Part 5
"Shagun, kamu bisa kerjakan yang ini kan?"
Shagun hanya melihat guru les privatnya itu dengan pandangan datarnya, tidak hanya itu tapi ia juga tidak menjawab satu patah katapun pertanyaan dari guru lesnya itu.
"Shagun, kamu dengar ucapan Bu Clara kan?" tanya Clara dengan berupaya sesabar mungkin menghadapi anak lesnya ini.
"Aku nggak mau belajar."
"Loh kenapa, Shagun?"
"Bu Clara galak," sahut Shagun.
Clara mendesah lelah. Ia sudah tak tahan lagi menghadapi sikap Shagun padanya. Sudah tiga kali pertemuan ini ia diabaikan seperti ini. Bukan hanya diabaikan tapi Shagun juga mengatainya galak padahal ia tak merasa membentak atau berkata kasar kepada Shagun.
Clara menjauh dari Shagun. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi nomer wali Shagun yang telah Jasmine berikan kepadanya.
"Halo, Ibu Monica?"
"Iya, Bu Clara. Ada apa? Semuanya baik-baik saja kan? Hari ini jadwalnya les Shagun kan?"
"Iya, Bu Monica tapi sudah tiga kali pertemuan ini Shagun mengabaikan saya. Shagun tidak ingin belajar bahkan Shagun juga mengatai saya galak sedangkan saya sendiri juga tidak pernah berteriak atau berkata kasar dengan seorang anak sekalipun," keluh Clara.
"Maafkan saya, Bu Clara. Ini saya sedang di jalan bersama Papinya Shagun. Tolong Bu Clara bujuk Shagun sedikit lagi agar dia mau belajar," ucap Monica.
"Baik, Bu."
"Terima kasih, Bu Clara."
Sambungan telpon pun terputus, Clara kembali berjalan mendekati Shagun. "Shagun sayang, mulai dikerjakan ya tugasnya," ucap Clara dengan selembut mungkin.
Shagun tetap diam dan tidak ingin menjawab ataupun melakukan apa yang Clara minta.
Clara kembali mengehela nafasnya. 'Mengapa Shagun bisa seperti ini? Shagun sepertinya sengaja melakukan ini karena ingin mendapatkan perhatian ekstra dari orangtuanya. Tadi Bu Monica bilang klau dia sedang ada di jalan sama papinya Shagun, memang di mana sih maminya Shagun?' gumam Clara dalam hati.
"Shagun, bisa kamu beritahu Bu Clara di mana Mami kamu? Bu Clara mau bicara sama Mami kamu," ucap Clara.
Shagun menatap Clara dengan tatapan berkaca-kaca setelah itu sedetik kemudian ia menangis dan berlari meninggalkan ruang belajar.
"Loh, Shagun, kamu mau ke mana? Shagun!" seru Clara. Ia juga berjalan cepat mengikuti langkah Shagun.
"Shagun!" seru Clara.
"Ada apa ini?!" Suara tegas dan dingin seorang pria telah berhasil menghentikan langkah Clara yang berjalan mengikuti Shagun.
Clara menolehkan kepalanya ke sumber suara. Ia tertegun saat melihat wajah tampan bak aktor bollywod berdiri tegap di hadapannya.
"Bu Clara, ada apa ini?" Pertanyaan Monica telah berhasil membuyarkan lamunan Clara.
"A ... itu, Bu Monica. Saya tidak tahu mengapa Shagun jadi seperti itu. Dari tadi Shagun memang mengabaikan saya tapi waktu saya tanya soal maminya Shagun malah menangis dan berlari makanya ini saya kejar," sahut Clara.
"Untuk apa Anda menanyakan tentang maminya Shagun?!" sentak Jagat membuat tubuh Clara bergetar hebat. Ia tidak tahu kesalahan fatal apa yang sudah ia perbuat sehingga pria tampan yang ia yakini sebagai papinya Shagun ini bisa berteriak padanya.
Jagat langsung berjalan melalui Clara menuju kamar Shagun.
"Ma-maaf, maafkan saya, Bu Monica," lirih Clara.
