Part 49
"Makanannya udah habis, jadi sekarang kamu udah bisa pulang. Makasih makan siangnya," ucap Jasmine.
"Kita pulang bersama," sahut Jagat.
"Kamu pulang duluan aja. Masih ada yang harus aku kerjakan."
"Kalau gitu aku temani kamu di sini."
"Kamu jangan konyol ya, Jagat. Kalau kamu kelamaan di sini mereka akan jadi curiga sama kita," ucap Jasmine geram.
"Nggak masalah kan, lagipula kita juga pinya hubungan khusus jadi wajar kalau aku di sini."
"Mereka nggak tahu soal hubungan kita."
"Kalau begitu kita beritahu mereka saja agar mereka bisa memaklumi kalau aku menemui kamu."
"Enggak! Aku nggak setuju. Aku nggak mau hubungan kita diketahui banyak orang."
"Kenapa? Kamu masih malu punya calon suami kayak aku gini? Sayang, biar pun aku ini seorang duda tapi aku nggak takut kalau harus bersaing sama mereka yang masih lajang. Aku tampan, badan oke, karir bagus, dan yang paling penting aku punya cinta yang luar biasa dahsyat buat kamu."
Jasmine memutar bola matanya mendengar ucapan Jagat. "Kamu ini terlalu percaya diri. Sombong!"
"Bukan sombong, Sayang, tapi ini kenyataan. Lagian kamu itu malu tanpa alasan tahu nggak sih?!"
"Tanpa alasan gimana? Jagat, aku itu dulu paling anti sama laki-laki yang berstatus sebagai suami orang dan berstatus duda. Dan sekarang lihat, sekarang aku malah punya pacar duda," rengek Jasmine di akhir kalimatnya.
"Duda juga manusia yang berhak bahagia kali,Yank." Jagat menekuk wajahnya menanggapi kalimat Jasmine.
"Yaa terserah padamu saja. Udah ah mending kamu segera pulang aja."
"Kamu juga ikut pulang sama aku."
"Aku masih ada kerjaan di sini, Jagat. Lagipula kamu apa nggak ada kerjaan lain di kantor sih?! Ini masih terlalu siang untuk meninggalkan kantor," ucap Jasmine.
"Aku bosnya, jadi nggak masalah kalau aku melakukan apapun yang aku mau, termasuk kalau aku menghabiskan waktu sama kamu," ucap Jagat.
"Sekarang terserah sama kamu, kamu mau ikut aku pulang atau aku terpaksa harus tetap berada di sini," sambung Jagat.
"Jagat, aku baru saja sampai di sini dan biasanya aku akan pulang kalau hari sudah sore."
"Oke, kalau gitu aku aja yang di sini."
"Enggak, jangan di sini. Oke aku akan ikut kamu." Jasmine akhirnya mengalah. Dirinya tak akan membiarkan Jagat terus menerus berada di dalam ruangannya ini, karena itu tentunya akan menimbulkan berbagai prasangka buruk untuknya dan Jagat.
Jasmine berjalan menuju meja kerjanya untuk mengambil tasnya. "Ayo, cepat kita keluar dari sini." Jasmine berdiri di hadapan Jagat.
Jagat pun tersenyum lalu menggandeng tangan Jasmine.
"Kamu keluar dulu, baru setelah itu aku yang keluar. Aku nggak mau jalan bareng sama kamu."
"Oke." Akhirnya Jagat menuruti keinginan Jasmine. Ia berjalan mendahului Jasmine keluar menuju mobilnya terparkir.
Setelah lima menit berlalu barulah Jasmine keluar dari ruangannya. Ia berhenti sejenak untuk berpamitan pada Mira setelah itu barulah ia menyusul Jagat masuk ke mobil Jagat.
Mobil pun mulai melaju saat Jasmine sudah masuk ke mobil.
"Kamu mau ke mana? Ada tempat yang ingin kamu kunjungi?" tanya Jagat.
"Nggak ada."
"Kalau gitu kita pulang aja."
Jasmine mengerutkan keningnya saat mobil berbelok ke arah lain. "Loh katanya mau pulang? Ini bukan jalan ke arah rumah aku," ucap Jasmine.
