Part 38

Baca juga  'Ayah Untuk Anakku'  selagi masih on going ya.
Apapun yang aku update di wattpad, bacalah selagi on going, karena kalau sudah tamat akan dihapus sebagian partnya. Dan kalian akan bisa menemukan secara komplit full, jika membeli pdf dari aku atau membaca di platform berbayar lainnya.

Selamat membaca.

***

"Ada apa, Joana? Kita tidak perlu bersikap seperti ini karena ini bisa merusak citra saya. Untung saja klien kita belum datang, jadi mereka tidak bisa melihat kekonyolan kita ini." Ucap Jagat setelah ia dan Joana masuk ke sebuah ruangan privat di resto.

"Bapak lupa kalau demi agar Bapak dekat sama perempuan yang Pak Jagat sukai, saya sampai rela bohongin pria tadi?! Saya kan dulu itu pura-pura hamil, Pak. Masa iya sekarang saya malah jalan sama Pak Jagat, nanti dikiranya saya ini istrinya Pak Jagat atau perempuan yang punya hubungan sama Bapak."

"Memangnya kenapa? Pria itu kan tidak kenal sama kita, Joana! Lagipula apa hubungannya kamu bohong tentang kehamilan kamu waktu itu sama pertemuan kita sama mereka?" Wajah Jagat masih tegang karena belum menyadari apa yang sudah terjadi.

"Ada hubungannyalah, Pak." Joana menatap Jagat dengan pandangan frustasinya.

"Masalahnya tadi siang saya perhatikan perempuan yang Bapak sukai itu memperhatikan kita dan raut wajahnya itu terlihat murung. Sepertinya perempuan yang Pak Jagat sukai itu merasakan cemburu saat melihat kita tadi makan siang bareng. Mungkin dia kira kita ini ada hubungan spesial."

"Ngaco kamu ah!" seru Jagat.

"Iiisshh ... si Bapak, kenapa tidak percaya sama saya sih, Pak?! Saya ini kan juga perempuan, Pak. Perempuan itu ya begitu, Pak. Bilangnya tidak mau tapi kenyataannya cemburu. Sepertinya perempuan yang Pak Jagat sukai sudah mulai membalas perasaan Anda, Pak."

"Kamu mau mengerjai saya ya?!" seru Jagat karena masih tak percaya dengan ucapan sekertarisnya itu.

"Mana saya berani, Pak. Percaya deh sama saya. Saya mau kok kalau bantu Bapak buat manas-manasin perempuan yang Bapak suka itu supaya dia mau mengakui perasaan cintanya sama Bapak," ucap Joana.

Jagat terdian dan tampak berpikir tentang ucapan Joana. Ia bingung apakah ia harus mempercayai sekertarisnya itu ataukah tidak.

"Oke. Kamu bantu saya, caranya gimana?" sahut Jagat pada akhirnya.

"Nah kalau waktu itu saya pura-pura ngaku hamil ke pria yang tadi, tapi sekarang saya malah jalan sama Bapak, sedangkan perempuan yang Bapak sukai itu tahunya kita ada hubungan, kan jadinya malah menimbulkan masalah yang rumit, Pak. Nanti pria itu ngiranya saya istrinya Bapak, terus nanti apa yang akan dipikirkan sama perempuan yang Bapak sukai tentang kita kalau dia tahu dari teman kencannya kalau saya hamil. Nanti kalau perempuan yang Bapak sukai itu malah jadi ilfil sama Bapak gimana. Saya—"

"Sudah, stop, Joana! Saya pusing dengar ucapan kamu yang panjang lebar tapi memiliki arti sama itu! Kamu itu dari tadi ngomongnya diulang-ulang terus, bikin saya pusing! Saya hanya tanya gimana caranya kamu bisa bantu saya buat dia mengaku kalau dia juga cinta sama saya, bukan tanya yang lainnya lagi. Kalau yang tadi kamu ucapkan itu saya juga sudah paham," Ucap Jagat bersungut-sungut membuat Joana langsung terdiam.

"Iya, Pak, maaf," ucap Joana. Ia sadar jika saat ini ia sudah terlalu banyak bicara.

"Selamat sore." Sapa seseorang yang baru saja datang sehingga percakapan Joana dan Jagat terpaksa terhenti.

"Selamat sore." Sahut Jagat yang langsung menjabat tangan kliennya itu.

"Maaf saya terlambat."

"Tidak masalah, saya juga baru saja sampai," ucap Jagat.

Masih di gedung yang sama tapi berbeda tempat duduk, Jasmine sudah tak lagi merasa nyaman dengan pertemuannya bersama Leo.

"Jasmine, kamu kenapa?" tanya Leo.

"Kayaknya aku nggak enak badan deh. Aku ngrasa sedikit pusing, belakang leherku juga rasanya kenceng banget." Ucap Jasmine seraya memijat tengkuknya.

