Bab 23

Thomas telah selesai.

"Kudengar kamu yang mengeluarkan aku dari penjara," ucap Thomas memulai percakapan. Padahal semestinya Fiona yang lebih dulu memulainya karena ia lah yang membuat janji temu.

"Ya, memang aku yang mengeluarkanmu dari penjara." Fiona tidak menampik.

"Aku berterimakasih untuk bantuanmu. Tapi, kenapa kamu melakukannya?" Thomas tahu, dibalik penampilan sederhana Fiona, wanita itu bukan orang sembarangan. Thomas tak bisa mengukur seberapa kaya wanita di hadapannya hanya dengan melihat penampilan luarnya.

"Karena aku punya masalah dan aku tidak bisa menyelesaikannya sendiri. Kamu lihat aku tidak bisa berjalan, bukan?" Fiona mengarahkan kedua matanya ke bawah. Ia ingin menunjukkan kekurangannya secara langsung pada Thomas.

"Memangnya kamu punya masalah apa?"

Fiona menahan jawabannya. Wanita itu merogoh saku kardigan rajut hijau tanahnya, lantas mengeluarkan beberapa lembar foto. Fiona menyodorkan lembar-lembar foto itu ke depan Thomas setelahnya. Foto-foto itu merupakan bukti perselingkuhan Edgar dan Mira.

"Mira sudah mencuri suamiku," ujar Fiona sembari mengawasi Thomas yang tengah sibuk mengamati foto-foto di hadapannya.

"Apa ini? Wanita itu benar-benar keterlaluan," gumam Thomas geram. Raut wajahnya berangsur memerah karena amarah yang mulai menjalar ke kepala.

"Dengan keadaanku seperti ini, tidak ada yang bisa kulakukan untuk menghentikan mereka berdua," ucap Fiona lirih. Ia setengah tertunduk. Menitikkan air mata bukanlah keahlian Fiona. Wanita itu terus gagal saat berusaha untuk menangis.

"Pengacara itu suamimu?"

Fiona membenarkan.

"Apa kamu bisa membantuku untuk menjauhkan Mira dari suamiku?"

Thomas menghela napas.

"Tanpa kamu minta pun, aku akan menjauhkan Mira dari suamimu. Aku pasti akan memberi pelajaran padanya. Tunggu saja," ucap Thomas dengan nada marah. Pria itu sampai menggertakkan gigi-giginya. Sementara foto-foto Edgar dan Mira diremas tangan Thomas dengan penuh kebencian.

"Kudengar Mira sedang pulang ke kampung halamannya. Aku takut dia akan kembali kemari dan menggoda suamiku."

"Tidak akan. Aku tidak akan pernah membiarkannya kembali kemari dan mendekati suamimu lagi. Aku bisa menjaminnya."

"Terima kasih, Thomas. Aku sangat berharap akan bantuanmu."

"Tapi, apa aku boleh minta sesuatu padamu?"

"Apa?"

"Aku tidak punya uang sama sekali." Thomas tertunduk malu ketika mengatakan hal itu.

"Sebutkan nomor rekeningmu."

"Aku mau uang tunai."

Fiona membuka sebuah tas kecil yang menggantung di pundaknya, lantas mengeluarkan dompet miliknya.

"Apa segini cukup?"

Fiona mengambil semua uang tunai yang mengisi salah satu ruang di dalam dompetnya dan menyodorkannya ke depan Thomas. Jumlahnya cukup banyak. Kisaran tujuh juta rupiah.

Mata Thomas seketika berbinar saat melihat tumpukan uang di atas meja. Pria itu buru-buru membereskan uang di depannya sebelum ada orang lain yang melihat ke arah mereka.

"Ya. Ini cukup," ucap Thomas setelah menyimpan uang itu di dalam saku Hoodie yang dikenakannya. "Apa aku bisa pergi sekarang?"

"Ya, silakan."