"Kita memang mau pulang tapi aku nggak ngomong kalau kita akan pulang ke rumah kamu kan? Kita pulang ke rumah kita."
"Rumah kita?" gumam Jasmine.
"Ya, waktu itu juga sudah aku katakan sama kamu kalau rumah aku sekarang ini adalah rumah kamu juga. Itu berarti itu rumah kita kan."
"Konyol!" seru Jasmine.
Jagat tak ingin mengatakan hal apupun lagi. Ia tahu jika Jasmine tak akan mau ia ajak pergi ke suatu tempat yang merupakan tempat umum, jadi tempat yang paling memungkinkan untuk mereka bisa menghabiskan waktu bersama adalah di rumahnya sendiri.
Mobil pun berhenti di depan rumah. Seperti biasa, para pelayan berjejer menyambut kedatangan majikannya itu.
Jagat membawa Jasmine memasuki rumah. Meskipun para pelayan menundukan kepalanya namun Jasmine tetap saja merasa malu karena beberapa hari ini ia datang ke rumah ini, padahal tak ada jadwal les privat dengan Shagun.
"Terus ini kita mau apa di sini?" Tanya Jasmine saat ia mengikuti Jagat berjalan menuju ruang kerjanya.
"Kamu mau apa aku turuti."
"Aku nggak mau apa-apa. Lagian kan kamu yang maksa aku buat datang ke sini," ucap Jasmine.
"Entah kenapa aku nggak mau pisah dari kamu, walaupun sedetik pun. Maka dari itu mari kita menikah jadi kita bisa tinggal bersama di sini," ucap Jagat.
"Bahasnya itu-itu terus perasaan deh," ucap Jasmine.
"Aku nggak akan bahas tentang pernikahan kalau kita udah resmi menikah," ucap Jagat.
Sampai di ruang kerja, Jagat membawa Jasmine duduk di sofa. Seorang pelayan datang untuk menawarkan minuman pada kedua majikannya itu.
"Aku ada sedikit pekerjaan, kamu tunggu sebentar setelah ini semua waktuku hanya untuk kamu," ucap Jagat.
Jasmine hanya diam karena menurutnya ia malah merasa bersyukur karena Jagat ternyata memiliki pekerjaan. Jadi Jagat tak akan mengganggunya untuk beberapa waktu ke depan.
Jagat berjalan menuju meja kerjanya untuk mengerjakan pekerjaannya, sedangkan Jasmine menunggu Jagat dengan duduk di sofa.
Beberapa saat Jagat terlalu fokus dengan pekerjaannya hingga saat ia menyelesaikan pekerjaannya baru dirinya menyadari bahwa Jasmine tertidur di sofa dengan posisi duduk bersandar di pojokan sofa.
Jagat tersenyum, ia berjalan menghampiri Jasmine. Wajah cantik Jasmine telah membuatnya lupa diri hingga secara perlahan, dirinya mulai mendekatkan wajahnya sehingga bibirnya bisa menyentuh bibir Jasmine yang terkatup.
Mula-mula hanya mengecup namun rasanya kurang puas jika hanya mengecup bibir yang sudah membuatnya candu itu. Ia mulai menggerakkan bibirnya lalu melesakan lidahnya di sela bibir Jasmine dan mulai menggoda agar Jasmine juga membuka bibirnya.
Jagat tersenyum menang kala Jasmine membalas ciuamannya tak kalah agresifnya. Ia tahu bahwa penolakan yang Jasmine lalukan kepadanya selama ini hanya kepura-puraan sebab ia tahu dengan pasti jika apa yang ia rasakan dan ia inginkan juga dirasakan dan diinginkan oleh Jasmine.
Jasmine mulai membuka kedua matanya, hal pertama yang ia lihat adalah mata Jagat yang menatap ke arahnya. Sesaat ia menghentikan pergerakan bibirnya karena ia sedikit terkejut dengan posisinya saat ini. Namun sorot mata Jagat membuat dirinya semakin terhipnotis dan hanyut dalam lautan cinta Jagat. Hingga tanpa sadar ia kembali menggerakan bibirnya untuk meraup bibir Jagat. Bahkan sekarang ini ia malah mengalungkan kedua tanggannya ke leher Jagat.
