Part 58
Jasmine terkejut saat ia merasakan pelukan dari belakang tubuhnya. Ia merutuki kebodohannya karena ia lupa mengunci pintu kamarnya dan kamar mandi sehingga Jagat bisa menyusul dirinya di kamar mandi seperti ini.
"Kamu kenapa ke sini?"
"Aku kan juga mau mandi." Jagat tak ingin melepaskan pelukannya dari tubuh Jasmine.
"Kamu bisa mandi di kamar kamu atau di mana saja kan? kenapa harus mandi di sini?"
"Karena aku mau mandi sama kamu." Jagat membalikan tubuh Jasmine agar menghadap ke arahnya.
Jasmine membuang mukanya saat Jagat menatapnya intens. Namun Jagat kembali mengarahkan wajah Jasmine agar menghadap ke arahnya.
"Jagat, aku malu. Kamu keluar sana."
"Gimana aku bisa keluar kalau aku aja belum masuk." Jagat mengecup bibir Jasmine seraya memajukan miliknya yang sudah menegang hingga mengenai perut Jasmine.
Bulu kuduk Jasmine berdiri saat perutnya merasakan gesekan dari suatu benda yang ia rasakan keras di bawah sana. Tubuhnya menegang saat Jagat menuntun tangannya untuk menyentuh milik Jagat.
"A-apa ini?" tanya Jasmine terbata. Jantungnya berdegub semakin keras saat Jagat menuntun tangannya mengelus milik Jagat yang terasa keras, lembut dan besar. Karena penasaran ia pun menundukan kepalanya untuk melihat benda apa yang saat ini ada dalam genggaman tangannya. Matanya sontak terbelalak melihat benda kokoh yang menurutnya masih asing itu.
"I-ini ... ini."
"Kau merasakannya? Dia sudah sangat tegang," ucap Jagat.
'Jadi itu yang waktu itu dan tadi masuk ke milikku? Pantas aja waktu pertama kemarin punyaku sampai rasanya nyeri, ternyata sebesar itu dan astaga ... kenapa panjang? Seperti mentimun jumbo, ah nggak, ini hampir mirip terong atau lobak? Rasanya halus tapi keras,' gumam Jasmine dalam hati.
"Aakkhh!" geram Jagat saat Jasmine semakin keras meremas miliknya.
"Ada apa?" tanya Jasmine bingung yang saat ini menolehkan kepalanya ke arah Jagat.
"Kamu meremas milikku terlalu kencang, Sayang. Meskipun nikmat tapi lama-lama aku juga merasa sedikit kesakitan."
Mendengar ucapan Jagat, Jasmine pun langsung melepaskan tangannya dari milik Jagat. Karena memikirkan milik Jagat yang terasa masih sangat asing baginya, sesaat Jasmine melupakan kalau saat ini dirinya dan Jagat sudah sama-sama telanjang di bawah guyuran air shower.
"Aku mau keluar dulu." Jasmine berjalan meninghindari Jagat lalu mengambil handuk namun Jagat menghentikan gerakan tangan Jasmine lalu menariknya kembali ke bawah guyuran air.
"Kamu mau keluar sebelum menyelesaikan mandimu? Kita selesaikan mandi kita dulu."
Selanjutnya tentu saja Jagat dan Jasmine melakukan yang yang menyenangkan untuk mereka.
***
"Antar aku pulang." Jasmine baru saja terbangun dari tidurnya. Setelah tadi ia dan Jagat mendayung lautan kenikmatan bersama, ia pun merasa lelah sehingga ia tertidur.
"Baru bangun tidur udah ngajak pulang. Kita makan malam dululah, Sayang," ucap Jagat.
"Nanti kemalaman terus akhirnya aku nggak jadi pulang dan pastinya kamu nanti malam bakalan ngelakuin itu lagi kan ke aku."
Ucapan Jasmine membuat Jagat tertawa. "Kamu mau? Kayaknya kamu udah merencanakan hal yang sangat luar biasa untuk kita malam nanti. Kamu pasti udah ketagihan kan?"
"Jagat, kamu ini ngomong apa sih?! buruan antar aku pulang."
"Iya."
"By the way kamu udah puas ya ngelakuin itu sama aku?" Jasmine melipat kedua tangannya ke depan dada seraya menatap sengit ke arah Jagat.
"Kamu ini ngomong apaan sih, Sayang? Aku nggak ngerti deh."
"Dari kemarin bahkan dari dulu-dulu kamu selalu mencegah aku kalau aku mau pulang, terus kenapa sekarang kamu langsung iyain aja waktu aku minta diantar pulang?! Kamu udah puas kan, karena udah ngelakuin itu sama aku sampai berkali-kali?!" seru Jasmine.
Jagat menghela nafasnya karena saat ini ia harus kembali dihadapkan dengan kelabilan Jasmine. Mungkin dengan adanya Jasmine di dalam kehidupannya, ia bisa semakin melatih kesabarannya.
"Terus mau kamu sebenarnya itu apa, Sayang?! Kalau aku boleh jujur, aku akan menahan kamu supaya kamu tetap terus ada di sini sama aku, tapi aku juga nggak bisa egois baut nahan kamu kan?! Aku akan ngurung kamu di sini kalau aku udah resmi jadi suami kamu, tapi kamu sendiri juga nggak mau aku datag ke rumah kamu buat melamar kamu."
