Bab 5
Ada yang berbeda dengan Siren di senin pagi kali ini. Biasanya ia selalu memulai seninnya dengan kondisi lemah tak berdaya dan mood yang berantakan, tetapi kali ini berbeda. Siren begitu semangat. Bibirnya tak lelah menebar senyuman. Ia bahkan tak mengumpat pada heels sembilan sentimeternya yang selalu meninggalkan rasa sakit di kedua kakinya.
Pokoknya senin pagi kali ini suasana hati Siren sedang dipenuhi dengan kegembiraan. Hatinya berbunga-bunga.
Sikap baik hati Eldin selama weekend kemarin adalah yang paling banyak menyumbang kebahagiaan dalam dirinya. Pasalnya, setelah tiga bulan ia bekerja dengan Eldin, baru kali ini pria itu benar-benar membiarkannya terbebas dari kerjaan di akhir pekan. Ditambah lagi dengan tas branded yang Eldin hadiahkan untuknya di hari jumat yang lalu.
Kalau diingat-ingat lagi, sepertinya Siren tidak pernah memberikan obat-obatan yang aneh pada Eldin. Menu makanannya pun tidak berubah. Lalu, apa yang membuat pria itu bersikap demikian?
Siren menggeleng pelan. Walaupun terasa janggal, tidak semestinya ia mempertanyakan perubahan sikap Eldin. Seharusnya Siren merasa bersyukur, bukan? Pekerjaannya jadi tidak terlalu berat. Dosanya pun ikut berkurang karena frekuensi misuh-misuhnya pada Eldin juga berkurang.
Setibanya di kantor, senyum Siren tetap bertahan dalam bibirnya. Sapaan bernada ramah pun ia lontarkan pada rekan-rekan kerjanya yang ditemuinya di sepanjang jalan menuju ruangannya.
Siren jadi teringat hari pertama saat ia bekerja di sini. Ia benar-benar tak berhenti menyapa semua orang demi menunjukkan kesan yang baik sebagai karyawan baru. Sekaligus untuk mencari teman. Namun, keramahtamahannya hilang setelah satu minggu bekerja.
Hal itu tentu saja dikarenakan beban kerjanya yang luar biasa berat. Ia sungguh tidak punya tenaga hanya untuk sekadar menyapa rekan-rekan kerjanya yang lain. Paling hanya melempar senyum ringkas.
Kini, setelah sekian lama, Siren bisa kembali bersikap ramah pada karyawan lainnya. Yah ... walaupun hal itu mendatangkan keheranan di mata mereka.
Siren sudah sampai di ruangannya. Senyumnya sirna bersamaan dengan sebelah alisnya yang terangkat ketika menemukan paper bag yang di dalamnya berisi satu set sarapan. Matanya kemudian berkeliling, mencari sosok yang meninggalkan sarapannya di atas mejanya. Namun, ia tak menemukan siapa pun di sini.
“Untuk kamu. Saya yang beli.”
Siren terlonjak kaget saat mendengar sebuah suara dari arah belakang. Buru-buru ia memutar tubuhnya ke sumber suara dan mendapati Eldin yang entah sejak kapan berada di sini. Ia tak melihat kehadiran pria itu dari pintu lift. Jadi, apa Eldin sudah berada di kantor sebelum dirinya tiba?
“Bapak udah datang dari tadi?” Siren langsung menyuarakan isi pikirannya, mengabaikan satu set sarapan yang sejak tadi menarik perhatiannya.
Eldin hanya mengangguk singkat dengan kedua lengan yang dilesakkan ke dalam saku celananya.
“Ada masalah ya, Pak?” Siren meringis di akhir kalimat, merasa tak enak hati dengan Eldin yang datang lebih dulu darinya.
Tiga bulan bekerja dengannya, Siren sudah hafal dengan kebiasaan-kebiasaan bosnya itu. Bila Eldin datang lebih cepat dari biasanya, pasti sedang ada masalah yang terjadi. Dan pria itu pasti juga akan menyuruhnya untuk datang sepagi dirinya.
Siren kini merasa tidak tahu apa-apa. Di akhir pekan Eldin tidak menghubunginya sama sekali. Lalu, pagi ini pria itu datang lebih cepat tanpa memberinya kabar sama sekali.
Sejujurnya Siren senang karena Eldin tak terlalu memforsirnya, tetapi entah kenapa perasaannya jadi tidak nyaman. Ia jadi seperti lalai terhadap pekerjaannya sendiri.
“Nothing,” jawab Eldin, sambil menggeleng dengan santai. Seolah-olah menunjukkan jika memang tidak ada urgensi apa pun.
Siren menghela napas panjang. Syukurlah.
“Jadwal rapat bulanan akan dilaksanakan di jam sembilan nanti, kan?”