"Apa aku antar ke rumah sakit aja?"

"Enggak, nggak usah. Kayaknya lebih baik aku pulang dulu deh," ucap Jasmine. Saat ini dirinya memang tak sedang berbohong, sebab saat ini ia memang merasakan gejala pusing hingga tengkuknya terasa kencang. Penyakitnya ini datang menyerangnya setelah ia melihat Jagat bersama seorang perempuan yang tadi siang juga ia lihat. Sepertinya Jagat memangah penbawa penyakit untuk dirinya.

"Kalau gitu aku antar pulang ya." Ucap Leo dengan wajah paniknya.

"Nggak usah, Leo. Aku pulang sendiri aja," tolak Jasmine.

"Tapi kamu kan lagi nggak sehat, Jasmine. Aku takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Leo.

"Kamu nggak perlu khawatir, Leo. Aku bisa jaga diri aku sendiri," sahut Jasmine. Ia menenteng tasnya dan bersiap akan berdiri.

"Kenapa sih kamu selalu nolak kalau aku mau antar kamu pulang atau mau aku jemput dari rumah kamu?" tanya Leo curiga. Ia mengerutkan keningnya menatap Jasmine. Raut wajah khawatirnya yang tadi terlihat, sekarang berubah menjadi rasa curiga.

Ucapan Leo telah berhasil memancing emosi Jasmine, hingga ia mengurungkan niatnya untuk segera bergegas keluar dari resto. Ia mendudukan tubuhnya kembali seraya menatap jengah ke arah Leo.

"Kamu kenapa sih?! Kalau aku bilang enggak ya enggak. Leo, aku nggak suka ya kalau kamu maksa aku buat setujuin kamu mau ngantar aku pulang atau mau jemput aku ke rumahku."

"Tapi kenapa, Jasmine?"

"Aku nggak siap kalau ditanya sama orangtuaku tentang kamu ataupun tentang pria lain yang ngantar aku pulang karena selama ini aku emang nggak pernah dekat sama pria mana pun kecuali kamu. Aku mau aku yakin sama kamu dan hubungan kta ini baru aku bolehin kamu ngantar jemput aku ke rumahku. Kamu ngerti kan?! Aku nggak suka lihat kamu yang curiga dan sampai berpikir buruk kayak gitu sama aku." Jasmine menatap mata Leo tajam, setelah itu ia bergegas meninggalkan Leo.

"Jasmine, tunggu dulu, Jasmine. Kamu salah paham sama aku. Aku nggak akan pernah mikir seburuk itu tentang kamu," ucap Leo.

Meski masih mendengar apa yang Leo katakan, namun emosinya sudah terlanjur memuncak sampai di ubun-ubun sehingga ia tetap meneruskan langkah kakinya meninggalkan Leo. Ucapan Leo yang sepele telah berhasil membuat amarahnya kian meningkat.

"Jasmine, tunggu dulu. Jasmine!" seru Leo. Ia menatap melas ke arah kepergian Jasmine.

Sampai di depan resto Jasmine menghentikan taksi yang kebetulan lewat. Kali ini ia tak bisa menggunakan jasa taksi online karena pastinya akan memakan sedikit waktu dan sedikit menunggu untuk memesan taksi.

"Ke Jalan Sriwijaya Selatan, Pak," ucap Jasmine pada supir taksi.

"Baik, Mbak."

Taksi pun mulai berjalan membelah jalanan kota. Ia menyandarkan kepalanya di pintu mobil. Rasanya hari ini adalah hari yang sangat buruk untuk dirinya. Hari ini emosinya benar-benar terkuras. Belum selesai masalah Jagat dan perempuan yang tak dikenalnya itu, kini Leo yang ia kira akan bisa menenangkan pikirannya malah semakin menambah kacau suasana hatinya.

Sampai di tengah perjalanan tiba-tiba ban mobil taksi yang Jasmine tumpangi bocor.

"Kenapa, Pak?" Tanya Jasmine saat tiba-tiba supir taksi menepikan mobilnya.

"Bannya bocor kayaknya, Mbak. Sebentar saya periksa dulu," ucap supir taksi. Ia turun dari mobil untuk memeriksa taksinya.

Supir taksi mengetuk jendela di sisi Jasmine. "Bannya beneran bocor, Mbak. Saya harus ganti ban dulu ini."

Jasmine mengambil tasnya lalu keluar dari taksi.

"Maaf, Mbak. Lebih baik Mbaknya cari angkutan lain saja."

'Sial. Sial. Sial! Tripel sial untuk hari ini!' sentak Jasmine dalam hati.

Jasmine membuka tasnya dan mengambil uang untuk membayar argo taksinya. "Ya udah, Pak. Saya cari angkutan lain, ini pembayaran taksinya."

"Terima kasih, Mbak."

