Part 7
Sampai di rumah Jagat terus merasa gelisah, ia bingung dengan apa yang sedang ia rasakan saat ini. setelah bertemu dengan Jasmine ia merasa tak henti gelisah.
"Tuan, makan malam sudah siap." Seorang pelayan menghampiri Jagat yang sampai saat ini masih melamun di ruang tengah.
"Ya. Aku akan segera ke sana. Panggilkan Shagun juga," ucap Jagat.
"Baik, Tuan." Pelayan itu pun pergi meninggalkan Jagat.
Jagat meraup wajahnya dengan satu telapak tangannya. Ia lalu berjalan menuju ruang makan. Ia melihat meja makannya yang teramat besar menurutnya. Bagaimana tidak, di rumah ini ia hanya hidup berdua dengan putrinya dan setiap hari ia dan putrinya harus makan di meja makan yang bisa mencangkup sepuluh orang. Itu berarti masih ada delapan kursi yang kosong.
"Papi," sapa Shagun.
"Ayo kita mulai makan malam, Shagun," ucap Jagat. Ia mendudukan putrinya itu ke kursi yang biasa putrinya itu tempati setelah itu barulah ia duduk di ujung meja makan, tempat biasanya ia duduk.
Setelah makan malam usai Shagun menuju kamarnya bersama pengasuhnya, sedangkan Jagat menuju ruang kerjanya. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi nomer mamanya. Sejak sore tadi ia merasa sangat gelisah tanpa sebab yang jelas, untuk itulah ia menghubungi mamanya untuk menanyakan kabar orangtua karena ia takut jika susuatu terjadi pada orangtuanya.
"Halo, Mama."
"Halo, ada apa, Jagat?"
"Mama sama Papa baik-baik aja kan?" tanya Jagat.
"Iya, Mama sama Papa baik-baik aja kok. Emangnya kenapa tiba-tba kamu telpon Mama tanyain kabar? Bukannya kemarin kita juga baru saja bertemu?"
"Iya, Ma. Tapi entah mengapa perasaan aku nggak enak dari sore tadi. Tiba-tiba aku merasa gelisah, jantungku juga berdegub kencang dan rasanya kayak orang bingung. Kayak senang tapi juga sedih, pokoknya campur aduklah," ungkap Jagat.
Jagat mengerutkan keningnya saat terdengar tawa dari mamanya. "Kok Mama malah ketawa? Aku ini khawatir loh sama Mama dan Papa," ucap Jagat.
"Yang perlu dikhawatirin itu kamu, Jagat. Yang kamu rasain itu persis kayak orang sedang jatuh cinta. Iya kan?! Coba kamu cerita sama Mama deh, tadi kamu ada ketemu sama perempuan nggak? Mungkin aja perempuan itu udah berhasil narik perhatian kamu dan membuat kamu jatuh cinta."
"Mama kok malah bahas kayak begitu lagi sih? Ya udah kalau gitu aku tutup telponnya." Tanpa menunggu jawaban dari sang mama, Jagat memutuskan sambungan telponnya.
Ia meletakkan ponselnya di atas meja lalu ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kerjanya. Sekelebat bayangan wajah Jasmine hadir di pikirannya.
"Bu Jasmine ... apa benar aku jatuh cinta sama dia?" gumam Jagat. Senyuman di wajah cantik Jasmine terus saja terbayang di benaknya.
Cukup lama Jagat terombang-ambing dengan perasaannya ini hingga ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Di dalam kamar ia memandang ke arah foto mendiang Aakriti Darshwana, istrinya yang sangat ia cintai.
Dulu Jagat dan Aakriti menikah karena dijodohkan oleh orangtua mereka namun di dalam perjodohan itu saat pertama kali mereka bertemu ternyata mereka juga saling jatuh cinta hingga membuat mereka menerima perjodohan itu dengan senang hati. Dua bulan perkenalan mereka langsung bertunangan dan setelah itu persiapan pernikahan segera dilakukan hingga enam bulan kemudian mereka resmi menikah.
