Bab 12

Neil menerima balasan panjang lebar dari Erica yang mengatakan kalau sudah beberapa hari tidak bisa menghubungi Niki. Gadis itu mengatakan ada pekerjaan yang menunggu dan biasanya mereka selalu bertemu satu hari sebelumnya untuk membuat janji. Erica juga menyatakan kekuatirannya tentang hal lain.

"Niki sering disiksa sama tantenya, diperbudak sama sepupunya dan ingin diperkosa omnya. Kalau bukan demi tanda tangan beasiswa, dia seharusnya pergi dari rumah itu."

Semua perkataan Erica membuat Neil marah. Bagaimana tidak, Mirah sudah membohongi soal uang bulanan dan kini ada fakta baru kalau perempuan itu ternyata juga menyiksa Niki. Semua masalah ini tidak bisa dibiarkan. Neil meminta alamat rumah Mirah pada Niki dan mereka membuat janji untuk pergi bersama. Bertepatan dengan orang suruhannya yang datang membawa informasi.

"Ada kecurigaan dari tetangga kalau Niki dikurung. Terakhir kali Niki terlihat beberapa hari lalu. Sempat terdengar suara pertengkaran setelah itu Niki tidak terlihat. Orang yang biasa mengantar galon air ke rumah itu mengatakan, sempat mendengar rintihan minta tolong dari lantai dua. Namun, si kembar mengatakan itu suara TV. Serta ada banyak kecurigaaan lain tapi tetangga tidak punya keberanian untuk bertanya. Mirah itu galak dan suaminya juga temperamental."

Semakin banyak yang didengarnya, semakin tinggi ledakan emosi Neil. Kalau tidak bisa menahan diri, bisa-bisa meja hancur karena cengkeramannya. Tidak habis pikir bagaimana ada orang sekejam Mirah dan sungguh tidak mengerti caranya berterima kasih. Kalau bukan karena mamanya Niki, keluarga perempuan itu tidak akan mendapatkan warisan. Ruko, bisnis, dan uang bulanan Niki pun diambil semua dan malah berlaku semena-mena.

"Binatang!"

Menggebrak meja dengan keras, Neil membuat orang yang ada di ruangan terlonjak kaget. Laras bahkan memucat, karena baru pertama melihat bossnya sangat marah. Ia berdiri gemetar, ingin menenangkan Neil tapi tidak mengerti caranya.

"Kita ke sana sekarang. Tunjukkan jalannya!" perintah Neil pada laki-laki di depannya. "Laras, hubungi Erica. Minta dia datang juga."

Erica tidak menolak bahkan sangat antusias. Dengan menyesal mengatakan batal photoshoot karena Niki tidak datang. Laras meminta sopir menjemput Erica dan bersama-sama mereka menuju rumah Mirah. Beriringan menggunakan empat mobil, seakan ingin menjemput tamu penting.

Neil menyerahkan urusan parkir pada sopir, turun dari mobil dan memasuki gang dengan tubuh menegang menahan marah. Gang yang sempit dan ramai seperti ini tidak pernah dilaluinya karena Niki selalu meminta diantar sampai depan saja.

"Kamu pernah kemari?" tanya Neil pada Erica.

Gadis itu menggeleng. "Nggak pernah, Pak. Niki meminta saya agar tidak datang mencarinya di sini, Nggak mau Mirah marah karena dia bawa teman."

"Berarti belum pernah bertemu Mirah dan si kembar?"

"Kalau itu sudah, Pak. Nggak sengaja tepatnya. Saat itu saya antar Niki pulang dan kebetulan mereka sedang ada di depan gang. Si kembar itu, satu kurus dan satu lagi gemuk luar biasa. Saat melihat Niki, sikap mereka sama sekali nggak ada keramahan dan cenderung suka mencibir."

Orang-orang yang ada di gang menatap kedatangan Neil dan rombongan dengan ingin tahu. Baru pertama kali mereka melihat orang-orang dengan penampilan necis melewati gang. Terlebih Neil yang sangat tampan didampingin Erica yang rupawan. Banyak yang bertanya-tanya tentang identitas mereka.

Bisik-bisik terdengar disertai dugaan, kalau mereka adalah rombongan artis yang sedang mencari tempat syuting. Beberapa orang mengatakan mereka adalah para pejabat atau calon legislative yang ingin berkampanye. Dalam keadaan normal, Neil akan tertawa mendengar gunjingan itu tapi sekarang hatinya terlampau marah untuk bicara.

