Part 55
Jasmine membelalakan matanya saat ia merasakan ada lengan kokoh yang membelit tubuhnya. Ia melirikan matanya dan ia kembali mendapati pemandangan dada berbulu di samping tubuhnya. Tak ada pergerakan lagi yang ia lakukan selain menghela nafasnya dalam-dalam.
Jasmine terdiam seraya mengingat semua kilasan kejadian yang tadi ia lakukan bersama Jagat. Bagaimana bisa ia menyerahkan dirinya begitu saja pada pria yang baru saja ia kenal. Dirinya baru mengenal Jagat semala beberapa bulan terakhir dan kini ia malah sudah berakhir mengenaskan di atas ranjang tanpa pakaian apapun bersama pria tersebut.
Setetes cairan bening keluar dari matanya. Ia menyesali perbuatannya. Rasa takut, malu, bingung dan bersalah kini bercampur untuk mengaduk perasaannya. Selama ini ia sudah sebaik mungkin menjaga kehormatannya sebagai seorang perempuan, kini hanya sedikit sentuhan dan ungkapan rasa cinta dari seorang pria sudah meluluhlantahkan hatinya hingga ia rela menyerahkan miliknya yang paling berharga ini.
'Gimana kalau sampai Papa Mama tahu tentang ini? Gimana kalau aku hamil setelah melakukan ini sama Jagat? Gimana kalau Jagat langsung ninggalin aku setelah hari ini, terus pria mana yang akan menerima perempuan yang udah nggak prawan lagi? Gimana kalau kejadian ini mengancam nama baik dan karir aku sebagai seorang tenaga pendidik?' Berbagai macam pertanyaan bersarang di pikiran Jasmine hingga membuat kepalanya terasa berat dan berdenyut.
Jasmine mendesis seraya memegang kepalanya. Hal itu membuat Jagat membuka kedua matanya.
"Sayang, kamu udah bangun? Kamu kenapa?" tanya Jagat cemas. Ia sedikit memundurkan tubuhnya agar ia bisa lebih jelas melihat Jasmine.
"Kepala aku pusing banget. Jagat, apa yang udah kita lakukan?" Air mata Jasmine semakin banyak merembes keluar seraya meremas rambutnya sendiri dengan kedua tangannya.
"Sayang, kamu jangan gini. Aku carikan obat ya. Kamu tunggu di sini sebentar." Jagat turun dari ranjang lalu asal memakai celananya, setelah itu barulah ia menuju meja dan mengambil tas kecil yang selalu ia bawa ke mana-mana. Dari dalam tas itu ia menemukan sebuah obat sakit kepala.
Jagat menuangkan air putih ke dalam gelas lalu segera menyerahkan gelas dan obatnya kepada Jasmine. Ia juga membantu Jasmine untuk duduk bersandar di kepala ranjang.
Jasmine menerima obat dan gelas itu lalu ia kembali menyerahkan gelas pada Jagat. Kepalanya masih terasa sangat berat hingga rasanya ia tak tahan mengangkat kepalanya sendiri. Akhirnya ia menyandarkan kepalanya di kepala ranjang seraya mengapit selimut yang menutupi tubuh telanjangnya.
Jagat duduk di tepi ranjang seraya membelai kepala Jasmine. Baru beberapa belaian, Jasmine sudah menepis tangannya seraya menatapnya dengan tatapan nyalangnya.
"Sayang?" Jagat menatap Jasmine bingung.
"Aku udah nggak mau lama-lama lagi di sini, besok pagi aku mau langsung pulang."
"Loh kenapa, Sayang? Liburan kita masih seminggu lagi kan."
"Aku nggak mau lagi. Satu hari aja aku di sini sama kamu, aku udah jadi kayak gini! Gimana kalau Mama sama Papa aku tahu? Gimana kalau aku hamil gara-gara kejadian ini? Gimana kalau kamu ninggalin aku setelah kamu ngelakuin ini sama aku? Terus siapa yang mau tanggung jawab dan mana ada pria yang mau sama perempuan bekas kayak aku gini?!" Jasmine berteriak seperti seorang kesetanan seraya menangis. Ia menangisi kebodohannya yang begitu fatal.
