Benjamin.

"Iya," sahut Jasmine.

Benjamin, Mardina dan Jasmine masuk ke mobil untuk menuju ke tempat acara pernikahan Dini. Setelah menempuh perjalanan tiga puluh menit akhirnya mereka sampai di tempat acara. Pemberkatan hampir dimulai, untung saja mereka datang tepat waktu.

"Mama, Papa, Jasmine!" Rosaline berjalan cepat menghampiri orangtuanya dan adik perempuan satu-satunya itu.

"Kakak ... aku kangen sama Kakak." Jasmine memeluk Rosaline ketika mereka bertemu.

"Mama, Papa." Setelah mengurai pelukannya dari Jasmine, kini Rosaline memeluk Mardina dan juga Benjaminbergantian.

"Ayo sebaiknya kita cepat masuk, acara akan segera dimulai," ucap Mardina.

"Ayo."

Keempatnya masuk dan duduk di kursi yang sidah disediakan. Hanya anggota keluarga dan teman terdekat saja yang diundang di acara pemberkatan pernikahan karena yang lainnya diminta datang saat nanti acara resepsi setelah acara pemberkatan selesai.

Melihat Dini dan suaminya mengucapkan janji suci pernikahan, membuat Jasmine terharu. Ia bahkan juga sempat membayangkan bagaimana bahagianya dirinya dan Jagat saat menikah nanti.

"Ayo kita ke sana, Kak. Kita ucapin selamat buat Kak Dini dan suaminya," ajak Jasmine.

"Iya, ayo."

"Ayo, Ma, Pa," ajak Jasmine.

Mereka berempat berjalan menuju pelaminan untuk mengucapkan selamat pada sepasang pengantin baru itu.

"Dini, Raka, selamat ya. Semoga kalian dilimpahkan dengan berbagai macam keberuntungan, kebahagiaan dan cinta. Semoga pernikahan kalian langgeng." Rosaline memeluk tubuh Dini dan Raka berantian.

"Makasih ya, Rose. Aku juga mendoakan semoga kamu cepat nyusul nikah," ucap Dini dengan senyumannya yang terlihat berseri.

"Makasih ya, Rose," ucap Raka.

"Kak Dini, selamat ya. Selamat ya, Kak Raka." Jasmine memeluk tubuh Dini dan juga Raka.

"Selamat atas pernikahan kalian berdua." Mardina dan Benjamin bergantian mengucapkan selamat pada sepasang pengantin baru itu.

"Jangan buru-buru pulang, nikmati pestanya dan sajiannya dulu," ucap Dini.

"Tentu saja," sahut Benjamin.

"Ayo kita turun, masih banyak yang mengantri akan memberi selamat pada pengantinnya," ucap Mardina.

"Iya."

"Sebentar, Tante. Biar fotografernya ambil foto kita dulu," cegah Dini.

"Iya, kita harus fotolah, orang kita juga udah dandan cantik gini kok," ucap Jasmine dengan begitu antusiasnya.

Setelah berswafoto, mereka meninggalkan pelaminan lalu menuju tempat yang sudah disediakan untuk para tamu.

Jasmine terpaksa menikmati sajian makanannya seraya duduk satu meja dengan keluarganya. Hanya ini yang bisa ia lakukan saat ia berada di tengah-tengah keluarganya, karena tak mungkin juga ia diam saja dan menatap makanan tanpa selera di saat semua orang menikmati sajian makanan mereka.

"Rose."

"Iya, Ma?" sahut Rosaline.

"Lihatlah Dini, kamu apa nggak mau bahagia seperti halnya Dini?" tanya Mardina.

Jasmine menghentikan suapannya yang hanya pura-pura itu untuk melirik ke arah mama dan kakaknya. Ia mulai menyimak percakapan keduanya.

"Maksud Mama apa?" Rosaline mulai menunjukan raut wajah tak sukanya.

"Bukalah hatimu dan cepat putuskanlah untuk menikah."

"Iya, Ma. Tapi semua itu nggak bisa buru-buru kan," sahut Rosaline.

"Iya, Mama mengerti, tapi jangan terlalu lama mencari pasangan hidup."

"Iya, Mama."

"Adik kamu juga ingin segera menikah."

"Iya, Ma."

"Baguslah kalau begitu. Kalau kamu nggak punya calon suami, Mama sama Papa juga bisa carikan kamu pria yang baik untuk jadi suami kamu. Iya kan, Pa?!"