Sebelum menikah mereka juga menjalani hubungan jarak jauh karena Aakriti berada di India sedangkan Jagat berada di Indonesia. Menerima Jagat sebagai suaminya itu berarti Aakriti juga siap mengikuti ke mana pun Jagat pergi. Kebetulan Jagat sudah tinggal di Indonesia saat umurnya menginjak lima tahun. Dulu Barmal mengajak istri dan anaknya ke Indonesia untuk meniti karirnya dalam berusaha. Setelah sukses di Indonesia, ternyata Barmal, Monica dan Jagat enggan kembali ke negara asal mereka dan malah membawa menantu keluarga mereka untuk ikut ke negara tempat mereka tinggal sekarang.
Dua tahun berkenalan, enam bulan bertunangan lalu menikah, Jagat tak menyangka saat di tahun pertama peringatan hari pernikahannya dengan Aakriti, istrinya itu malah pergi meninggalkan dirinya, putri mereka dan dunia ini untuk selama-lamanya.
Semua terjadi secara singkat, sesingkat cerpen hingga Jagat belum begitu puas menikmati waktu kebersamaannya dengan Aakriti. Itulah alasan Jagat menyisipkan nama Aakriti di nama tengah Shagun agar Aakriti terus terkenang.
"Aakriti, apa yang dikatakan Mama itu benar? Apa aku sedang jatuh cinta?" gumam Jagat.
"Papi."
Lamunan Jagat buyar saat ia mendengar suara kecil milik putri semata wayangnya.
"Shagun? Ada apa, Sayang?" tanya Jagat.
"Papi, aku ingin tidur bersama Papi." Shagun mencoba menaiki ranjang papinya.
"Memangnya kenapa tiba-tiba kamu mau tidur sama Papi?"
"Aku baru aja tidur terus aku mimpi Mami. Aku rindu sama Mami."
"Ke mari, Sayang. Malam ini kamu bisa tidur dengan Papi." Jagat menarik Shagun ke dalam pelukannya dan menyelimuti Shagun dengan selimutnya.
Shagun memang belum pernah bertemu dengan Aakriti secara langsung, namun selama ini Jagat selalu memberi Shagun pengertian bahwa Aakriti adalah mami kandungnya yang sudah mengandung dan melahirkannya ke dunia ini yang sayangnya maminya itu sudah meningalkan dunia ini untuk selama-lamanya.
"Tidurlah," gumam Jagat.
Tak membutuhkan waktu lama, Shagun sudah terlelap. Jagat kembali memandang foto Aakriti hingga tanpa terasa ia juga ikut terlelap.
***
Seperti biasanya Jagat akan mengantarkan Shagun ke sekolahannya sebelum ia berangkat ke kantor.
Sampai di kantor ia tiba-tiba kembali teringat tentang Jasmine.
"Sudah aku beri nomer ponsel tapi mengapa Bu Jasmine tidak menghubungiku juga?" gumam Jagat.
"Apa perlu aku menghubunginya lebih dulu? Tapi apa yang harus aku katakan padanya?" Jagat berpikir sejenak.
"Ohh ... aku akan pura-pura bertanya kapan dia akan mengajarkan les pada Shagun," ucap Jagat. Ia lalu mengambil ponselnya dan bersiap menghubungi Jasmine. Ia mencari nomer Jasmine di kontak ponselnya.
"Di mana nomernya?" gumam Jagat.
"Nomer?! Ah ya Tuhan ... bagaimana aku bisa sebodoh ini?! Aku bahkan nggak minta nomer ponselnya, aku hanya memberikan kartu namaku saja kemarin. Lalu bagaimana bisa aku menghubunginya? Aaahhhh sial!" Jagat meletakan ponselnya dengan kasar di atas meja kerjanya.
Tok tok tok.
"Persimi, Pak, lima menit lagi ada meeting dengan para staf," ucap Joana.
"Batalkan saja meetingnya."
"Baik, Pak." Joana perfi dari ruangan Jagat.
Ponsel Jagat berdering, dengan malas ia terpaksa mengangkat panggilan di ponselnya itu karena nomer yang melakukan panggilan adalah nomer tidak dikenal.
"Ya, siapa ini?" ketus Jagat.