"Saya juga minta maaf atas semua yang sudah terjadi di rumah ini dan juga tentang sikap Shagun dan Papinya. Sekarang Bu Clara bisa pulang karena Shagun tidak akan mungkin kembali belajar dalam situasi seperti ini," ucap Monica.
"Ta-tapi apa saya telah membuat kesalahan dengan menanyakan keberadan maminya Shagun?" tanya Clara.
"Maminya Shagun sudah meninggal jadi Shagun sedih jika mengingat maminya."
"Me-meninggal? Saya sungguh tidak tahu, Bu Monica. Sekali lagi maafkan saya."
"Tidak masalah, Bu Clara."
"Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Clara.
Monica mengangguk menjawab ucapan Clara. Ia lalu berjalan menuju kamar cucu semata wayangnya itu.
"Shagun, sini lihat Papi," ucap Jagat.
"Nggak mau, aku nggak punya Mami. Teman-teman aku semuanya punya mami, bunda, mama, ibu tapi aku nggak punya sendiri," ucap Shagun seraya menangis.
"Tapikan Shagun punya Papi, punya Oma dan Opa juga," sahut Jagat.
"Aku mau Mami ... aku mau punya Mami." Tangisan Shagun semakin pecah.
Jagat memeluk tubuh Shagun. Hatinya mencelos saat melihat putrinya sesedih ini. Meskipun ia juga merasa sangat kehilangan sesosok Aakriti dalam hidupnya namun sampai sekarang ia juga belum bisa memahami bagaimana rasanya ditinggal seorang ibu dari lahir karena ia sendiri sampai saat ini juga masih dilimpahi kasih sayang dan perhatian dari mama dan papanya.
Melihat keadaan Shagun dan Jagat hati Monica juga ikut sedih. Ia tak tega melihat Shagun terus menangisi maminya yang telah tiada.
Sudah berkali-kali Shagun meminta Jagat untuk memberikannya mami yang baru namun Jagat masih tetap setia dengan kesendiriannya.
Setelah beberapa lama akhirnya Shagun diam juga. Karena lelah menangis akhirnya anak usia lima tahun itu tertidur.
Setelah Shagun tidur, Jagat dan Monica berjalan keluar meninggalkan kamar Shagun. Mereka duduk di ruang tengah seraya meminum teh yang baru saja disuguhkan oleh pelayan.
"Gimana kalau udah gini? Sudah Mama katakan sama kamu berulang kali kalau Shagun itu membutuhkan sesosok ibu untuknya," ucap Monica lirih karena ia tak ingin semakin membuat Jagat tertekan.
"Nggak semudah itu menikahi seorang perempuan kan, Ma," ucap Jagat.
"Apa selama ini nggak ada satu perempuan pun yang kamu taksir?" tanya Monica.
"Nggak ada."
***
Keesokan harinya Jagat terpaksa harus membolos dari kantor atas permintaan putri semata wayangnya. Pagi ini Shagun telah memohon padanya untuk tidak pergi ke kantor. Ia juga meminta agar Jagat memperbolehkannya bolos dari sekolah.
Sekarang ini Shagun sedang bermanja-manja di pangkuan Jagat.
"Terus ini sekarang kita mau apa? Kamu nggak membolehkan Papi berangkat ke kantor dan kamu juga nggak pergi ke sekolah. Kamu mau Papi jadi pengangguran karena dipecat sama Opa dan kamu juga mau jadi orang yang nggak pandai karena bolos sekolah?"
Mendengar kalimat papinya malah membuat Shagun terkikik geli.
"Kamu kok malah ketawa?" tanya Jagat.
"Papi, mana mungkin Opa pecat Papi. Kan Papi karyawan terbaik. Lalu aku nggak akan jadi anak bodoh karena aku ini anak yang cerdas karena aku anak Papi. Aku bahkan bisa bicara dengan dua bahasa asing kan," ucap Shagun.
"Kamu ini bisa saja ya," ucap Jagat.
"Maaf, Tuan. Di depan ada guru lesnya Nona Shagun," ucap seorang pelayan yang baru saja datang menghampiri Jagat dan Shagun.
Shagun dan Jagat saling melempar tatapan. Jagat mengerti arti dari tatapan sang putri yang tentu saja menolak kedatangan guru lesnya itu.
