Part 43

Jasmine masuk ke rumah dengan perasaan dongkolnya. Ia masih tak menyangka jika ia berpacaran dengan Jagat. Meskipun ia tak berkata 'iya' untuk menyetujui Jagat, namun tetap saja Jagat sudah menganggap kalau mereka saat ini sedang berpacaran.

"Jasmine, kamu udah pulang?" tanya Mardina saat Jasmine sampai di ruang tengah.

Keluarga Jasmine memang senang berkumpul di ruang tengah. Sejak dulu ruang tengah selalu menjadi tempat favorit untuk keluarganya. Setelah sibuk dengan rutinitas di laur rumah anggota keluarga biasanya akan berkumpul untuk mengobrol satu sama lain agar kedekatan dan keharmonisan keluarga tetap terjaga.

"Iya, Ma." Jasmine menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

"Gimana acaranya tadi?" tanya Benjamin.

"Ya cuma gitu-gitu aja kok, nggak ada yang istimewa," sahut Jasmine.

"Tapi kok muka kamu kelihatan bete gitu?" tanya Benjamin.

"Ya kan dari awal aku nggak seneng datang ke acara makan malam ini, Pa."

"Kamu mau makan lagi di rumah?" tawar Benjamin.

"Papa nggak usah nawarin Jasmine makan lagi. Nanti dia jadi tambah gemuk," ucap Mardina.

"Emangnya aku gemuk, Ma? Mana? Masih langsing kok." Ucap Jasmine melihat tubuhnya sendiri yang bisa dijangkau oleh indra penglihatannya tanpa bantuan cermin.

"Enggak juga kok. Kamu masih langsing kayak model," ucap Benjamin.

"Iya tapi nanti kalau nggak dikontrol lama-lama kamu jadi model baju big size," celetuk Mardina.

"Iisshh ... Mama suka gitu deh kalau sama aku," rengek Jasmine.

Jasmine memang berbeda dengan Rosaline, meskipun sama-sama mandiri dalam hal berkarir namun Jasmine masih saja sering merengek, manja dan kekanak-kanakan.

Benjamin tertawa terbahak karena percakapan istrinya dan anak bungsunya itu.

"Papa malah ikutan ketawa," tegur Jasmine.

"Udah ah, aku mau tidur dulu. Aku nagntuk." Jasmine bangkit dari sofa lalu berjalan menaiki anak tangga.

Sampai di kamar Jasmine langsung membasuh wajahnya dan membersihkan wajahnya itu dari make up lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.

Setelah ritual pembersihannya selesai, Jasmine pun membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia mengambil ponselnya dari dalam tasnya.

Jasmine menatap tanpa minat ke arah layar ponselnya ketika ia mendapati dua panggilan tak terjawab dari Jagat.

"Ngapain sih dia telpon-telpon segala," gumam Jasmine yang lalu meletakan ponselnya kembali ke atas nakas. Untuk saat ini ia masih tak memiliki niat untuk berbicara dengan Jagat.

***

Joana datang bersama Shagun setelah beberapa saat kemudian, namun mereka tak menemukan keberadaan Jagat ataupun Jasmine.

"Di mana Papi dan Kak Jasmine?" tanya Shagun pada Joana.

"Bibik Joana juga tidak tahu, Sayang," sahut Joana.

"Pelayan, di mana Pak Jagat dan Bu Jasmine?" tanya Joana pada seorang pelayan.

"Mereka sudah pergi."

"Ohh baiklah," ucap Joana.

"Kak Jasmine sudah pulang?" tanya Shagun.

"Ya sepertinya begitu, Sayang. Ini sudah cukup malam, sebaiknya kamu pergi ke kamarmu," ucap Joana.

"Baiklah," sahut Shagun.

"Selamat beristirahat," ucap Joana pada Shagun.

Shagun berjalan menuju kamarnya, sedangkan Joana menunggu Jagat pulang dengan duduk di sofa ruang tamu.

Kepulangan Jagat disambut sangat ramah oleh Joana.

"Selamat malam, Pak. Bagaimana hasilnya?" tanya Joana antusias.

"Yaa meskipun belum terlalu berhasil tapi lumayanlah. Kamu mendapatkan apa yang kamu mau. Kamu bisa mulai ambil cuti besok."

"Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya pulang dulu." Senyum tak mau pergi dari bibir Joana. Ia merasa bahagia melebihi saat ia mendapatkan lotre.

"Supir sudah menunggumu di depan," ucap Jagat.

"Iya, terima kasih." Joana berjalan cepat keluar dari rumah Jagat.

***

Shagun tertegun melihat wajah papinya yang sangat terlihat ceria pagi ini. Meskipun terheran, namun ia juga mersaa senang hingga ia ikut tersenyum.

"Papi."

"Iya?"

"Papi nggak sedang ulang tahun kan?"

"Enggak. Kenapa, Sayang?" tanya Jagat bingung.

"Tapi kenapa Papi terlihat sangat bahagia? Papi terus tersenyum dari tadi," tanya Shagun.

"Papi akan terus tersenyum bahagia seperti ini, Shagun. Nggak hanya Papi tapi kamu juga," ucap Jagat.

"Cepat selesaikan sarapanmu dan cepatlah berangkat. Supir sudah menunggumu di depan."

"Iya, Papi."

Selesai sarapan Jagat mengantarkan Shagun menuju ke mobil yang akan dipakai Shagun. Setelah itu ia pun berjalan menuju mobil yang akan ia pakai.

"Kita ke Jalan Sriwijaya dulu," ucap Jagat pada supir setelah ia berada di dalam mobil.

"Baik, Tuan." Supir melajukan mobilnya menuju ke tempat yang Jagat perintahkan padanya.

Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, mobil pun berhenti di depan rumah Jasmine.

