Bab 5
Langkah-langkah Fiona begitu tergesa. Bahkan tawaran Krisna untuk mengantarnya, sama sekali tidak digubris wanita itu. Ia mesti meluncur ke alamat yang diberikan oleh Ayahnya sekarang juga. Tapi, benarkah ia harus ke sana? Bagaimana jika firasat Ayahnya benar?
Justru itulah yang harus dibuktikan Fiona. Ia mesti pergi dan melihat dengan mata kepalanya sendiri apakah Edgar benar berselingkuh seperti kata Ayahnya.
Dan semesta seolah ingin membantu perjalanan Fiona. Wanita itu bahkan tak terkendala lampu lalu lintas sama sekali. Tak ada kemacetan. Tidak ada perbaikan jalan atau razia polisi. Semuanya berjalan lancar seperti yang ia harapkan.
Begitu tiba di lokasi, Fiona berhenti dan memarkir mobilnya sedikit agak jauh dari alamat yang diberikan Ayahnya. Edgar bisa melihat dan mengenali mobil Fiona jika ia parkir terlalu dekat dengan rumah itu.
Sebuah mobil tampak terparkir tidak jauh dari rumah yang dimaksud Ayah Fiona dalam pesan singkatnya. Ada ribuan tipe mobil di negeri ini yang sama dengan mobil milik Edgar, tapi Fiona hafal betul nomor plat mobil suaminya. Bisa dipastikan jika mobil itu milik Edgar.
Degup jantung Fiona mulai tidak berirama. Perasaan takut, was-was, marah, kesal, cemburu, semuanya campur aduk dalam diri Fiona begitu ia mengenali mobil milik Edgar. Meski enggan, separuh hatinya berangsur percaya pada ucapan Ayahnya. Dan Fiona sepenuhnya percaya pada ucapan Ayahnya ketika sosok Edgar terlihat keluar dari rumah sederhana itu. Lantas seorang wanita cantik yang usianya tidak terpaut jauh dengan Fiona terlihat menyusul langkah Edgar.
Keduanya berbicara sebentar sebelum akhirnya saling mengucapkan salam perpisahan dan Edgar masuk ke dalam mobilnya. Tak lupa Edgar mengusap kepala wanita itu dengan gerakan lembut dan tatapan penuh kasih sayang.
Darah Fiona benar-benar mendidih. Emosinya menjalar dengan cepat ke ubun-ubun. Bagaimana bisa Edgar melakukan itu pada Fiona? Padahal setengah mati Fiona mencintai pria itu dan bersikeras menikahinya meskipun Ayah Fiona tidak menyetujuinya. Di mana Fiona mesti menyembunyikan rasa malu di depan Ayahnya? Bahkan seluruh dunia akan menghujatnya jika melihat ini.
Mobil Edgar meluncur pergi sementara Fiona sibuk bergulat dengan kemarahan dan rasa kecewa yang teramat sangat. Kedua tangannya mencengkeram kemudi seolah ingin mematahkannya menjadi beberapa bagian. Tapi, tangan Fiona terlalu lemah untuk bisa melakukannya.
Masih diliputi amarah, wanita itu menyalakan mesin mobil kemudian kembali melaju ke jalan raya. Mobil milik Edgar telah menghilang dari pandangan Fiona. Tapi, wanita itu bukan ingin menyusul mobil Edgar. Ia mengarahkan mobilnya ke arah berlawanan. Tanpa tujuan.
Fiona terus memacu kendaraannya menuju ke arah gerbang tol. Tiba-tiba saja ia ingin pergi sejauh-jauhnya dari Edgar. Fiona ingin menghilang dari dunia ini selama-lamanya.
Fiona menambah kecepatan mobilnya beberapa menit setelah melewati pintu gerbang tol. Ia bukan pembalap dan seumur hidup tidak pernah berkendara dengan kecepatan tinggi. Namun, kali ini ia merasa ingin melakukannya seolah berkendara bersama angin.
**
"Nyonya Fiona."
Fiona tergagap saat Bibi Sul menyentuh pundaknya pelan. Wanita itu tampak kebingungan, seperti baru saja tersadar dari pingsan.
"Maaf, Nyonya." Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan majikannya, Bibi Sul segera meminta maaf. Sebelumnya ia sudah memanggil Fiona, tapi wanita itu tidak memberi respon yang layak. Agaknya Fiona larut dalam lamunan panjang yang hanya bisa dinikmatinya sendiri. Akhirnya Bibi Sul memberanikan diri menyentuh pundak majikannya. "Tadi saya sudah memanggil Nyonya, tapi Nyonya tidak mendengar suara saya," jelas Bibi Sul yang merasa takut jika Fiona akan salah paham dengan apa yang dilakukannya.
"Ada apa, Bi?" tanya Fiona demi menutupi rasa malunya dari Bibi Sul. Baru kali ini ia kepergok melamun. Ini benar-benar memalukan.
"Ponsel Nyonya tadi bunyi," beritahu Bibi Sul seraya menunjuk ke atas meja.
"Oh, iya." Fiona segera meraih ponselnya untuk memeriksa. Jika saja ponselnya tidak dalam mode getar, Fiona tidak perlu mengalami kejadian memalukan seperti tadi. "Bibi istirahat saja. Nanti aku panggil kalau butuh sesuatu."
"Baik, Nyonya." Bibi Sul paham benar apa yang mesti diperbuatnya. Wanita itu mundur dua langkah, lantas berlalu dari hadapan Fiona tanpa menimbulkan suara berarti. Bibi Sul tahu jika Fiona harus menghubungi seseorang.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top