"Maaf apa benar ini nomer Pak Jagat Paraduta?"
"Iya," sahut Jagat masih dengan nada malasnya. Tiba-tiba saja Jagat menegakan tubuhnya saat ia teringat sesuatu. "A-apa ini Bu Jasmine?"
"Iya, Pak Jagat. Ini saya Jasmine. Saya ingin memberitahu Anda bahwa nanti sore jam empat saya baru bisa datang ke rumah Anda untuk memberikan bimbingan belajar pada Shagun. Oh iya, bisa Anda kirimkan alamat rumah Anda pada saya?"
"B-bisa, bisa Bu Jasmine. Setelah ini akan saya kirimkan alamat rumah saya," sahut Jagat.
"Kalau begitu saya akhiri telponnya. Selamat siang," ucap Jasmine.
"Selamat siang, Bu Jasmine."
Sambungan telpon pun terputus, Jagat tersenyum. Tepat saat itu Joana masuk ke ruangannya.
"Permisi, Pak. Ini berkas yang Anda perlukan." Joana menyerahkan berkas kepada
"Joana, katakan pada para staf manager kalau meeting tidak jadi saya batalkan."
Mata Joana membola mendengar ucapan atasannya ini. "Tapi saya sudah terlanjur—"
"Saya tunggu di ruang meeting sekarang." Jagat berdiri lalu membenarkan jasnya.
"Ba-baik, Pak." Joana berlari keluar dari ruangan Jagat lalu menuju meja kerjanya untuk segera mengabarkan para peserta meeting.
Jagat berjalan santai menuju ruang meeting. Setelah mendapatkan telpon dari Jasmine entah mengapa hatinya menjadi tenang dan perasaannya juga terasa bahagia hingga ia memutuskan untuk kembali mengadakan meeting. Mungkin kali ini jika para bawahannya itu datang terlambat ke ruang meeting, ia akan memaafkannya karena saat ini suasana hatinya sedang baik.
***
Jasmine mengemudikan mobilnya menuju alamat yang tertera di layar ponselnya. Tak lama kemudian ia menghentikan mobilnya di depan bangunan mewah tiga lantai bercat putih. Ia terpaksa turun untuk bertanya pada security yang berada di pos.
"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" sapa security saat Jasmine mendekat.
"Apa benar ini rumah Pak Jagat Paraduta?"
"Iya, benar. Tapi Tuan Jagat belum pulang dari kantor. Biasanya menjelang petang baru akan pulang."
"Saya tidak ingin menemui Pak Jagat tapi saya ingin menemui Shagun Aakriti. Saya guru les privatnya yang baru."
"Ohh Bu Guru, mari silakan masuk." Security langsung menekan tombol untuk membuka pintu gerbangnya.
"Terima kasih." Jasmine segera menaiki mobilnya kembali dan mengemudikannya memasuki halaman bangunan mewah itu.
Sampai di depan pintu rumah Jasmine sudah disambut oleh satu orang pelayan.
"Mari silakan masuk, Bu Guru." Seorang pelayan menggiring Jasmine memasuki rumah.
"Maaf, dari mana kamu tahu kalau saya ini guru? Dan dari mana kamu tahu kalau saya datang, bukannya saya juga belum memencet bel pintu?" tanya Jasmine penasaran.
"Saya mendapatkan informasi dari security di depan, Bu Guru."
"Ohh ... begitu."
"Kak Jasmine!" seru Shagun. Ia berlari dengan wajah ceria dan langsung menubruk tubuh Jasmine.
"Hai, Shagun."
"Aku udah nunggu Kak Jasmine dari tadi."
"Benarkah?! Kamu sudah nggak sabar untuk belajar bersama rupanya. Kalau begitu di mana kita akan belajar?"
"Di ruang kerja Papi saja," sahut Shagun.
"Baiklah."
Shagun menggandeng tangan Jasmine dan mengajaknya menuju ruang kerja papinya. Beberapa saat setelah mereka memulai pelajaran seorang pelayan datang untuk mengantarkan minuman dan camilan.
***
Bersambung
Semarang, 27 September 2021
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top