"Jadi ini semua salah aku kan?!"
Jagat tak tahu lagi harus berata apa lagi, jika ia salah berucap bisa jadi Jasmine akan semakin marah padanya.
Jagat kembali menghela nafasnya. "Terus sekarang kamu mau tetap di sini sama aku atau mau pulang?" tanya Jagat.
"Aku mau pulang," ucap Jasmine.
"Oke, aku antar kamu pulang sekarang."
Jasmine keluar dari kamar dengan menyeret kopernya. Melihat hal itu tentu saja Jagat langsung mengambil alih koper Jasmine.
Sepanjang perjalanan menuju rumah orangtua Jasmine, baik Jasmine maupun Jagat tak ada yang bersuara hingga akhirnya mobil berhenti di depan rumah orangtua Jasmine.
Supir turun untuk mengambilkan koper Jasmine karena seperti biasanya Jagat tak boleh keluar dari mobil saat mengantar atau menjemput Jasmine.
"Aku masuk dulu," pamit Jasmine.
"Iya."
"Setelah sampai rumah kirim pesan. Oh iya, kirim pesan ke aku minimal dua kali sehari supaya aku tahu kamu kabur apa enggak." Jasmine pun keluar dari mobil.
Jagat speechless mendengar ucapan Jasmine. Ia tak habis pikir mengapa kekasihnya itu terlalu banyak menaruh curiga kepadanya. Padahal ia juga tak akan pergi ke manapun. Jika Jasmine tak ingin ia pergi harusnya Jasmine tak memperlakukannya dengan buruk, harusnya Jasmine tak memarahinya dan memojokannya terus-menerus.
Jasmine sekali menolehkan kepalanya ke arah Jagat sebelum ia benar-benar memasuki rumahnya.
"Mama ... Papa, aku pulang." Jasmine menggeret kopernya memasuki rumah.
"Jasmine." Mardina berjalan cepat menghampiri Jasmine. "Kamu nggak apa-apa kan?! kamu baik-baik aja?!"
"Aku nggak pa-pa, Ma. Mama jangan khawatr lagi, aku kan udah pulang. Oh iya, Mama masak apa untuk makan malam? Aku udah kangen sama masakan Mama." Jasmine mengajak Mardina berjalan menuju sofa ruang tengah.
"Syukurlah kalau kamu pulang hari ini. Kalau besok kamu belum pulang juga, rencananya Mama sama Papa mau susulin kamu ke Bali."
"Iishh Mama ahh, masa liburan bareng temen disusulin. Emangnya aku anak kecil apa?!" protes Jasmine.
"Kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa dan Mama." Benjamin berjalan menuruni anak tangga menghampiri istri dan anaknya itu.
"Kamu tadi diantar sama siapa? Tadi Papa sempat lihat kamu turun daro mobil mewah. Nggak mungkin dong kalau itu taksi online," sambung Benjamin.
Jasmine gelagapan mendengar pertanyaan dari papanya itu. "Engh ... itu, Pa, tadi ada suaminya teman yang jemput terus aku diajak bareng sekalian. Lumayan kan daripada aku cari taksi," bual Jasmine.
"Ohh Papa kirain itu pacar kamu, calon menantu Papa." Benjamin mendudukan dirinya di sofa sebelah Jasmine.
Jasmine tersenyum canggung. "Ya enggaklah, Pa. Papa ini ada-ada aja. Lagian emang boleh kalau aku udah punya calon suami?" tanya Jasmine.
"Boleh aja, asalkan nikahnya nunggu Kakak kamu nikah duluan. Tapi kalau kamu bener-bener udah ada pacar, bawa pulang biar kenalan sama Papa dan Mama," ucap Benjamin.
"Aku belum punya pacar kok, Pa. Ohh iya, aku nggak sempat beli oleh-oleh buat Mama Papa soalnya kepulangan kita mendadak harusnya kita masih ada di sana sampai beberapa hari lagi."
"Terus kenapa kalian tiba-tiba pulang hari ini?" tanya Benjamin.
"Eemm ... salah satu teman dapat telpon dari rumahnya, orang rumahnya bilang kalau anaknya sakit jadi teman aku itu harus secepatnya pulang dan kita semua nggak tega kalau ngebiarin dia pulang sendirian kan, Pa." Lagi-lagi Jasmine mengarang dengan bebas.
"Kebetulan juga kan kalau temannya Jasmine itu anaknya ada yang sakit. Kalau enggak kan sampai sekarang Jasmine belum pulang," ucap Mardina.
"Mama ini ada orang sakit kok bisa-bisanya bilang kebetulan sih?" tegur Benjamin.
"Ya pokoknya kan sekarang Jasmine kita udah pulang ke rumah," ucap Mardina.
"Ya udah ah, mending sekarang kita makan malam aja. Aku udah lapar banget, Ma, Pa," ucap Jasmine.
"Ini belum waktunya jam makan malam. Lagian masakan Mama apa udah selesai semua?" ucap Benjamin.
"Masakannya Mama pasti udah selesai, kalau enggak mana mungkin Mama duduk di sini. Ayo, Pa, Ma, kita makan." Jasmine beranjak dari tempat duduknya menuju ruang makan. Kebohongan yang ia pikirkan dan ia utarakan pada orangtuanya ternyata membuatnya semakin lapar.
***
Bersambung
Gimana komentarnya??
Semarang, 30 November 2021
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top