Bab 4

Edgar merasa oksigen di sekitarnya mulai menipis. Pria itu beringsut ke kursinya dan menjatuhkan tubuh. Sedang Billy meletakkan lembar-lembar foto itu di atas meja dengan gerakan pelan. Tanpa suara. Ia mencuri tatap diam-diam pada Edgar.

"Seseorang ingin mengintimidasimu," tandas Billy berusaha memancing percakapan dengan Edgar. "Dia pasti akan menghubungimu jika mengharapkan sesuatu dari foto-foto itu."

"Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kasus yang kutangani," ujar Edgar mencoba untuk berpikir jernih.

Billy tak sabar ingin menyambung percakapan. Pria itu menarik sebuah kursi dan langsung duduk menghadap Edgar. Kini keduanya saling duduk berhadapan.

"Tapi itu bisa menjatuhkan reputasimu sebagai pengacara muda, Ed. Bagaimana perasaan Fiona kalau dia tahu kamu mengkhianatinya?" sambung Billy dengan kening mengerut serius.

Edgar bungkam. Ia masih belum dapat menebak siapa dan apa yang diinginkan oleh si pengirim foto-foto itu.

"Kapan terakhir kali kamu bertemu dengannya?" cecar Billy menuntut pengakuan Edgar. Pasalnya ia yakin foto di atas meja Edgar diambil belum lama.

"Mungkin dua minggu yang lalu," ungkap Edgar tak menutupi fakta. "Tapi aku hanya mengunjunginya di depan pintu rumah. Aku sama sekali tidak masuk dan langsung pulang setelah memberinya beberapa keperluan," imbuh Edgar menjelaskan apa yang tersirat di dalam foto.

"Bukan kewajiban kamu untuk memberi wanita itu nafkah, Ed. Kamu bukan dinas sosial. Dia orang lain dan bukan apa-apa kamu," sentak Billy berusaha mengingatkan posisi Edgar dan wanita dalam foto. Sekalipun dalam foto itu tidak menggambarkan sesuatu yang negatif, tetap saja orang bisa salah persepsi. Terlebih lagi jika Fiona tahu.

"Aku tidak tega ... "

"Kamu mencintainya, Ed. Kamu melakukan semua itu bukan karena kamu kasihan, tapi karena kamu menyukai wanita itu," potong Billy tegas. Emosinya menggebu ketika membayangkan seraut wajah sedih Fiona yang mesti duduk di atas kursi roda selamanya. Konon kedua kakinya tidak dapat disembuhkan.

"Aku hanya ingin membantunya, Bil. Hanya sampai dia mendapatkan pekerjaan yang layak dan mungkin sampai dia menemukan pasangan yang tepat," ujar Edgar terkesan membela diri.

"Kamu terlalu baik, Ed. Itu adalah kelemahan terbesarmu." Di balik kalimatnya Billy sengaja ingin menyanjung sekaligus merendahkan harga diri Edgar. "Tapi kamu harus ingat bahwa ada Fiona di rumah. Dia istrimu dan dia percaya padamu sepenuhnya. Kamu adalah satu-satunya tempat Fiona bergantung. Mungkin kamu juga alasan terbesarnya untuk tetap bertahan hidup," ujar Billy sekali lagi ingin memperingatkan rekan kerjanya.

"Aku tidak akan meninggalkan Fiona, Bil. Kamu tahu aku tidak akan pernah melepaskan Fiona."

"Tapi kamu sudah mengkhianatinya, Ed. Ingat itu," ucap Billy seperti sebuah teror.

Edgar tertegun melihat gerakan tubuh Billy. Pria itu bangkit dari kursinya, lantas berlalu pergi meninggalkan meja kerja Edgar. Ia terlihat kesal bukan kepalang.

Setelah Billy pergi, Edgar kembali mengarahkan tatapan pada sejumlah foto di atas meja.

Nama wanita itu Mira. Sekitar satu setengah tahun lalu, tanpa sengaja Edgar bertemu dengan Mira di jalan tak jauh dari kantornya. Wanita itu hampir saja terserempet mobil yang dikendarai Edgar. Bermaksud meminta maaf, Edgar justru menemukan wanita itu sedang tidak baik-baik saja. Wajah wanita itu terlihat memar dan kedua matanya sembab. Ia juga terlihat ketakutan. Kedua tangannya gemetar. Penampilannya berantakan. Edgar yang telah bersiap untuk pulang, begitu melihat Mira, ia langsung mengurungkan niatnya.

Usai bertanya sedikit tentang apa yang Mira alami, Edgar bergegas membawa wanita itu pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kekasihnya terkait dengan tindakan kekerasan yang ia alami. Lantas ia juga mengantar Mira pergi ke rumah sakit untuk melakukan visum. Edgar bahkan mencarikan Mira sebuah kamar penginapan karena wanita itu tidak mungkin kembali ke kostnya untuk menghindari hal yang sama terulang kembali.

Singkat cerita, Edgar berhasil memenjarakan kekasih Mira atas tuduhan penganiayaan kala itu. Akan tetapi, hubungan di antara Edgar dan Mira tidak serta merta terputus bahkan setelah persidangan selesai. Keduanya sering berkomunikasi melalui telepon dan pesan singkat. Hingga akhirnya benih-benih cinta itu tumbuh di hati Edgar dan Mira.

Sejujurnya benih-benih cinta itu diawali dari rasa iba. Mira yang tampak begitu malang di mata Edgar, membuat pria itu melakukan banyak hal untuknya. Edgar mencarikan Mira sebuah rumah sewa, bukan yang besar dan mewah. Hanya sebuah rumah sewa sederhana dan murah. Cukup untuk ditempati satu sampai dua orang. Selain itu Edgar memberikan sejumlah uang pada Mira guna menopang kebutuhannya sehari-hari.

Dan pada akhirnya Edgar benar-benar jatuh hati pada sosok Mira yang cantik dan berpembawaan lembut. Perhatian yang diberikan Mira membuat Edgar terlena dan nyaris melupakan statusnya yang telah menikah dengan Fiona.

Edgar telah berkali-kali mengingatkan diri sendiri jika yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan besar. Namun, kesadaran itu tidak bisa seketika membuat Edgar lantas mengakhiri semuanya. Ia merasa butuh waktu lebih banyak untuk menyudahi hubungan terlarang itu. Mungkin dengan cara pelan-pelan, pikir Edgar. Atau mungkin dengan menjaga jarak sedikit demi sedikit. Edgar ingin melakukannya.

Namun, rencana itu tidak mudah untuk direalisasikan. Semakin Edgar mencoba, ia merasa semakin berat untuk melepaskan Mira. Sementara di sisi lain ada Fiona yang dengan tulus mencintainya. Fiona yang tak tahu apa-apa, menjadi korban perselingkuhannya. Fiona yang malang.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top