Laki-laki yang memimpin jalan berhenti di sebuah rumah kecil berlantai dua dengan halaman yang sempit. Mengangguk sopan pada Neil dan menunjuk ke arah rumah itu.

"Pak, ini tempatnya."

Berdiri dengan tangan berada di saku celana, Neil mengamati rumah dengan cat yang sudah mengelupas, dan bagian atas lebih mirip papa yang dipaku sembarangan dari pada tingkat. Neil tidak tahu di kamar mandi Niki dikurung hanya bisa mengangkat wajah dan memperhatikan kamar kecil dengan jendela apa adanya.

"Laras, panggil keluar orangnya!"

Laras mengangguk, melangkah cepat melintasi halaman yang kecil dan saat hendak mengetuk, pintu terbuka. Mirah muncul, untuk sesaat perempuan itu terlihat kebingungan sampai akhirnya pandangannya tertuju pada Neil. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu tapi Mirah masih mengingat wajah Neil yang tampan. Lama terdiam sampai akhirnya Mirah bisa mengendalikan diri dan terburu-buru menyambut Neil sambil melontarkan sapaan ramah yang dibuat-buat.

"Ah, bukannya ini Pak Neil yang terhormat? Bisa sampai di gubuk aku yang reyot ini. Ada apa, Pak? Kenapa nggak manggil aku ke kantor atau ke rumah saja?" Mirah mengawasi penampilan Neil yang perlente dengan senyum terkulum dan kata-kata penuh sanjungan palsu. "Kalau kemari, takut setelan dan sepatu Pak Neil kotor. Padahal, kami dengan sukarela akan datang ke rumah. Tentu saja bersama Niki dan seluruh keluargaku. Berapa tahun nggak bertemu, Pak? Coba kami aja yang ke rumah besar itu. Anak-anak saya pasti senang semua."

Mirah tertawa nyaring dan terhenti saat melihat orang-orang tidak ada yang tersenyum. Maengedarkan pandangan ia mengenali Erica dan matanya melebar.

"Lo temennya Niki'kan? Mau apa lo?"

Yang menjawab adalah Neil. "Di mana Niki?"

Mirah melotot pada Erica, seolah tidak mendengar perkataan Neil.

"Aku tanya sekali lagi, di mana Niki?!"

Terlonjak di tempatnya berdiri, bentakan Neil membuat Mirah kaget bukan kepalang. Menggeleng bingung, ia berujar gugup.

"Niki, nggak ada di-sini. Di-a, pergi."

"Bohong!" sergah Erica keras. "Gue jelas tahu kalau Niki ada di rumah ini dan nggak kemana-mana. Hapenya nggak bisa dihubungi, padahal ada janji sama gue. Ayo, ngaku loo! Niki lo kurung'kan?"

Tuduhan Erica membuat Mirah meradang. Meskipun kenyataannya memang Niki sedang dikurung, ia tidak mungkin mengakuinya pada semua orang. Terlebih ada Neil di sini. Itu sama saja seperti membuka borok sendiri. Tersenyum kecil, dengan tatapan tajam yang terlihat penuh dendam serta niat membunuh, Mirah menuding Erica.

"Diam lo pelacur kecil. Lo yang ngajarin Niki pergaulan bebas. Sampai akhirnya Niki jadi seperti sekarang. Jarang pulang ke rumah. Itu semua karena lo!" Mirah mengadap Neil dan terisak pura-pura. "Paaak, sumpah aku nggak bohong. Niki nggak ada di rumah. Sudah beberapa hari nggak pulang dan kita nggak ada yang tahu kemana dia. Sepertinya temannya yang pelacur ini mengajari pergaulan buruk."

"Dasar nenek sihir lo!" teriak Erica. "Lo yang selalu nyiksa Niki, malah nyalahin gue!"

Neil mengangkat tangan, memberi tanda pada dua perempuan yang sedang berdebat untuk diam. "Aku tanya sekali lagi, di mana Niki? Kalau kamu masih berusaha menutup-nutupi, jangan salahkan aku kalau aku obrak-abrik rumahmu!"

"Paak, beneraaan. Niki ngga ada di rumah." Mirah merengek dan saat sosok suaminya muncul, menyeretnya ke depan Neil. "Paa, kasih tahu Pak Neil kalau Niki nggak ada di rumah. Iya'kan, Paa. Niki kabur belum pulang.