"Iya, Ma," sahut Benjamin. "Papa juga sudah punya beberapa kandidat untuk Papa kenalin sama kamu, Rose. Salah satunya anak tunggal dari sahabat Papa."

"Yang Papa maksud anak sahabat Papa yang duda itu?" tanya Jasmine ikut menimpali.

"Iya, kenapa?" tanya Benjamin.

"Nggak pa-pa," sahut Jasmine. 'Kalau Kak Rose juga mau dijodohkan sama duda anaknya teman Papa berarti kedua menantu Papa dan Mama duda dong. Aku kan juga akan menikah sama duda,' imbuh Jasmine dalam hati.

Jasmine melihat wajah Rosaline yang berubah muring. Kali ini Jasmine menggenggam tangan Rosaline sebagai dukungan karena ia tahu jika saat ini kakaknya itu sedang tertekan karena terus didesak untuk segera menikah. Dengan ini ia juga merasa bersalah karena gara-gara keinginannya ingin segera menikah malah berimbas pada kakaknya. Lamunannya buyar ketika ia mendengar ponselnya berdering.

Jasmine mendesah lelah saat melihat nama Jagat yang tertera di layar ponselnya.

"Ma, Pa, aku angkat telpon dulu." Jasmine beranjak dari duduknya.

"Iya."

Jasmine berjalan menjauh dari keluarganya agar mereka tak bisa mendengar percakapannya dengan Jagat.

"Halo."

"Kamu kenapa bisa pakai pakaian ketat kayak gitu?! Kamu bukannya nggak betah kalau pakai yang ketat begitu?!" seru Jagat begitu telponnya tersambung.

"Kok kamu bisa tahu aku hari ini pakai pakaian apa?" tanya Jasmine penuh curiga.

"Kamu cepat keluar, aku tunggu di luar."

"Apa?!"

"Kalau enggak, aku aja yang masuk."

"Jangan! Oke aku keluar sekarang." Jasmine menutup telponnya dan langsung berjalan menghampiri keluarganya.

"Ma, Pa, Kak Rose, aku pergi duluan ya." Ucap Jasmine setelah beberapa saat ia kembali dari mengangkat telponnya.

"Loh kamu mau ke mana?" tanya Mardina.

"Aku ada urusan sebentar di bimbel, Ma."

"Tapi ini hari libur, Sayang. Lagian kamu kan bisa suruh orang buat atasi urusan itu."

"Nggak bisa, Ma. Kali ini harus aku yang turun tangan. Cuma sebentar kok."

"Ya pergilah. Biarkan Jasmine pergi," ucap Benjamin.

"Makasih ya, Pa. Mama, Kak Rose, aku pergi dulu," pamit Jasmine.

"Terus kamu mau naik apa? Tadi kita kan ke sininya pakai satu mobil," ucap Benjamin.

"Aku bisa naik taksi, Pa."

"Ya sudah, pergilah."

Jasmine tersenyum lalu segera pergi meninggalakan acara pernikahan Dini. Sampai di luar ia langsung melihat mobil Jagat terparkir di depan tempat acara. Tanpa menunggu lagi, ia pun memasuki mobil Jagat.

"Kamu kok bisa sampai sini? Kamu ngikutin aku ya?" tanya Jasmine.

"Cepat jalankan mobilnya biar kita cepat sampai rumah," ucap Jagat pada supir.

"Baik, Pak."

"Tadikan kamu bisa pakai pakaian yang lain, bukan pakai pakaian seperti ini." Jagat menatap Jasmine tajam.

"Mau gimana lagi? Kak Dini udah ngasih kebaya ini buat dipakai di hari bahagianya, masa iya nggak aku pakai. Aslinya aku juga sesak sih pakai ini, dibuat duduk gini rasanya kayak putus-putus nafasnya." Ucap Jasmine seraya mengerutkan bibirnya.

Jagat membuang nafas jengahnya. "Sampai rumah langsung ganti. Atau kamu buka aja di sini gimana?"

Jasmine membelalakan matanya. "Kamu mau aku telanjang di sini?!" Jasmine juga melirik ke arah supirnya.

Jagat mengerti maksud Jasmine, tadi ia hanya asal bicara tanpa memikirkan jika ada supir juga di dalam mobil ini. Dan sekarang ia juga tak bisa melakukan apa-apa jika seperti ini keadaannya.

***

Bersambung

Semarang, 17 Desember 2021

Silvia Dhaka

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top