Jagat menuju rumah Jasmine tanpa memberitahu Jasmine terlebih dulu. Ia ingin memberikan sedikit kejutan untuk kekasih barunya itu.

Jagat melihat ada sebuah taksi yang berhenti di depan pintu gerbang rumah Jasmine. Tak lama kemudian ia melihat Jasmine keluar dari pintu gerbang. Sepertinya Jasmine masih belum menyadari keberadaannya.

Saat membuka pintu taksi, Jasmine tak sengaja menolehkan kepalanya ke arah tempat mobil Jagat terparkir. Matanya pun terbelalak ketika dirinya menyadari bahwa memang benar jika itu adalah mobil milik Jagat.

"Jagat?!" seru Jasmine. Sontak saja pandangan matanya mengawasi ke sekelilingnya. Ia melihat apakah keadaan aman ataukah tidak.

Merasa situasi aman, Jasmine langsung berlari mengendap-endap menghampiri mobil Jagat. Belum sampai ia mengetuk jendela, Jagat sudah membukanya.

"Hai, Sayang," sapa Jagat dengan senyumannya.

Jasmine membelalakan matanya. "Cepat tutup jendelanya sebelum ada orang yang melihat!"

"Loh kenapa emangnya? Aku mau jemput kamu."

"Nggak usah. Kamu pergi sekarang, aku udah pesan taksi," tolak Jasmine.

"Nggak. Aku nggak akan pergi dari sini kalau kamu nggak mau ikut sama aku," ucap Jagat.

"Oke, tunggu sebentar. Cepat tutup jendelanya." Jasmine berlari menghampiri taksi yang sudah ia pesan itu. Ia mengambil selembar uang berwarna biru dari dalam tasnya lalu ia berikan pada supir taksi sebagai kompensasi pembatalan taksi. Setelah itu ia kembali berlari menghampiri mobil Jagat.

"Geser!" Seru Jasmine saat ia membuka pintu mobil Jagat.

Dengan terpaksa Jagat menggeser tempat duduknya agar Jasmine bisa duduk di sebelahnya.

"Jalan, Pak," ucap Jagat pada supirnya.

"Lain kali kamu nggak usah ke sini lagi. Aku nggak mau orangtuaku samapai melihat kamu ngantar jemput aku." Jasmine menatap Jagat dengan wajah sebalnya.

"Emangnya kenapa?"

"Jagat, kamu harusnya ngerti kondisi aku. Aku nggak mau kalau Papa sama Mamaku bertanya-tanya tentang kamu. Aku nggak bisa jawab kalau sampai mereka melihat kamu ada di sini," ucap Jasmine.

"Kamu tinggal jawab aja kalau kita ini udah pacaran dan aku datang ke sini baut jemput kamu. Papa sama Mama kamu pasti senang karena memiliki calon menantu yang tanggung jawab seperti aku."

Jasmine memalingkan wajahnya dari Jagat. Ia tak akan menang jika berdebat dengan Jagat. Jagat akan melalukan segala cara untuk membuatnya terpojok dan berada dalam situasi sulit.

"Nanti kamu pulang jam berapa?" tanya Jagat setelah mereka terdiam sampai beberapa saat.

"Buat apa tanya-tanya?!" ketus Jasmine tanpa ingin menolehkan kepalanya ke arah Jagat.

"Nanti aku akan menjemput kamu."

"Kamu bukan supir pribadiku. Lagipula kegiatanku banyak. Setelah pulang mengajar dari sekolah aku akan pergi ke bimbel."

"Nggak masalah. Aku akan luangkan waktu untuk kamu," ucap Jagat.

"Aku nggak mau."

"Aku akan tetap memaksa," ucap Jagat.

"Aku akan menghentikan hubungan kita kalau kamu tetap nekat antar jemput aku!" seru Jasmine.

"Memangnya apa hubungan kita?"

"Jagat!" sentak Jasmine.

"Iya, baiklah, Sayang, jangan marah lagi dong. Tapi ngomong-ngomong aku suka kamu manggil aku kayak gitu. Namaku terdengar indah jika kamu yang menyebutkannya," ucap Jagat.

"Hentikan gombalanmu, Jagat. Memangnya kamu nggak malu kalau aku manggil kamu dengan sebutan Pak seperti biasanya?!"

"Apapun panggilan dari kamu, aku akan menerimanya. Tapi memanggil nama saja itu lebih baik dari pada kamu manggil aku dengan sebutan Pak," ucap Jagat.

"Heemm ... meskipun sebenarnya aku risih memanggil kamu seperti itu. Kamu terlihat jauh lebih tua dari pada aku. Mungkin saja aku harus memanggilmu Kakak atau Om."

Jagat tertawa mendengar ucapan Jasmine. "Jangan memanggil aku seperti itu, Sayang. Kalau kamu memanggil aku dengan sebutan Om, aku yakin mereka yang mendengarnya akan berpikir kalau kamu ini adalah sugar baby."

"Iisshhh!" Jasmine meringis membayangkan orang-orang menyebutnya dengan sebutan seperti itu. Dirinya bukan orang yang matre dan menggunakan tubuhnya untuk mendapatkan uang. Tanpa pria kaya pun dirinya sudah bisa membeli apapun yang dirinya inginkan.

Jagat tertawa melihat reaksi Jasmine.

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah tempat Jasmine mengajar.

"Baiklah aku masuk dulu. Terima kasih tumpangannya," ucap Jasmine.

"Sama-sama, Sayang. Nanti sore aku jemput kamu dari bimbel. Heem?!"

"Nggak perlu. Jangan coba-coba!" amcam Jasmine. Ia lalu keluar dari mobil Jagat.

***

Bersambung

Semarang, 17 November 2021

Silvia Dhaka

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top