Beno awalnya kaget mendengar perkataan istrinya, tapi cubitan keras dan menyakitkan di pinggang membuatnya berpikir cepat. Ia mengenali Neil dan akhirnya menyadari situasi yang sedang dihadapi istrinya.

"Pak Neil, apa kabar?" Ia mengulurkan tangan dan terdiam karena diabaikan. Menarik kembali tangannya, Beno meringis tanpa rasa bersalah. "Niki nggak ada di rumah. Istri saya nggak bohong, Pak."

Neil menyipit curiga pada pasangan suami istri di depannya. Penyangkalan semakin gencar, kebohongan semakin besar, dan Neil semakin tidak percaya. Pasangan suami istri pembohong. Soal uang saja Mirah berbohong apalagi soal lain. Ia menatap rumah di depannya lekat-lekat, menengadah ke aras loteng lalu berpaling pada para pengawalnya.

"Geledah dan temukan Niki!"

Mirah dan Beno terbelalak lalu berteriak keras. "JANGAN COBA-COBA MASUK KE RUMAHKU. ATAS DASAR APA KALIAN MENGACAK-ACAK RUMAHKUU!"

Pintu membuka, muncul si kembar yang terheran-heran melihat banyaknya orang. Pertama adalah si mama yang merentangkan tangan dengan marah, di sampingnya ada si papa yang juga melakukan hal yang sama. Keduanya hendak bertanya lalu menangkap sosok Neil yang tinggi menjulang.

"Maa, cowok tampan ini siapa?" tanya Lalita.

Lopika bahka ternganga karena terpesona pada Neil.

"Diam kalian! Minggir!" bentah Mirah pada dua anaknya. "Jangan ikut campur. Minggir!"

Tidak biasanya melihat sang mama dalam keadaan serius, mereka minggir dengan takut. Menebak-nebak apa yang terjadi tapi tidak menemukan jawaban. Siapa orang-orang berpakaian rapi di depan mereka, kenapa ada gadis yang dikenali sebagai teman Niki. Apakah kedatangan mereka ada hubungan dengan Niki? Kalau begitu wajar saja sang mama mengamuk. Yang bisa membuat mama mereka marah dan mengamuk hingga muntah darah, hanya Niki.

Neil maju lebih dekat, menunjuk Mirah dengan wajah dingin. Di matanya Mirah tak ubahnya prempuan tua yang kejam dan serakah. Begitu pula suaminya yang pecundang. Pengangguran yang hanya makan mengharapka uang dari orang lain.

"Selama ini aku selalu memberimu uang, Mirah. Setiap bulan mengirim jatah untuk Niki dengan harapan, gadis itu mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang baik. Tapi nyatanya apa? Kamu menyia-nyiakannya dan berlaku kejam. Bahkan lebih tega lagi mengambil uang yang seharusnya menjadi hak Niki!"

"Nggak, itu bohong. Aku, maksudnya kami selalu memperlakukan Niki dengan baik. Uangnya juga untuk pendidikan Niki. Makanya sekarang Niki masuk kampus besar dan mahal," sanggah Mirah.

"Yang bohong itu lo!" Erica berujar emosi. "Niki masuk kampus itu karena bea siswa. Buat bayar juga dari hasil kerja di restoran segala macam. Lo bukanya ngasih yang ada malah minta terus dari Niki!"

"Jalang kecil kurang ajar!" geram Mirah. "Tutup mulu lo. Di sini lo nggak tahu apa-apa!"

"Yang tutup mulut harusnya kamu, Mirah. Masih saja ngeles. Minggir!" bentak Neil.

Orang-orang Neil mendesak maju, Mirah memegang tangan suaminya untuk membuat penghalang. Dengan mudah diterobos oleh Neil.

"Cari Niki sampai ketemu!"

Dua orang menahan Mirah dan Beno yang memberontak dan memaki. Neil diikuti Laras dan Niki masuk ke rumah dan memnggil-manggil nama Niki.

"Nikii! Kamu di mana?"

Neil naik ke lantai dua, anak buahnya menyebar di kamar-kamar kecil untuk melakukan pemeriksaan. Hingga tiba di depan kamar paling kecil, paling ujung dan gelap dengan gembok besar di pintu. Neil memerintahlkan agar gembok dibuka. Laki-laki yang menjadi informan mengatakan terbiasa menyamar dan sembunyi dari orang membuatnya membawa banyak alat. Salah satunya adalah pembuka gembok.