Jagat menurunkan ciumannya ke leher Jasmine hingga membuat Jasmine semakin terbuai dan malah mendongakan kepalanya agar ia bisa mendapat sentuhan lebih dari seorang Jagat. katakanlah saat ini dirinya sudah gila karena secara sadar ia memasrahkan dirinya begitu saja kepada Jagat, pria yang selama berbulan-bulan ini ia hindari.
"Jagat."
"Iya, Sayang." Sahut Jagat di sela-sela ciumannya. Bahkan saat ini tangan Jagat sudah meremas pelan dada Jasmine dari luar bajunya.
Jagat semakin menggila merasakan tubuh Jasmine yang mengeliat kecil akibat ulah nakalnya ini. Sorot matanya semakin dalam dan tajam menatap Jasmine yang seakan pasrah tak melakukan perlawanan apapun kepadanya.
Jasmine berjengkit kaget saat tangan Jagat sudah memasuki rok yang ia kenakan dan meraba paha dalamnya. "Jagat, hentikan."
Jasmine memundurkan tubuhnya menjauh yang semula bersender pada sofa hingga tubuhnya bisa dikurung oleh tubuh Jagat. "Kita sudah terlampau jauh." Jasmine menunduk dan melihat kancing kemeja yang ia pakai sudah terbuka dua. Ia pun lansung kembali mengancingkan kancing kemejanya itu untuk menghindari hal-hal yang tidak-tidak.
"Sepertinya kita sudah harus menikah, Sayang."
"Sepertinya aku harus segera pulang," ucap Jasmine yang tak mau merespon ajakan Jagat untuk menikah.
"Kalau aku tetap di sini nggak akan baik buat kita berdua," sambung Jasmine.
"Tapi aku masih pengen sama kamu," sahut Jagat.
"Nggak bisa, Jagat. Kita aja baru sampai dan kamu udah giniin aku. Terus gimana kalau udah lama di sini?!"
"Iya, aku sadar itu. Entah mengapa aku nggak bisa kontrol diri aku sendiri kalau lagi sama kamu gini. Aku minta maaf."
"Aku belum pernah dekat sama laki-laki ataupun pacaran. Ini pengalaman pertama aku tapi kayaknya aku udah melewati batas wajar deh."
"Makanya sebaiknya kita menikah," ucap Jagat.
"Aku masih bingung dengan perasaan aku ke kamu dan bingung dengan hubungan kita, Jagat."
"Kamu itu juga cinta sama aku dan aku tahu itu dengan pasti. Tapi aku juga tahu kalau kamu selalu mencoba mengingkari perasaan kamu itu. Nggak seharusnya kamu kayak gitu, Sayang. Biarpun aku duda dan udah punya satu anak tapi aku bisa buat kamu bahagia bahkan aku juga bisa buat kamu bangga karena kamu punya pendamping seperti aku gini."
"Masalahnya nggak semudah itu. Dari dulu aku udah koar-koar kalau aku nggak akan mau berhubungan sama pria yang berstatus suami orang ataupun pria berstatus duda. Jadi kalau aku ngumumin hubungan kita, terus gimana reaksi orang-orang?! Mau ditaruh ke mana muka aku?"
"Makanya jadi orang jangan suka sesumbar kayak gitu, kena batunya sendiri kan?! Untung aja duda yang cinta sama kamu ini duda keren dengan segala kelebihannya, coba aja kalau enggak, mau gimana lagi kamu?!" ucap Jagat. Ia tak merasa tersinggung sedikitpun dengan pengakuan Jasmine namun ia malah menyalahkan sikap Jasmine yang terlalu sesumbar.
Jasmine hanya terdiam mendengar omelan Jagat karena ini memang salahnya sendiri. Padahal tak ada salahnya pria dengan status duda, apalagi dudanya bukan karena cerai hidup tetapi cerai mati.
***
Bersambung
Semarang, 21 November 2021
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top