"Kalau begitu kamu tunggu di sini biar Papi yang keluar." Jagat menurunkan tubuh Shagun ke sofa lalu ia berjalan menuju ruang tamu.
"Selamat siang, Pak. Saya ke sini untuk memberi bimbingan belajat Shagun," ucap Clara.
"Maaf, tapi putri saya sudah tidak mau lagi melakukan bimbingan belajar," ucap Jagat.
"Tapi Pak, saya mohon beri saya satu kesempatan lagi," ucap Clara.
"Aku nggak mau!" seru Shagun yang tiba-tiba berdiri di belakang Jagat.
"Shagun? Kan sudah Papi bilang suruh tunggu di dalam," ucap Jagat.
"Papi, aku nggak mau sama Bu Clara," ucap Shagun membuat Clara membelalakan kedua matanya.
"Bu Clara, Anda sudah mendengarnya sendiri dari mulut putri saya jadi saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Maaf," ucap Jagat.
"I-iya, Pak. Kalau begitu saya permisi," ucap Clara. Ia lalu pergi meninggalkan rumah mewah Jagat dengan hati yang dongkol. Bagaimana tidak, tujuannya nekat datang ke rumah mewah ini setelah kemarin ia dibentak adalah untuk kembali membujuk Shagun agar mau melakukan bimbingan belajar dengannya apalagi setelah ia tahu bahwa papi Shagun adalah duda keren yang kaya raya. Ia tiba-tiba saja berharap lebih dengan papi Shagun. Padahal ia juga sudah berdandan sedemikian rupa agar menarik perhatian papinya Shagun.
"Ayo sebaiknya kita masuk." Jagat menggandeng tangan Shagun.
Pelayan segera menutup pintu setelah kedua majikannya itu berjalan masuk.
"Kalau kamu nggak mau les terus gimana sama belajar kamu, Shagun? Papi kan nggak bisa bantuin kamu kerjakan tugas dari sekolah kalau Papi sedang sibuk," ucap Jagat setelah ia dan Shagun kembali ke sofa ruang tengah.
"Siapa bilang aku nggak mau les lagi?"
"Emangnya kamu masih mau?" Jagat merasa dibingungkan dengan kalimat putrinya ini.
"Masih."
Jagat tersenyum, kalau begitu nanti biar Joana yang carikan guru les privat buat kamu," ucap Jagat.
Shagun menggelengkan kepalanya. "Nggak perlu, Papi. Aku udah ada guru les sendiri."
"Siapa? Oma?!"
Shagun kembali terkikik geli saat Jagat menduga Monica yang menjadi guru les privatnya. "Oma mana bisa ngajarin tugas aku. Nanti Oma bisa pusing dan nggak bisa ikut pergi arisan," sahut Shagun.
"Lalu siapa kalau bukan Oma?"
"Kak Jasmine. Aku cuma mau diajarin sama Kak Jasmine."
"Kak Jasmine? Bu Jasmine yang waktu itu kamu ceritain itu?" tanya Jagat memastikan.
"Iy, Papi. Besok Papi antarkan aku ke tempat bimbel itu ya," ucap Shagun.
"Nggak bisa besok dong, Sayang. Besok kamu bisa pergi sama Oma. Soalnya besok Papi udah kerja, kan sekarang ini Papi udah kamu minta bolos kerja. Nanti bisa-bisa Opa benar-benar pecat Papi jadi karyawan."
"Kalau Opa pecat Papi jadi karyawan ya Papi daftar aja jadi bos seperti Opa," sahut Shagun membuat Jagat tersenyum seraya menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
"Kalau begitu sekarang saja kita ke tempat bimbingan belajar itu, bagaimana?" saran Jagat.
"Iya, Papi. Sekarang aja nggak pa-pa, tapi sebelumnya aku mau ajak Papi makan siang romantis berduaan aja di luar," ucap Shagun.
"Kamu tahu dari mana kata-kata romantis?" tanya Jagat.
Tak menjawab, Shagun hanya kembali tersenyum.
***
Bersambung
Semarang, 23 September 2021
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top