🍁 MCH - 5

🍁 Aku bisa berpaling ke lain hati dengan mudahnya, itu karenamu yang selalu sibuk dengan duniamu 🍁

🍁🍁🍁

"Seingatku, aku tidak punya istri pembohong sepertimu!"

Airmata Binar spontan bergulir. Tubuhnya mematung menatap kepergian Arlan. Hatinya terasa sakit dan nyeri tapi Binar tau, hati Arlan jauh lebih sakit. Binar mendekap erat paperbag kecil yang sedari tadi di bawanya.

"Gue mau balik, Mar!" ucapnya lirih dan langsung melangkah pergi.

Tak tinggal diam, Mario mengejar langkah Binar dan berusaha menenangkannya. "Gue anterin ya---"

"Gue bisa sendiri, Mar!" potong Binar.

"Lo gak bisa sendirian, Bin. Lo lagi kacau!" bujuk Mario membuat langkah Binar terhenti sementara. "Gue anterin. Gue gak mau aja lo mampir kemana-mana. Gue tau lo selalu lakuin hal itu kalo kacau kayak gini!"

Binar tak menjawab dan membiarkan Mario menggiring langkahnya hingga menuju parkiran mobil. Mario hafal betul kebiasaan Binar. Saat sedang resah, Binar akan lupa pulang.

Selama perjalanan, Binar terus membuang pandangannya ke arah luar. Mario sesekali melirik wajah Binar yang tampak sendu.

"Harusnya kita gak ketemu, Mar! Karena gue udah punya suami!"

Ucapan Binar membuat Mario menoleh cepat. Mario hanya menelan salivanya tanpa bisa membalas kalimat Binar.

Mobil Mario berhenti di depan rumah mewah Binar. Dengan cepat Binar turun di ikuti oleh Mario. Saat Binar hendak masuk ke dalam pagar rumahnya, Mario sempat menahan langkahnya.

"Tunggu, Bin!" panggil Mario. Binar menoleh dan menatap wajah Mario dengan pandangan sendu. "Gue akan selalu di sini, nunggu lo. Kapanpun lo mau kembali, gue akan nerima lo!"

Binar tak menjawab dan memilih masuk ke dalam. Tanpa mereka sadari, sepasang mata mengawasi dari balik kaca jendela kamar. Arlan.

Binar menahan langkahnya saat tiba di depan pintu kamar. Ia memejamkan matanya, menata hatinya, menetralkan degup jantungnya. Ia harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.

Binar mendorong pintu dengan pelan dan langsung mendapati Arlan tampak berdiri di kaca jendela kamar dengan tangan bersedekap. Saat pandangan mata mereka beradu, Binar langsung menunduk. Langkah kakinya perlahan menghampiri Arlan yang terus saja melayangkan tatapan tajamnya.

"Maafin aku---"

"Diterima!" potong Arlan.

Binar menggeleng dan mengangkat wajahnya. "Kamu salah paham, Hubby! Aku emang jalan sama Riana dan tadi aku ketemu sama Mario."

Hening. Arlan tak bersuara dan tetap menatap wajah istrinya.

"Aku mohon percaya sama aku. Aku sama Mario gak ada apa-apa---"

"Oke. Lupakan soal tadi!" sahut Arlan dan melangkah menuju tempat tidur dan duduk di tepinya.

"Tapi kamu percaya kan sama aku?" tanya Binar.

Arlan menghela nafas pelan. "Aku lebih mempercayai apa yang aku lihat!"

Binar kehabisan kata-kata. Ia ikut diam sambil meremas paprbag di tangannya. "Maafin aku!" ungkapnya lirih dan meletakkan paperbag itu di atas nakas.

"Aku lapar. Aku ingin makan," setelah itu Arlan melenggang pergi masuk ke dalam kamar mandi.

Binar menatap punggung Arlan yang akhirnya menghilang di balik pintu kamar mandi. Ia lalu mengusap kedua pipinya yang basah dengan kasar. Melangkah cepat keluar kamar dan menuju dapur.

Arlan mengguyur tubuhnya di bawah kucuran air shower kamar mandi. Hatinya terasa panas mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Ia sudah mencukupi segala kebutuhan Binar. Apapun yang Binar inginkan bisa ia wujudkan. Lalu apa yang dicari Binar diluar sana bersama laki-laki lain?

🍁🍁🍁

Suasana makan malam terasa kaku dan dingin. Arlan lebih fokus dengan makanan di piringnya sementara Binar sibuk mengamati wajah Arlan yang begitu datar. Kedua mata Binar berkaca-kaca melihat sikap Arlan.

Binar beranjak dari tempat duduknya saat Arlan sudah selesai dengan aktifitasnya. Binar sudah tidak tahan lagi menahan airmatanya. Baru saja Binar berjalan beberapa langkah tapi tiba-tiba tangannya di cekal oleh Arlan.

Tubuh Binar terhuyung saat Arlan menarik tubuhnya dan akhirnya mendarat di atas pangkuan Arlan. Kedua tangan Arlan sudah mengait di pinggang Binar dan secara refleks tangan Binar mengalung di leher Arlan.

Arlan menatap sebentar bola mata hazel itu sebelum mencium Binar dengan rakusnya. Binar tak menolak dan memilih pasrah menerima perlakuan Arlan. Airmatanya perlahan lolos membasahi kedua pipinya.