"Ssttt Sayang, kamu jangan mikir yang kayak begitu. Aku nggak akan ninggalin kamu dan aku akan bertanggung jawab atas apa yang udah aku lakuin sama kamu. Aku ini benar-benar cinta sama kamu. Kamu percaya sama aku." Jagat membawa Jasmine ke dalam pelukannya untuk menenangkan kekasihnya itu.
Jujur Jagat juga baru kali ini menyentuh perempuan sampai melewati batas seperti ini. Saat tadi ia melakukannya dengan Jasmine ia sudah kehilangan akal kewarasannya. Yang ia tahu ia hanya ingin memiliki Jasmine seutuhnya. Ia bahkan juga tak memilirkan bagaimana reaksi Jasmine setelah mereka melakukannya, meski tadi Jasmine juga tak menolak sentuhannya sedikitpun.
Jasmine masih tetap menangis di dalam pelukan Jagat. Saat ini sudah tak ada lagi yang bisa ia pikirkan, yang hanya ada dalam pikirannya hanya rasa bersalah.
Jagat melepas pelukannya setelah ia rasa jika Jasmine bisa sedikit lebih tenang.
"Kalau gitu sekarang kamu istirahat ya biar pusing kamu hilang." Jagat membantu Jasmine kembali berbaring.
Setelah Jasmine benar-benar tidur barulah ia ikut berbaring di sebelah Jasmine.
Di lain tempat ada seorang ibu yang sedang mengkhawatirkan keadaan putrinya. Mardina terbangun dari tidurnya, mendadak perasaannya menjadi tak tenang setelah ia bermimpi tentang Jasmine yang tenggelam saat berenang di laut.
"Pa, bangun, Pa." Mrdina menggoyangkan tubuh Benjamin. "Paa, bangun."
"Kenapa sih, Ma?" tanya Benjamin. Kemudian ia melirik ke arah jam yang menempel di dinding. "Ini masih jam tiga, Ma. Mama ini kenapa? Mama lapar?"
"Perasaan Mama nggak enak, Pa. Mama baru aja mimpi buruk tentang Jasmine," ucap Mardina.
"Mama ini kenapa sih, Jasmine kan lagi liburan di Bali sama teman-temannya."
"Justru itu Mama jadi tambah cemas. Papa tahu nggak Mama barusan mimpi apa?! Mama mimpi Jasmine tenggelam di laut, Pa!"
"Mimpi itu hanya bunga tidur, Mama. Mungkin Mama terlalu cemas sama Jasmine jadi langsung kebawa mimpi kayak gini." Benjamin mengucek matanya dan terpaksa mendudukan dirinya menghadap sang istri yang tengah cemas itu.
"Tapikan Jasmine sedang ada di Bali dan pastinya Jasmine juga akan main di pantai. Biasanya dia itukan orangnya pecicilan, Pa. Jasmine kan suka naik jet ski, banana dan apalah itu namanya, pokoknya Mama cemas sama dia. Gimana kalau Jasmine kenapa-kenapa saat naik wahana laut itu?!" seru Mardina.
"Mama nih apaan sih?! Ucapan itu adalah doa, Ma, jadi jangan ngomong yang aneh-aneh ataupun hal-hal yang buruk. Apalagi tenyang putri kita," ucap Benjamin.
"Kita coba telpon Jasmine aja yuk, Pa."
"Ma, ini kan masih jam tiga. Jasmine pasti masih tidur, besok aja ya kita telponnya."
"Tapi Mama cemas banget, Pa. Kalau gitu Mama mau kirim pesan aja ah. Mama nggak bisa kalau harus tetap diam kayak gini. Biar dibalas besok juga nggak apa-apa." Mardina meraih ponselnya yang berada di atas nakas lalu mengirim sebuah pesan untuk menanyakan keadaan putri bungsunya itu.
