Part 4
Jasmine memasuki tempat bimbingan belajar miliknya, saat di meja resepsionist Mira berdiri menyapa Jasmine seperti biasa.
"Selamat soore, Bu Jasmine."
"Selamat sore, Mira."
"Ah, Bu Jasmine." Ucap Mira sebelum Jasmine semakin jauh melangkah.
"Ada apa, Mira?"
"Anda sudah ditunggu sama Bu Anggun. Sepertinya Bu Anggun ingin mengeluhkan sesuatu pada Anda," ucap Mira.
"Mengeluh? Sekarang Bu Anggun ada di mana?" Dahi Jasmine mengerut mendengar ucapan Mira.
"Masih mengajar di kelasnya."
"Kalau begitu setelah kelasnya selesai katakan padanya untuk segera menemui saya soalnya saya nggak akan lama di sini," ucap Jasmine.
"Baik, Bu."
Jasmine berjalan menuju ruangannya. Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya.
"Masuk!" seru Jasmine.
"Selamat sore, Bu Jasmine."
"Ya, silakan duduk, Bu Anggun," ucap Jasmine.
Anggun tersenyum menyapa Jasmine lalu duduk di kursi yang ada di seberang meja kerja Jasmine.
"Ada hal penting yang kamu mau bicarakan sama saya?" tanya Jasmine.
"Iya, Bu Jasmine. Begini, ini soal anak yang bernama Shagun."
"Shagun? Ada apa dengan anak itu?"
"Selama seminggu ini Shagun tidak mengikuti bimbingan saya dengan baik. Dan tadi dia meminta untuk dibimbing sama Anda. Saya sudah katakan pada Shagun kalau itu nggak bisa tapi ternyata anak itu keras kepala. Bahkan tadi dia nekat keluar dari kelas saya begitu saja. Sepertinya saya sudah tidak bisa mengatasi anak keras kepala seperti Shagun," ucap Anggun.
"Shagun bisa seperti itu? Saya pikir Shagun adalah anak yang manis," ucap Jasmine.
"Saya rasa anak seperti Shagun lebih baik mendapat guru les privat saja di rumahnya. Dia tidak cocok belajar bersama-sama dengan teman sebayanya di kelas," ucap Anggun.
"Nanti akan coba saya diskusikan hal ini kepada walinya dulu."
"Kalau begitu saja permisi kembali ke kelas, Bu. Terima kasih telah mendengarkan keluhan saya," ucap Anggun.
"Iya, sama-sama, Bu Anggun."
"Ada apa dengan Shagun? Tapi kupikir dia adalah gadis kecil manis yang penurut," gumam Jasmine saat Anggun sudah keluar dari ruang kerjanya.
"Akan kucoba menghubungi Bu Monica." Jasmine menggunakan telpon kantor untuk menghubungi Mira.
"Mira, tolong carikan data-data dari Shagun," ucap Jasmine melalui sambungan telponnya.
"Shagun Aakriti? Anak berwajah India itu, Bu Jasmine?" tanya Mira.
"Iya, yang baru seminggu yang lalu mendaftar di sini."
"Baik, Bu Jasmine. Akan saya carikan," sahut Mira.
"Dokumennya bawa ke ruangan saya."
"Baik, Bu."
Tak lama kemudian pintu ruangan Jasmine kembali diketuk, kali ini ia sudah tahu kalau yang datang pasti adalah Mira.
"Masuk, Mira!"
"Ini data-data dari Shagun Aakriti, Bu." Mira menyerahkan satu map berwarna hijau kepada Jasmine.
"Terima kasih."
"Saya permisi kembali ke depan, Bu."
"Apa ini? Mengapa di sini hanya ada nomer Bu Monica? Memangnya orangtua Shagun nggak mau mengurusi anaknya apa? Coba aku telpon Bu Monica saja deh," gumam Jasmine setelah Mira meninggalkan ruangannya.
Jasmine memencet tombol angka sesuai dengan nomer yang tertera di kertas yang ia baca.
"Halo selamat sore. Apa ini benar dengan Ibu Monica Sigh Paraduta?" sapa Jasmine dengan ramah setelah telponnya tersambung.
"Iya, saya sendiri. Maaf ini dengan siapa?"
"Saya Jasmine dari JM Smart, Bu Monica," sahut Jasmine.
"Ohh ini Bu Jasmine ya. Halo, apa kabar Bu Jasmine?"
"Saya baik, Bu. Emm ... saya menghubungi Anda karena saya ingin membicarakan soal Shagun Aakriti. Baru saja saya mendapatkan keluhan tentang Shagun dari guru pembimbingnya. Selama satu minggu ini Shagun tidak mengikuti bimbingan belajarnya dengan baik, bahkan tadi Shagun malah pergi meninggalkan kelasnya begitu saja."
"Ohh itu ... begini, Bu Jasmine. Tadi Shagun mengeluh kepada saya kalau dia nggak suka sama kelasnya dan teman-temannya. Katanya Shagun ingin les privat saja," ucap Monica.