Jasmine berdiri di belakang taksi yang sedang diperbaiki supir taksi itu. Ia terpaksa berdiri di pinggir jalan seperti ini untuk mencari angkutan umum yang akan lewat di hadapannya. Namun setelah dua puluh menit berlalu belum juga ada taksi kosong yang lewat. Tadi ada beberapa taksi lewat namun sudah berisi penumpang. Bus kota juga sudah beberapa kali lewat namun ia tak tertarik menaiki bus karena seumur hidupnya ia belum pernah menaiki bus sebagai alat transportasinya kecuali saat piknik di sekolah.

Selain Jasmine tak tahan aroma yang pastinya campur aduk yang ada di dalam bus umum itu, ia juga tak yakin jika dirinya bisa sampai di rumah dengan selamat tanpa tersesat. Ia tak tahu jalur perlajanan bus dan tak tahu harus turun di mana jika ia naik bus umun.

"Ya ampun, begini amat sih hidupku hari ini. Nasib banget deh! Apes tahu nggak sih?!" Seru Jasmine dengan nada sedikit merengek bercampur kesal.

Jasmine melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu pandangannya menghadap lagi ke arah jalan raya. "Udah dua puluh lima menit. Hampir setengah jam tahu nggak! Mana juga tuh taksi, kenapa nggak ada yang lewat lagi sih?!" Seru Jasmine menghentak-hentakan kakinya.

Di lain tempat, Jagat baru saja menyelesaikan meetingnya. Ia dan Joana kembali masuk ke mobil dan akan pulang ke rumah mereka masing-masing karena jam kantor pun sudah usai.

"Antar Joana pulang dulu baru kita pulang," ucap Jagat pada supirnya.

"Baik, Pak."

Mobil pun mulai melaju dengan kecepatan sedang.

"Jadi kapan kamu mau bantu saya?" tanya Jagat.

"Secepatnya kalau bisa. Kita susun trik dululah, Pak," sahut Joana.

"Sepertinya kamu harus bantu saya sekarang." Ucap Jagat membuat alis Joana mengkerut.

"Maksudnya, Pak?" tanya Joana.

"Jasmine ada di depan jalan setelah lampu merah ini."

Joana melihat ke arah yang telah Jagat tunjukan padanya. Dan benar saja, ia melihat perempuan berdiri di pinggir jalan setelah perempatan lampu merah tempatnya berhenti saat ini.

"Pak, nanti berhenti di depan perempuan itu ya," ucap Jagat pada supirnya.

"Iya, Pak."

Jasmine mengerutkan keningnya saat ada sebuah mobil yang berhenti di depannya berdiri. Setelah kaca jendela turun, matanya terbelalak melihat siapa yang ada di dalam mobil itu.

"Ada apa kamu berdiri di sini?" tanya Jagat dengan nada yang ia buat setak acuh mungkin.

"Taksi yang saya tumpangi bannya bocor, jadi saya lagi cari taksi," sahut Jasmine dengan tak kalah tak acuhnya.

"Kamu bisa numpang di mobil saya."

"Tidak perlu," tolak Jasmine.

"Sudah, Mbak, terima saja. Dari pada Mbak nggak pulang-pulang," ucap supir pada Jasmine.

Mata Jasmine melotot ke arah supir taksi.

"Pak, kasihan ini temannya. Udah hampir satu jam nunggu taksi nggak ada yang lewat," ucap supir taksi pada Jagat.

Ucapan supir taksi itu telah membuat Jasmine menanggung malu bukan main.

"Ya sudah, terserah kalau kamu tidak mau numpang ke mobil saya. Jalan, Pak."

"Ehh tungu!" seru Jasmine saat mobil Jagat hendak melaju.

"Oke, saya ikut. Ini terpaksa," ucap Jasmine.

Jasmine berjalan akan memutari mobil untuk menuju ke sisi pintu yang lain.

"Loh kamu mau ke mana?" tanya Jagat.

"Saya mau masuk ke mobilah. Kan pintunya ada di sana, emangnya Anda mau geser?" ucap Jasmine ketus setelah menghentikan langkah kakinya.

"Kamu duduk di depan sama supir saya, soalnya di belakang penuh." Jagat kembali menurunkan kaca jendela mobilnya dan sedikit memundurkan tubuhnya agar Jasmine bisa melihat Joana yang sedang duduk di sebelahnya.

Mata Jasmine kembali melotot setelah melihat jika saat ini Jagat lagi-lagi sedang bersama perempaun yang tadi.

"Kamu jadi numpang apa tidak?" tanya Jagat membuyarkan lamunan Jasmine.

Dengan menghentak-hentakan kakinya, Jasmine terpaksa berjalan menuju pintu depan di sebelah supir. Saat menutup pintu mobil pun dengan kasarnya ia membanting pintu mobil sebagai peluapan rasa kesalnya.

***

Bersambung

Semarang, 9 November 2021

Silvia Dhaka

  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top