"Kalau pesannya udah terkirim, Mama balik tidur lagi aja. Besok pagi baru kita telpon Jasmine," bujuk Benjamin.
"Iya, ini udah terkirim kok." Mardina kembali meletakan ponselnya di atas nakas lalu kembali membaringkan tubuhnyabdi atas ranjang. Begitu juga dengan Benjamin. Meskipun sampai Benjamin kembali tertidur pulas, ia juga belum bisa tidur.
***
Jagat terbangun dari tidurnya saat jarum jam menunjukan pukul tujuh pagi. Sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah korden yang tak sempat ia tutup dengan rapat. Karena ia tak ingin membuat tidur Jasmine tergangggu, ia pun turun dari ranjang dan menutup rapat korden di jendela kamarnya itu.
Melihat wajah damai dan pulas Jasmine saat tertidur membuat Jagat semakin merasa bersalah pada Jasmine. Ia akan membiarkan Jasmine tidur lebih lama karena ia tahu pasti keadaan tubuh Jasmine juga sedang tak baik seperti halnya pikiran dan perasaan kekasihnya itu.
Jagat berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai ia kembali keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian santainya. Ia menatap Jasmine yang belum juga terbangun lalu ia memutuskan untuk meminta pelayan untuk menyiapkan sarapan.
Setelah beberapa saat kemudian Jasmine mulai membuka kelopak matanya. Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan jam.
"Jam delapan?" gumam Jasmine. Buru-buru ia menurunkan kakinya menyentuh lantai tapi saat ia hendak berjalan, ia merasa sangat nyeri di bagian pangkal pahanya hingga ia meringis tertahan.
"Ssshhh ... perih banget sih." Jasmine kembali mendudukan tubuhnya di tepi ranjang.
"Sayang, kamu nggak pa-pa?" Jagat langsung berjalan cepat menghampiri Jasmine yang masih terlihat meringis kesakitan.
Jasmine mengangkat kepalanya dan menatap Jagat penuh amarah. Semakin marah pada Jagat setelah ia merasakan nyeri yang belum pernah ia rasakan seperti yang saat ini tengah ia rasakan di pangkal pahanya ini. "Aku mau mandi terus mau pulang."
"Tapi keadaan kamu sedang nggak baik," ucap Jagat.
"Aku nggak perduli." Jasmine kembali berdiri dan melangkahkan kakinya dengan sekuat tenaga namun rasa sakit itu kembali datang hingga ia harus menjaga keseimbangan tubuhnya dengan baik dan menahan rasa sakitnya saat akan berjalan.
Jasmine berjalan dengan menggeret selimut sampai memasuki kamar mandi karena saat ini ia sedang tak memakai pakaian apapun untuk menutupi tubuh telanjangnya.
Jagat terpaku saat tak sengaja ia melihat noda berwarna merah di sprei kasur yang berwarna putih itu. Sudah pasti bisa dipastikan kalau noda berwarna merah itu adalah darah keperawanan milik Jasmine.
Lamunan Jagat terhenti saat ia mendengar teriakan Jasmine dari arah akamr mandi. Karena panik, akhirnya ia pun langsung berlari memasuki kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia bisa melihat jika saat ini Jasmine sedang berdiri di bawah guyuran air shower seraya bertumpu pada dinding.
"Sayang, kamu kenapa?"
"Ngapain kamu masuk ke sini?! Keluar!" Seru Jasmine seraya membalikan tubuhnya agar Jagat tak bisa melihat tubuh bagian depannya.
"I-iya." Jagat pun segera keluar dan kembali menutup pintu kamar mandi.
Tepat saat ia keluar dari kamar mandi, ia mendengar bel pintu berbunyi. Ia pun berjalan membukakan pintu yang ternyata pelayan yang datang untuk membawakan sarapan pesanannya.
***
Bersambung
Semarang, 27 November 2021
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top