"Iya, sebenarnya saya juga ingin menyarankan seperti itu kepada Anda. Kebetulan di JM Smart ini juga menyediakan beberapa guru les privat yang bisa membimbing anak belajar di rumah anak itu masing-masing. Jadi Anda bisa menggunakan itu sebagai opsi lain dari pada mengikuti kelas bimbingan belajar," ucap Jasmine.
"Iya, Bu Jasmine."
"Sepertinya Shagun kurang bisa berbaur dengan teman-temannya yang lain," ucap Jasmine.
"Iya, mungkin itu karena Shagun sudah terbiasa dengan dunianya sendiri. Emm kalau begitu bisa Anda kirimkan guru terbaik untuk cucu kesayangan saya?"
"Tentu saja bisa, Bu Monica. Besok akan saya kirimkan guru terbaik di bimbingan belajar saya ini. Alamat rumah yang dituju seperti pada yang tertera di biodata Shagun ya, Bu?" ucap Jasmine.
"Iya, Bu Jasmine. Itu alamat rumah saya. Tapi sebenarnya ada satu alamat lagi, alamatnya di jalan Indrapasta."
"Indrapasta?" gumam Jasmine.
"Iya, yang tertera di biodata itu alamat rumah saya dan Indrapasta itu adalah alamat rumah anak saya. Papinya Shagun," ucap Monica.
"Baik kalau begitu. Saya akhiri sambungan telpon ini. Selamat sore."
"Selamat sore."
Jasmine mendesah lelah mengatasi satu murid barunya ini. Beginilah resikonya menjadi tenaga pendidik dan membuka bimbingan belajar, ia harus memiliki kesabaran ekstra untuk menangani bernagai masalah yang ditimbulkan oleh anak-anak didiknya.
"Mira, bisa tolong panggilkan Bu Clara?" ucap Jasmine dari sambungan telponnya.
"Baik, Bu Jasmine."
"Terima kasih." Jasmine menutup telponnya.
Tak lama kemudian pintu ruang kerjanya kembali diketuk dan Jasmine pun langsung mempersilakan masuk si pengetuk pintu.
"Bu Jasmine, Anda memanggil saya?"
"Iya, Bu Clara. Mari silakan duduk," ucap Jasmine.
Perempuan bernama Clara itu duduk di kursi yang berada di seberang tempat duduk Jassmine.
"Bu Clara besok datanglah ke alamat rumah ini untuk mengajar privat seorang anak bernama Shagun. Ini alamat dan nomer telpon yang bisa dihubungi." Jasmine menyerahkan sebuah kertas kepada Clara.
"Baik, Bu."
"Anda bisa kembali ke kelas," ucap Jasmine.
Clara berjalan keluar dari ruangan Jasmine.
Hari sudah semakin sore, seperti yang mama dan papanya inginkan mulai sekarang ia akan berusaha untuk pulang sedikit lebih awal, untuk itu sudah beberapa hari ini ia tak mengambil untuk mengajar di kelas bimbingan belajarnya ini. Setiap hari setiap pulang dari mengajar di sekolah ia akan datang ke tempat bimbingan belajarnya ini.
Jasmine mengemasi barang-barangnya setelah itu ia berjalan keluar dari ruangannya. Sampai di meja Mira, ia sengaja menghentikan langkahnnya untuk berpamitan. Menurutnya ia harus berpamitan dengan Mira sebab semua pengajar di sini selalu bertanya pada Mira jika mereka sedang mencari keberadaannya.
***
Hari ini tiba saatnya Jasmine mengatarkan sang kakak pindah ke apartemen. Benjamin, Mardina, Jasmine dan Bik Lastri membantu Rosaline memindahkan barang-barang ke mobil. Setelah itu mereka berangkat dengan dua mobil. Selain karena banyak barang Rosaline yang harus diangkut, mereka memang harus menggunakan dua mobil karena nantinya Rosaline tak akan ikut kembali pulang ke rumah orangtuanya itu.
Sampai di apartemen Rosaline memasukkan barang-barangnya di dalam kamar. Jasmine, Mardina dan juga Benjamin berjalan berkeliling apartemen Rosaline. Sedangkan Bik Lastri malah langsung bersih-bersih.
Jasmine mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemen Rosaline.
"Kamu kok tiba-tiba bisa dapat beginian?" tanya Benjamin.
"Iya, waktu liburan di Bali tiba-tiba aku kepengen cari apartemen. Ya udah pas kita pulang ke sini aku coba cari-cari informasi dan menulah ini." Ucap Rosaline membuat Benjamin menganggukan kepalanya.
"Papa, aku malah pengen ikut Kak Rose tinggal di sini deh," ucap Jasmine.
"Ehh ... kamu ada-ada aja! Nggak! Mama nggak ngijinin kamu ikut-ikutan Rose keluar dari rumah mama dan Papa," ucap Mardina cepat.
