Bab 13

Ini adalah kali kedua Siren mendapatkan akhir pekan yang tenang sejak bekerja dengan Eldin. Tak ada pesan ataupun panggilan dari bosnya itu. Tak ada pekerjaan tambahan yang harus tetap dikerjakannya meski di akhir pekan sekalipun.

Siren memiliki waktu untuk beristirahat tanpa adanya gangguan. Seharusnya ia senang, bukan? Namun, ia malah merasa bingung. Sebab, Siren tahu persis ada begitu banyak kerjaan yang menanti. Apalagi GeneralX akan mengadakan event tahunan sebentar lagi.

Ada sebuah spekulasi yang berkelebat dalam pikirannya tentang Eldin yang tak menghubunginya di akhir pekan. Menurut Siren, hal itu masih ada kaitannya dengan kejadian jumat yang lalu, saat ia dilabrak oleh debt collector.

Eldin seperti sengaja memberikannya waktu untuk beristirahat sambil menenangkan pikiran. Pria itu seolah-olah berusaha untuk memahaminya. Namun, apa mungkin Eldin sepeduli itu padanya? Padahal, bila dilihat dari sikapnya selama tiga bulan belakangan ini, pria itu malah sengaja menyiksanya habis-habisan.

Entahlah.

Apa pun alasannya, Siren sangat berterima kasih pada Eldin. Ia memang membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Para debt collector yang mendatanginya waktu itu masih meninggalkan trauma.

"Terima kasih, Pak." Siren keluar dari taksi yang pagi ini mengantarnya menuju kantor usai mengucapkan terima kasih dan melempar seutas senyum pada sang sopir.

Barangkali sudah ada dua minggu Siren tak lagi ke mana-mana menggunakan mobilnya sendiri. Mobilnya sudah berpindah tangan ke pemilik lainnya setelah ia menjualnya untuk membayar utang ratusan jutanya.

Sudah menjual mobil dan beberapa asetnya pun utang Siren masih tersisa sekian ratus juta lagi. Dan sisa dari utangnya itu kini sudah dilunasi oleh Eldin.

Hebat!

Hanya dalam hitungan jam, Siren bebas dari jeratan utang-piutang yang menggunung hanya karena bantuan Eldin. Namun, ia akan tetap menganggap hal itu sebagai utang. Hanya saja, kali ini ia akan membayarkannya pada Eldin.

Siren sudah cukup merasa bersalah atas perlakuannya di masa lalu terhadap Eldin. Dan ia tak ingin merasa berutang budi lebih banyak lagi pada pria itu.

Siren seperti merasakan deja vu ketika ia tiba di ruangannya dan mendapati sebuah paper bag yang berisi satu set sarapan di atas mejanya. Kali ini ia tak lagi bertanya-tanya siapa yang memberikan makanan ini padanya.

Siapa lagi memangnya kalau bukan Eldin.

Bosnya itu berarti sudah datang lebih dulu darinya.

Siren meletakkan tasnya di atas meja. Ia lantas menghampiri Eldin yang mungkin sedang berada di ruangannya. Selagi masih pagi dan belum terlalu banyak pekerjaan, Siren akan mencoba untuk membicarakan kejadian jumat yang lalu dengan pria itu.

Tok! Tok!

Dua kali ketukan mendarat di pintu ruangan Eldin sebelum tangannya menarik tuas pintu dan mendorongnya dengan pelan.

"Pagi, Pak!" sapa Siren dengan senyum cerahnya.

Eldin mengangkat kepalanya dan bertemu pandang dengan Siren. "Ya?"

Siren menutup pintu di belakangnya dan buru-buru berjalan menghampiri Eldin. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak. Bapak ada waktu?" ujarnya seraya meremas jari-jarinya untuk melepas kegugupannya.

Eldin meletakkan lembaran dokumen dari tangannya ke atas meja. Ia lantas menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan kedua tangan yang membentuk posisi bersedekap dada. Maniknya pun mulai terfokus pada Siren.

"Katakan," titahnya kemudian.

"Saya ingin membicarakan soal kejadian di apartemen saya jumat lalu," ucap Siren dengan suara yang semakin pelan menuju akhir kalimat. Kepalanya juga ditundukkan.

"Kenapa? Preman-preman itu mengancam kamu lagi?" desak Eldin. Posisi duduknya sudah berubah tegak dengan pandangan yang menyipit dipenuhi keresahan.

Siren melotot bersamaan dengan kepalanya yang diangkat. Kedua tangannya lantas digoyang-goyangkan di depan dada sambil berucap, "Bukan, Pak. Saya baik-baik aja, kok," jelasnya.

Eldin tampak menghela napas panjang meski kedua pundaknya masih terlihat menegang. "Lalu?"

"Saya akan membayar utang yang Bapak bayarkan untuk saya. Saya akan menganggapnya sebagai utang."

Eldin terdiam sejenak. Matanya menatap Siren yang berdiri gugup di hadapannya dengan intens. "Ya. Kamu memang harus membayarnya," ucapnya kemudian, dengan wajah yang berubah datar dan membuang pandangannya dari Siren untuk kembali ke dokumen-dokumen yang sebelumnya ditaruh di atas meja.

Siren menyunggingkan senyum tipis sembari mengangguk mantap. "Kalau boleh, tolong beri saya waktu ya, Pak. Saya pasti akan menggantinya secepatnya."

"Hmm."

