Bab 9
Bibi Sul berdiri kaku tidak jauh dari kursi roda Fiona. Kedua tangannya saling menggenggam di depan tubuh. Sementara sepasang matanya diam-diam mencuri pandang ke arah cermin besar di hadapan Fiona. Dari pantulan benda itulah Bibi Sul bisa mengawasi setiap pergerakan tangan Fiona yang sedang sibuk merias wajahnya.
Beberapa saat lalu, usai membantu Fiona membersihkan diri, Bibi Sul diminta untuk mengambilkan pakaian dari dalam lemari. Bukan pakaian yang sehari-hari Fiona kenakan, melainkan pakaian untuk bepergian. Dan sekarang Fiona sedang sibuk merias wajah. Membuat Bibi Sul bertanya-tanya dalam hati, apa majikannya akan pergi ke suatu tempat?
"Aku akan berkunjung ke perusahaan."
Bibi Sul tergagap saat suara Fiona terdengar memecah kesunyian di ruangan itu. Dari pantulan cermin besar di hadapan Fiona, Bibi Sul bisa melihat jika Fiona sedang menatapnya kini. Gerakan tangannya yang sedang memegang batang lipstik mengambang di udara sejenak. Rupanya Fiona sadar kalau Bibi Sul terus memperhatikannya sejak tadi. Wanita cantik itu juga seakan-akan dapat mendengar batin Bibi Sul.
"Aku sudah lama tidak pergi ke sana. Ada beberapa hal yang mesti kuurus," imbuh Fiona sedikit memberi petunjuk pada asisten rumah tangganya itu.
"Oh." Bibi Sul mengangguk tanpa sadar.
Setelah kecelakaan itu, Fiona hanya sesekali berkunjung ke perusahaan. Bibi Sul tak sempat menghitungnya secara cermat. Mungkin hanya empat atau lima kali.
Fiona telah merampungkan riasan wajah dan tatanan rambutnya. Ia hanya perlu memasang anting ke kedua telinganya, selepas itu Fiona siap untuk berangkat.
"Antarkan aku hanya sampai di depan. Bibi di rumah saja dan istirahat," ucap Fiona setelah semua persiapannya selesai.
"Baik, Nyonya."
Bibi Sul menuruti perintah majikannya tanpa banyak bertanya. Ia sudah pernah melakukannya dan Bibi Sul tahu harus berbuat apa.
Di halaman telah menunggu mobil beserta supir pribadi Fiona yang siap mengantar wanita itu ke manapun ia pergi. Bibi Sul mengantarkan majikannya hanya sampai di dekat mobil. Setelahnya tugas Bibi Sul berpindah pada Krisna, supir pribadi Fiona.
Usai mobil meluncur pergi, Bibi Sul kembali masuk ke dalam rumah. Seperti perintah Fiona, Bibi Sul akan beristirahat selama beberapa jam ke depan hingga majikannya kembali. Ia harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya karena momen seperti ini jarang terjadi.
**
"Antarkan aku ke rumah sakit."
Lima menit setelah mobil yang ditumpangi Fiona meninggalkan halaman rumah, tiba-tiba wanita itu mengeluarkan perintah pada supir pribadinya.
Krisna, supir pribadi Fiona terkejut mendengar perintah majikannya yang terkesan mendadak. Tadi pagi ia memang mendapat pesan singkat dari Fiona untuk mengantarnya pergi. Fiona tidak menyebutkan tujuan, tapi Krisna menduga Fiona ingin diantarkan ke perusahaan seperti yang sudah pernah dilakukan wanita itu. Namun, kenyataannya dugaan Krisna salah.
Pria itu melirik spion tengah.
"Bukannya kita akan pergi ke perusahaan?" tanya Krisna bingung.
"Tidak. Kita akan pergi ke rumah sakit," tegas Fiona.
Krisna mengangguk pelan. Pria itu tidak bertanya lagi pada Fiona dan terus memusatkan fokusnya pada kemudi. Ia harus mengemudi dengan aman dan nyaman.
Selang tidak lama ponsel Fiona bergetar.
Wanita itu menatap layar ponselnya dengan pandangan kesal. Tapi, meski begitu ia tetap menjawab panggilan yang masuk.
"Halo." Suara Fiona terdengar tidak bersemangat.
" ... "
"Iya, Dok. Aku sedang ada di jalan. Apa Dokter takut aku tidak datang?"
" ... "
"Baiklah. Aku akan tiba sebentar lagi."
Fiona mengakhiri percakapan singkatnya, lalu menghela napas panjang.
"Dokter Muh terus saja memaksaku untuk datang ke rumah sakit," keluh Fiona tiba-tiba. Suaranya masih terdengar kesal, padahal ia bukan sedang bicara pada Dokter Muh sekarang. "Dia bersikeras agar aku menjalani terapi. Padahal kamu tahu kan, kakiku tidak dapat disembuhkan?"
Krisna kembali melirik spion tengah. Pria itu hanya ingin memastikan ekspresi yang tergambar di wajah Fiona. Apa ia harus sekesal itu saat seseorang memotivasinya untuk sembuh?
"Apa menurutmu aku bisa disembuhkan?"
Fiona malah melempar pertanyaan aneh pada supir pribadinya.
Krisna belum menjawab. Ia bahkan tak punya sesuatu untuk menghibur Fiona.
"Aku hanya akan membuang waktu untuk melakukan ini," keluh Fiona seraya membuang tatapan keluar jendela.
"Apa kamu tidak ingin sembuh?"
Fiona memutar kepalanya kembali.
"Apa kamu sedang meledekku?" Meski hanya bisa melihat pantulan wajah Krisna dari kaca spion tengah, Fiona tetap melancarkan tatapan tajam pada pria itu. "Apa kamu bisa membayangkan bagaimana perasaanku jika aku benar-benar menjalani terapi itu dan tetap tidak menghasilkan apa-apa?"
Krisna tak berani menjawab. Emosi telah menjalar ke kepala Fiona dan Krisna tidak mau membuat wanita itu meledakkan amarah. Krisna memilih jalur aman dengan membungkam mulutnya sepanjang sisa perjalanan ke rumah sakit.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top