Jasmine mendengus. "Kalau gitu aku boleh ya, Ma, Pa, tinggal di sini semalam. Hitung-hitung aku menemani Kak Rose di hari pertama kepindahannya. Yaaa ...."
"Iya, tinggalah di sini. Tapi besok kamu sudah harus pulang," ucap Benjamin.
"Iya," sahut Jasmone dengan wajah cerianya.
"Semuanya sudah saya bersihkan, Mbak Rose," ucap Bik Lastri.
"Makasih ya, Bik," ucap Rosaline.
"Kalau begitu kita pulang aja. Biarkan Rose di sini sama Jasmine," ucap Benjamin.
"Ya udah, ayo." Mardina berdiri dari tempat duduknya.
"Rose, kamu jaga diri. Kalau ada apa-apa langsung hubungi papa atau orang rumah ya," ucap Benjamin.
"Iya, Pa. Papa sama Mama tenang aja," ucap Rose.
"Ayo, Ma." Benjamin berjalan keluar dari apartemen bersama Mardina dan juga Bik Lastri.
"Sepertinya Kakak mesti belanja banyak barang-barang untuk ngisi apartemen. Mumpung aku masih ada di sini aku mau kok bantu Kakak belanja," ucap Jasmine dengan suaranya yang terdengar sangat ceria.
Jasmine adalah perempuan yang ceria, hanya di saat ia dihadapkan dengan masalah pekerjaan saya ia memasang wajah seriusnya.
"Oke kalau kamu mau bantu aku belanja. Kita langsung pergi sekarang atau nanti?"
"Sekarang aja yuk," sahut Jasmine antusias.
"Oke."
Rosaline dan Jasmine pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli berbagai perlengkapan dapur dan perlengkapan lainnya.
Saat sampai di pusat perbelanjaan antusiasme Jasmine melebihi Rosaline saat berbelanja berbagai macam keperluan yang akan digunakan Rosaline di apartemen barunya.
"Kamu kayaknya seneng ya kalau disuruh belanja kayak gini," ucap Rosaline.
"Iyalah," sahut Jasmine. "Habis ini kita mampir makan dulu ya, aku lapar. Kan di apartemen Kakak nggak ada apa-apa. Nanti kita bungkus makanan juga buat persediaan di apartemen," ucap Jasmine.
"Iya ... iya. Kayaknya tadi kamu juga banyak masukin camilan di troli deh," ucap Rosaline.
"Buat stok nanti malam," ucap Jasmine.
Rosaline dan Jasmine mengantri di kasir. Setelah semuanya terbayar barulah mereka memasukkan kembali barang belanjaannya ke dalam troli dan mendorong trolinya mendekati mobil agar mereka tak kewalahan membawa barang belanjaan mereka. Setelah itu mereka kembali ke dalam untuk mencari makan siang.
"Seneng banget deh hari ini ditraktir sama kamu, Kak." Ucap Jasmine seraya mengunyah makanan di dalam mulutnya.
Rosaline mendengus sebal mendengar ucapan adiknya itu. "Kamu ini kayak nggak pernah aku traktir aja. Buruan habisin makan kamu. Siang ini kamu makan terlalu banyak. Ingat jaga berat badan kamu, jangan lupa diri dan jadi gendut. Nanti nggak ada yang mau pacaran sama kamu," ucap Rosaline.
"Iya ... iya. Ucapan Kakak bikin aku jadi nggak selera makan deh." Jasmine meletakkan sendok dan garpunya lalu menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi.
Rosaline kembali mendengus. "Hilang selera makan gimana?! Orang semua makanannya udah pada habis."
"Ayolah kita pulang. Aku mau tidur siang di kamar apartemen yang baru," ucap Jasmine.
"Itu bawa bungkusan makanan kamu."
"Iya." Jasmine membawa beberapa bungkus makanan yang tadi ia pesan.
Jasmine dan Rosaline berjalan ke luar restoran menuju tempat parkir. Saat berjalan ia mengerutkan keningnya saat melihat kakaknya tiba-tiba megengang. Ternyata kakaknya itu tak sengaja melihat keluarga dari mantan kekasih kakaknya yang telah tega meninggalkannya demi wanita lain.
Melihat keluarga mantan kekasih sang kakak yang akan berjalan menghampiri mereka, kakaknya malah hanya menampilkan sedikt senyuman untuk menyapa mereka setelah itu kakaknya brjalan mendahuluinya.
"Kak, Kakak nggak pa-pa kan?" Gumam Jasmine saat mereka sudah sampai di dalam mobil.
"Nggak pa-pa kok. Kamu tenang aja," sahut Rosaline. Ia lalu muai menjalankan mobilnya.
Jasmine melihat ke arah Rosaline secara diam-diam, meski terlihat tegar namun ia tahu dengan pasti saat ini kakaknya ini pasti sedang dalam keadaan tak baik-baik saja.
***
Bersambung
Semarang, 20 September 2021
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top