Hanya itulah jawaban Eldin. Ia bahkan sudah kembali fokus dengan pekerjaannya, seolah-olah menyudahi pembicaraannya dengan Siren begitu saja.

"Terima kasih, Pak," kata Siren dengan senyum yang masih melekat di wajahnya.

•••

Entah kenapa Eldin merasa marah saat Siren berniat untuk mengganti uangnya. Padahal, ia tak memikirkan tentang seratusan juta yang sudah ia keluarkan untuk membayar utang gadis itu. Ia memang benar-benar ingin membantu Siren. Egonya jadi merasa terusik.

"Saya pulang sendiri aja, Pak."

Eldin menghentikan langkahnya dan berputar ke belakang, menghadap Siren dengan pupil yang menyempit. "Kenapa?"

"Saya mau mampir ke tempat lain dulu, Pak."

Dahi Eldin berkerut, seakan sedang berpikir sejenak. Bibirnya pun agak terbuka, seperti sedang menimbang-nimbang kata apa yang akan keluar dari mulutnya.

"Ya, sudah. Terserah kamu," balas Eldin pada akhirnya, yang menunjukkan ketidakpedulian.

Setelahnya, Eldin pun kembali berbalik dan membelakangi Siren. Dan tanpa pamit langsung meninggalkan gadis itu begitu saja.

Siren mengembuskan napas panjang dengan wajah yang berubah cemberut melihat Eldin yang satu harian ini sangat sensitif sekali. Ia lantas ikut melangkah, meninggalkan area parkir restoran yang menjadi tempat mereka bertemu dengan klien.

Sementara di dalam mobil, Eldin meminta pak Damar untuk tidak langsung melajukan mobilnya karena ia sedang mengamati Siren yang berpindah ke depan pintu masuk restoran untuk menunggu ojek online yang dipesannya.

Eldin penasaran Siren hendak pergi ke mana. Setelah kejadian jumat yang lalu, ia jadi merasa waswas tiap kali gadis itu berpergian seorang diri. Hatinya merasa tak tenang. Entah bagaimana bisa firasatnya terus-terusan mengarah ke hal-hal yang buruk bila memikirkan tentang Siren.

"Kita ikuti Siren ya, Pak." Eldin memberi perintah pada pak Damar begitu ojek online yang Siren order sudah mengangkut gadis itu.

Persetan bila setelah ini Eldin dicap sebagai penguntit. Ia hanya tak bisa melawan hatinya yang terus memaksanya untuk memastikan dengan mata kepalanya sendiri jika Siren baik-baik saja.

Pak Damar terus mengikuti Siren dalam jarak pandang yang aman agar mereka tidak ketahuan. Hari hampir berubah gelap dan jalanan pun cukup padat. Siren yang menggunakan ojek online sempat hilang dari jangkauan mereka dalam beberapa saat. Syukurlah mata pak Damar begitu tajam hingga mereka bisa kembali menemukan Siren yang rupanya sudah berbelok ke salah satu pusat perbelanjaan.

"Kita tunggu di parkiran saja, Pak," ujar Eldin ketika melihat Siren yang sudah masuk ke dalam pusat perbelanjaan tersebut.

"Baik, Pak."

Eldin mengendurkan ikatan dasinya seraya menyandarkan punggungnya pada kursi. Matanya terus menyorot ke luar jendela, mengamati satu per satu orang yang keluar masuk pusat perbelanjaan tersebut. Ia tak boleh kehilangan Siren.

Barangkali ada sekitar satu jam Eldin menunggu di dalam mobil. Punggungnya lantas ditegakkan ketika netranya kembali menangkap keberadaan Siren. Gadis itu membawa satu plastik besar di tangannya dan kembali menaiki ojek online.

"Ikuti Siren lagi, Pak," titah Eldin, meminta pak Damar untuk segera melajukan mobilnya agar tidak kehilangan jejak Siren yang sudah lebih dulu meninggalkan area pusat perbelanjaan.

Sama seperti sebelumnya, Eldin kembali membuntuti perjalanan Siren. Namun, jalanan yang dilewatinya kali ini tampak tidak asing. Dan ya ... Siren rupanya langsung pulang ke apartemennya.

Eldin mengembuskan napas panjang begitu pak Damar menghentikan mobil di depan lobi apartemen Siren. Gadis itu pun sudah masuk ke dalam. Entah apa yang merasukinya sedari tadi. Ia sungguh tak bisa tenang sebelum melihat Siren tiba di apartemennya dengan selamat.

Eldin meminta pak Damar untuk berhenti sejenak. Ia kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi Siren.

"Halo! Ada apa, Pak?"

Panggilannya langsung dijawab oleh Siren. Tanpa sadar, Eldin kembali menghela napas lega tatkala mendengar suara Siren yang terdengar baik-baik saja di seberang telepon.

"Tidak ada," jawab Eldin dengan singkat, yang tanpa basa-basi langsung mematikan sambungan mereka.

Siren baik-baik saja. Dan itu sudah cukup bagi Eldin untuk pulang dengan kondisi hati yang tenang.

•••

Eldin mulai pantau-memantau, nih. Lumayan ada kemajuan😭👍

Besok kita masih akan ketemu lagi. Jangan pada bosen yaa😋😚

26 Juni, 2024

Follow aku di
Instagram: rorapo
Dreame/Innovel: rorapo_
Karyakarsa: rorapo_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top