Thomas segera beranjak dari tempat duduknya, lantas berlalu meninggalkan Fiona. Urusan di antara mereka telah selesai. Fiona ingin menuntaskan permasalahan Mira tanpa harus mengotori tangannya. Ia menyerahkan Mira sepenuhnya pada Thomas, kekasih Mira. Apa yang akan dilakukan Thomas terhadap Mira, itu bukan urusan Fiona. Ia hanya akan mengawasi pergerakan Thomas dari jauh.

"Awasi pria itu." Fiona berbicara pada seseorang di telepon.

"Baik, Nyonya."

Usai menghubungi orang suruhannya, Fiona lantas menelepon Krisna. Ia menyuruh pria itu agar menjemputnya di dalam restoran.

"Apa urusannya sudah selesai?" tegur Krisna. Ia tiba tidak lama kemudian. Suasana restoran masih cukup ramai. Sekilas tadi Krisna mengedarkan tatapan ke sekitar, tapi tak menemukan seseorang yang patut dicurigai baru saja berbicara dengan Fiona.

"Ya," angguk Fiona. "Apa kamu tidak lapar? Mumpung kita di sini... "

"Tidak, aku sudah makan tadi," balas Krisna menukas ucapan Fiona. Ia telah bersiap untuk mendorong kursi roda milik Fiona keluar dari restoran cepat saji.

"Kamu tidak mau es krim?" tawar Fiona berusaha membujuk Krisna. Rasanya sudah terlalu lama ia tidak mentraktir Krisna. Belakangan ini Fiona selalu sibuk dengan urusannya sendiri.

"Tidak," tegas Krisna bersikukuh menolak tawaran Fiona.

Fiona tak lagi berniat menawarkan sesuatu pada Krisna.

Mereka dalam perjalanan pulang beberapa saat kemudian.

"Apa kamu baik-baik saja?" Sembari menyetir Krisna bertanya pada Fiona. Hingga detik ini Krisna masih merasa khawatir pada wanita itu.

"Apa aku tampak sakit?" Fiona justru balik bertanya.

Krisna melirik ke spion tengah. Di mata Krisna Fiona tak tampak seperti biasanya. Entah itu karena rambutnya yang terlihat agak kusut, ataukah pakaian yang dikenakan Fiona.

"Mungkin." Krisna tak memberi jawaban pasti.

Fiona tersenyum mendengar jawaban Krisna.

"Tenang saja, Kris. Aku baik-baik saja," ucap Fiona berusaha menenangkan hati Krisna. Jika itu tentang pakaian yang Fiona kenakan, ia memang sengaja memilih padanan sederhana saat menemui Thomas. Fiona sedang membuat dirinya terlihat lemah dan menderita seperti yang selama ini ia lakukan.

Krisna tak yakin dengan jawaban yang diberikan Fiona. Tapi, ia berharap Fiona sungguh baik-baik saja seperti yang dikatakannya.

"Apa kamu sudah menghubungi Dokter Muh?" Dengan hati-hati Krisna bertanya perihal lain. Sudah beberapa lama Fiona tak membicarakan Dokter Muh. Fiona juga tak kunjung memintanya untuk diantarkan ke rumah sakit.

"Tidak, tapi Dokter Muh sendiri yang meneleponku," ungkap Fiona jujur. Jika saja Krisna tak bertanya, Fiona tidak akan menceritakan perihal pembicaraannya dengan Dokter Muh beberapa waktu yang lalu.

"Benarkah?" Tumbuh setitik harapan di benak Edgar. Pasalnya Fiona tak bisa diharapkan. Sejak awal wanita itu terlihat enggan untuk menghubungi Dokter Muh lebih dulu. "Apa kamu sudah setuju untuk melakukan terapi yang ditawarkan Dokter Muh?" tanya Krisna tidak sabar.

"Tidak. Justru Dokter Muh menyarankan agar aku melakukan pengobatan di Amerika."

"Lalu?"

"Aku bilang akan mempertimbangkannya."

Itu sama saja, batin Krisna sarat kekecewaan. Kenapa begitu sulit untuk membujuk Fiona?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top