“Ah ... iya, Pak.” Siren buru-buru meletakkan tasnya ke atas meja setelah mengambil iPad yang tersimpan di dalamnya. Ia lalu segera membuka catatan agenda Eldin di hari ini dan membacakan rangkaian jadwal pria itu.
Eldin hanya manggut-manggut, mendengarkannya dengan patuh.
“Apa ada jadwal yang harus diubah, Pak?” tanya Siren, memastikan jika semua jadwal bosnya tidak ada yang bertabrakan. Pasalnya, Eldin kadang suka lupa dengan jadwalnya sendiri dan seenak jidat membuat janji dengan orang lain.
“Tidak. Lanjutkan sesuai jadwal yang sudah diatur.”
Siren mengangguk mantap dengan senyum yang terukir di wajahnya.
“Saya bawakan sarapan untuk kamu,” ucap Eldin sembari melirik paper bag yang berada di atas meja Siren. “Kamu bisa sarapan dulu sebelum menemani saya meeting bulanan.”
Siren mengikuti arah pandang Eldin hingga matanya berlabuh pada paper bag yang berisi satu set sarapan dalam beberapa detik sebelum kembali pada pria itu.
“Itu ... untuk saya, Pak?”
Eldin hanya memberi dua kali anggukan tanpa suara.
Siren terdiam selama beberapa saat, tidak tahu harus memberi respons seperti apa. Sebab, hal ini baru pertama kali terjadi setelah tiga bulan ia bekerja dengan Eldin. Boro-boro membelikannya sarapan, menyapanya saja kadang jarang.
Duh! Siren sekarang jadi takut beneran. Sikap Eldin benar-benar tidak seperti biasanya.
Saat Siren sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri, Eldin tiba-tiba saja berbalik dan berjalan menuju ruangannya tanpa repot-repot menunggu tanggapan darinya. Dan Siren pun hanya bisa meringis.
•••
Sikap Eldin hari ini benar-benar berbeda. Bukan hanya tentang membelikannya sarapan saja, pria itu bahkan membiarkannya makan siang bersama karyawan lainnya. Kerjaannya memang sedang tidak banyak, sih, tetapi biasanya Eldin memaksanya untuk tetap tinggal di mejanya. Katanya untuk berjaga-jaga kalau bosnya itu membutuhkannya.
Hari ini adalah pertama kalinya Siren makan siang dengan rekan kerjanya. Ia pun memanfaatkan momen tersebut untuk bisa lebih akrab dengan rekan kerjanya. Hitung-hitung mencari teman di lingkungan yang sama dengannya.
Rupanya bukan hanya Siren saja yang dibuat heran dengan aturan tak masuk akal Eldin yang menyuruhnya untuk tetap makan siang di mejanya, rekan-rekan kerjanya yang lain pun merasakan hal yang sama.
Siren baru mendapatkan bocoran dari rekan kerjanya jika asisten pribadi Eldin yang lama—yang mana merupakan teman semasa SMA-nya—tak jarang makan siang bersama mereka. Jadi, di awal mereka sempat berprasangka jika Siren adalah orang yang sombong karena enggan bergaul dengan karyawan lainnya.
Beruntung hari ini Siren mendapat kesempatan untuk bisa makan siang bersama mereka sehingga ia bisa membuat klarifikasi mengenai gosip miring tentangnya.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, peraturan yang dibuat Eldin untuknya memang terkesan janggal, sih. Juga semena-mena. Siren tak menampik jika ia sudah merasakannya sedari awal, tetapi dia bisa apa?
Huh! Kalau jadi kacung, tuh, emang susah untuk protes.
Protes dikit, besoknya langsung dapet surat peringatan.
Kalau saja bisnis Siren tidak bangkrut, ia pasti sudah hidup senang sekarang.
“Tadi makan siang di mana?”
Siren nyaris melempar ponsel dalam genggamannya saat pertanyaan tersebut menelusup ke dalam telinganya. Ia buru-buru bangkit dari kursinya begitu menemukan Eldin yang berdiri menjulang di depan meja kerjanya.
“Di kantin, Pak,” jawab Siren, sambil berusaha menampilkan senyum dalam wajahnya yang masih tampak terkejut.
“Buat kamu.” Eldin meletakkan sebuah parsel berisi bermacam buah-buahan di atas mejanya. “Belakangan ini saya lihat kamu agak kurang fokus.”
Manik Siren berpindah pada parsel buah-buahan tersebut dengan mulut yang melongo.
Sebenarnya bosnya ini lagi kesambet setan apa, sih? Kok tiba-tiba jadi sebaik ini padanya.
Hih, serem!
•••
Eldin mulai berubah, guys. Pertanda apa kah ini?😭👍
Jangan lupa vote dan komennya ya tayang-tayangku❤🌻
18 Juni, 2024
Follow aku di
Instagram: rorapo
Dreame/Innovel: rorapo_
Karyakarsa: rorapo_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top