Arlan melepaskan pagutan bibirnya dan jemarinya mengusap kedua pipi Binar yang basah. "I want you!" bisiknya lirih.

Binar tak sempat menjawab karena Arlan langsung menyerangnya dan mengangkat tubuh mungil Binar, membawanya masuk ke dalam kamar.

🍁🍁🍁

Minggu pagi Binar bangun dengan tubuh terasa remuk. Arlan sudah tak ada di sisinya. Binar beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju jendela kamar, menyingkap gordennya.

Di bawah sana terlihat Arlan sedang berenang. Binar terpaku di tempatnya, menatap aktifitas Arlan sambil memeluk badcover untuk menutupi tubuh polosnya.

Arlan keluar dari kolam renang sambil mengacak rambutnya. Senyum Binar merekah menatap Arlan. Tak ingin berlama-lama, Binar masuk ke dalam kamar mandi.

🍁🍁🍁

Binar menata sarapan di atas meja makan dan mendapati Arlan keluar dari kamar sudah dalam keadaan segar. Kaos polo dan celana jeans pendek. Arlan menarik kursi dan duduk.

Sebelum duduk, Binar mengambilkan sarapan untuk Arlan lalu duduk di sebelah Arlan. Ia tersenyum saat menatap ke arah tangan Arlan. Pergelangan tangan kiri Arlan tersemat jam pemberiannya.

"Kamu suka gak jamnya?" tanya Binar sambil menuangkan teh aroma melati ke dalam cangkir Arlan.

"Suka," jawab Arlan singkat.

"Itu aku beli kemarin pas jalan sama Riana---"

"Aku tau!" sela Arlan cepat.

Senyum Binar langsung sirna. Arlan begitu dingin dan bahkan Arlan terlihat enggan menatap dirinya. "Kamu masih marah, Hubby?"

"Tidak,"

"Tapi kamu cuek!"

"Aku tidak marah,"

"Tapi kamu beda!"

"Aku tidak marah tapi kecewa," sahut Arlan. "Kamu pasti tau perbedaan dari dua kata itu!"

Binar memilih diam dan tak meneruskan perdebatan ini. "Maafin aku,"

"Diterima."

Setelah percakapan singkat itu tak ada lagi suara dari keduanya. Arlan memilih menghabiskan waktunya di ruang kerjanya sementara Binar memilih menyibukkan diri dengan membersihkan rumah sambil sesekali mencuri pandang menatap kegiatan Arlan.

🍁🍁🍁

"Binar, jelasin sama gue kenapa lo bisa jalan sama Mario!" suara Riana terdengar memekik.

"Ya--gitu, Ri. Gue juga gak tau kenapa gue bisa deket lagi sama dia,"

"Jangan bilang kalo lo sebenarnya masih suka sama Mario," tebak Riana. Binar terdiam seketika. "Ya Rabb, ampuni sahabat hamba. Lo gila atau gimana sih, Bin?"

"Gak tau, Ri," suara Binar terdengar lemah.

"Gue pengen ngatain lo boleh, Bin?"

Binar lagi-lagi terdiam membuat Riana semakin gemas.

"Sumpah. Lo cewek paling bego yang pernah gue kenal, Bin. Lo liat, suami lo itu. Apa kurangnya dia? Cakep, tajir dan mapan. Apa yang lo minta pasti bisa lo dapetin."

"Gue tau itu!"

"Lah, lo udah tau tapi masiiih aja deketin Mario. Kalo suami lo sampe tau gimana---"

"Arlan udah tau," potong Binar.

"APA?" teriak Riana. "Ya Allah, Binar. Mendingan Arlan buat gue aja deh daripada lo selingkuhin kayak gitu!"

"Gue gak selingkuh, Ri."

"Iya tapi proses selingkuh, Bin. Pokoknya sekarang lo lepasin deh Mario. Lo gak inget apa dulu dia pernah ninggalin lo? Cowok gitu masih lo terima juga?"

Binar menghela nafas panjang dan menyandarkan punggungnya di sofa ruang tengah.

"Sebenarnya apa sih yang lo cari dari seorang Mario?"

Binar terdiam sejenak lalu kembali membuang nafas sebelum menjawab. "Mereka itu beda, Ri. Gak tau kenapa gue nyaman aja jalan sama Mario."

"Gila. Lo bener-bener gila, Bin. Arlan itu cowok perfect. Suami idaman, gitu masih kurang? Masih lo sia-siain? Kalo gue jadi lo nih ya, gue mending mati daripada kehilangan Arlan!"

"Lo bisa mudah ngomong kayak gitu karena lo gak ada di posisi gue, Ri!"

"Heleeeh, pembelaan klasik itu. Setiap orang yang ketauan selingkuh bilangnya selalu kayak gitu. Lo gak ada di posisi gue. Cari alesan yang lain kek!"

Binar memejamkan matanya, rasa pusing di kepalanya semakin menjadi. Niatnya curhat ke Riana untuk mencari solusi tapi yang di dapat justru omelan Riana.

"Gue butuh perhatian, Ri dan itu gue dapetin dari Mario!"

🍁🍁🍁

Surabaya 03 April 2018
🍁ayastoria

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top