Saat gembok berhasil dibuka, Neil mengernyit karena ruanga yang gelap. Ia mencari saklar lampu dan saat terang di dalam kamar, ia terbelalak. Niki terbaring di lanti dalam keadaan pingsan.

"Nikii! Kamu kenapa Nikii!"

Erica dan Laras ternganga, wajah mereka menunjukkan ketakutan dan kekuatiran. Namun, keduanya tidak bisa mendekati Niki karena ada Neil.

"Nikii, Ya Tuhaaan. Setan mana yang menyiksamu."

Dada Neil bagai digedor saat melihat keadaan Niki yang penuh luka-luka. Ia menahan tangisan, meminta bantuan agar Niki digendong di punggungnya dengan Laras dan Erica menjaga dari belakang.

"Biar kami yang menggendong, Pak." Salah seorang anak buah menawarkan diri dan ditolak oleh Neil.

"Aku yang akan menggendong, Niki. Kalian lanjutkan pekerjaan kalian. Buat tempat ini acak-acakan sampai tidak bisa dikenali lagi sebagai tempat tinggal manusia!"

"Siap, Pak!"

Orang-orang membalikkan ranjang, menjatuhkan lemari, meja, dan semua benda di rumah. Si kembar merintih ketakutan dan Mirah berteriak histeris. Tidak ada yang peduli dengan mereka. Neil menuruni tangga hati-hati dengan Niki di punggungnya.

"Kita pulang, Niki. Ke rumah kita dulu. Kamu akan aman di sana. Nggak akan tersiksa lagi, ada aku yang akan menemani dan melindungi."

Niki sama sekali tidak bergerak di punggung Neil. Erica terisak diam-diam begitu pula Laras. Saat tiba di bawah. kondisi Niki yang babak belur dan tubuh penuh memar terlihat jelas. Erica terpekik ngeri melihat memar di wajah dan kaki Niki. Neil menatap Laras dan mengucapkan kata-kata yang dingin menusuk.

"Laras, panggil polisi dan buat pengaduan. Aku ingin Mirah dan suaminya ditangkap!"

Laras mengangguk. "Iya, Pak."

Perintah Neil terdengar oleh Mirah dan perempuan itu meraung. "Atas dasar apa kalian menangkapku? Aku dan suamiku nggak bersalah. Kami hanya orang kecil yang berusaha untuk merawat anak yatim piatu. Apa ini balasan untuk semua kebaikan kamiii? Hei, dasar sialaaan!"

Para tetangga berdatangan untuk melihat keramaian, tapi tidak ada satu pun yang ingin menolong keluarga Mirah. Mereka hanya berdiri diam dan mengamati. Bagaimana si kembar menangis, Mirah mengamuk, dan Beno berdiri bodoh.

Neil membawa Niki menerobos kerumunan. Melangkah cepat menyusuri gang diikuti oleh Erica, si informan dan dua penjaga. Sisa yang lain masih tertinggal di rumah Mirah. Si penjaga menelepon sopir untuk menyiapkan kendaraan di ujung gang. Erica membuka pintu, memberi jalan pada Neil yang merebahkan Niki dengan hati-hati di jok. Neil pun duduk di samping Niki dan memeluk pundak yang kecil dan rapuh.

"Niki, sadarlah. Kita pulang sekarang."

Kendaraan melucur cepat meninggalkan gang. Erica berada di mobil yang lain. Mengusap rambut Niki yang lengket di wajah, hati Neil tergetar dalam rasa iba dan marah. Seorang gadis periang yang manja, terkulai pingsan karena luka-luka.

"Aku nggak akan tinggal diam. Aku akan membuat mereka menyesal karena sudah melakukan ini padamu, Niki."

**

Extra

Di rumah Mirah masih terjadi pertengkaran. Kali ini si kembar, Beno, dan Mirah melawan Laras serta empat penjaga yang mengobrak abrik rumah.

Mirah: Dasar bajingan kalian! Pergi dari rumahku!

Laras: Ngggak ngaca! Di sini yang bajingan itu lo!

Beno: Nggak ada Niki lagi, kita dapat duit buat makan dari mana?

Lalita: Siapa sebenarnya mereka? Om Neil'kah?"

Lopika: Ada apa ini? Gue nggak ngerti.

Erica: Mampus! Akhirnya Mirah dan si kembar pecundang itu kena batuny. Aduh, kasihan teman gue.

Neil: Mirah akan membayar sangat mahal untuk semua yang sudah dilakukannya ke Niki.
.
.
.
.
Di Karyakarsa update bab 31-32.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top