🍁 MCH - 4
🍁Dengarkan suara hatiku. Inginku, kau genggam hatiku dan dekatkan pada hatimu🍁
🍁🍁🍁
Arlan memarkir mobilnya di garasi lalu turun sambil menenteng tas hitamnya. Masuk ke dalam rumah dengan langkah lebar. Pandangan matanya langsung tertuju ke pintu kamar.
Arlan merenggangkan ikatan dasinya. Membuka pintu kamar dan mendapati kamar kosong. Kepala Arlan menoleh ke arah dapur lalu menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Tak ada siapapun.
Ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan meletakkan tasnya di atas meja. Mengambil duduk di tepi tempat tidur sambil menggulung lengan kemejanya.
Sudah jam 9 malam tapi belum ada tanda-tanda kepulangan Binar. Arlan beranjak dari duduknya dan keluar kamar. Mengambil minum di dalam kulkas lalu duduk di sofa ruang tengah. Sekali lagi ia menatap jam tangannya.
Arlan merogoh saku bajunya, mengambil ponsel miliknya lalu mencari nama Binar. Baru saja benda pipih itu menempel di daun telinganya, ia mendengar suara lain. Suara pintu terbuka dan derap langkah kaki mendekat.
Arlan menghela nafas panjang sebelum memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Baru pulang?" tanya Arlan dingin. Binar sempat terlonjak kaget dan menatap bingung ke arah Arlan.
"Kamu belum tidur, Hubby?" tanya Binar balik.
Arlan tak menjawab dan kembali bertanya. "Darimana saja kamu?"
Binar menelan salivanya sebelum menjawab. "A-aku tadi sama Riana, Hubby!"
"Riana?" cicit Arlan.
"Ya. Riana yang kapan hari ketemu sama kita itu. Dia--dia tadi ngajak aku jalan!"
Kening Arlan mengkerut dan menatap curiga ke arah Binar lalu sedetik kemudian ia mengangguk. Tapi entah kenapa Arlan merasa ada hal yang Binar sembunyikan.
"Kamu udah makan, Hubby?" tanya Binar dan Arlan hanya mengangguk pelan.
Ia sesekali menatap curiga ke arah Binar. Tak biasanya Binar pulang malam seperti ini dan kalaupun ia telat, Binar akan memberitahunya. Tapi hari ini tak ada telpon ataupun pesan dari Binar.
"Sudah. Aku lelah. Mau istirahat!"
Binar menghela nafas panjang. Dalam hati ia mengucap kata maaf beberapa kali karena telah membohongi Arlan.
🍁🍁🍁
Pertemuan keduanya dengan Binar membuat Mario semakin yakin akan keputusannya. Ia akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Good night, Sayang!
Mario tersenyum lebar setelah mengirim pesan ke Binar. Walaupun tak ada balasan tapi ia tau, Binar membaca pesannya.
"Gue akan membuat lo cinta sama gue lagi, Bin!" ucapnya pelan sambil tersenyum miring.
🍁🍁🍁
Pagi ini Binar terlihat sedikit berbeda. Ia terus bersenandung kecil sambil memasak sarapan untuk Arlan. Sepertinya kehadiran Mario sedikit membawa angin segar untuk kehidupan Binar. Ia bahkan tidak menyadari kalau Arlan sudah keluar dari kamar.
Melihat Binar sedang memasak sambil bersenandung membuat Arlan tersenyum tipis. Binar adalah type wanita yang ceria tapi entah kenapa keceriaan Binar pagi ini begitu meluap-luap.
"Eh, Hubby. Kok udah bangun?" tanya Binar saat melihat Arlan sedang menarik kursi meja makan.
"Aku ada rapat penting!" jawabnya singkat.
Binar mengangguk lalu melangkah menuju ruang tengah sambil membawa sarapan untuk Arlan.
"Hari ini pulang siang kan?" tanya Binar lagi. Hari Sabtu biasanya Arlan pulang tengah hari.
"Aku masih belum tau,"
Binar mendengus pelan. "Aku nyusul ke kantor ya," tawar Binar.
"Tidak usah. Kamu di rumah saja. Aku benar-benar sibuk akhir-akhir ini!"
"Ya udah deh kalo gitu!" Binar mengembangkan senyumnya walau hatinya merasa kecewa.
Arlan memang benar-benar sibuk. Ia harus menemui beberapa klient dan mengadakan meeting penting dengan karyawannya. Setelah menyelesaikan sarapannya, Arlan langsung bergegas menuju kantornya.
🍁🍁🍁
Sudah lewat jam 1 siang tapi tidak ada tanda-tanda kepulangan Arlan. Berkali-kali Binar melirik jam dinding kamarnya. Setengah jam yang lalu Riana menelponnya dan mengajaknya untuk keluar.
"Ah, gue telpon aja deh!" putus Binar dan langsung mendial nomer Arlan. Hingga deringan ketiga tapi panggilannya tidak di jawab juga oleh Arlan.
Binar menghela nafas panjang dan kembali mencoba mendial nomer Arlan.
"Ha-Halo, Hubby!" pekik Binar girang.
"Ada apa? Aku sedang meeting di luar kantor!"
"Kamu belum pulang?" nada suara Binar sedikit menurun. Agak kecewa saat mengetahui keberadaan Arlan.
"Mungkin sore. Ada apa?"
"Aku pengen jalan-jalan!" rengek Binar.
Terdengar helaan nafas di seberang sana. "Nanti malam saja. Pekerjaanku ini tidak bisa ditinggalkan!"
"Bener ya ntar malem?"
"Ya,"
"Mm, Hubby. Riana---ngajak aku jalan---"
"Kapan?" potong Arlan cepat.
"Sekarang!"
Hening sebentar. Binar menunggu jawaban dari Arlan. "Kemana?"
"Biasanya sih ngemall!" sahut Binar. Ia menunggu lagi, berharap Arlan akan memberinya ijin.
"Ya sudah. Nanti aku transfer---"
"Gak usah, Hubby. Uang di ATM aku masih ada kok!" sela Binar.
"Kamu yakin?"
Binar mengangguk beberapa kali. "Iya. Beneran masih ada kok!"
"Oke. Hati-hati,"
"Makasih, Hubby!" Binar menutup panggilannya sambil mendekap ponsel ke depan dadanya.
Tanpa membuang waktu lagi, ia beranjak dari tempat tidur dan membuka lemari pakaiannya.
Deringan suara hpnya membuat Binar menoleh dan berjalan cepat menuju nakas sebelah tempat tidur. Nama Mario membuat kening Binar mengernyit. Sebelum menjawabnya, Binar berpikir sebentar.
"Halo," sapanya pelan.
"Hai, Bin. Lagi apa lo?" tanya Mario langsung.
"Mm di rumah aja, sih. Kenapa emangnya?"
"Wah kebetulan nih. Lo gak sibuk kan? Ikut gue donk!"
"Kemana?"
"Nonton!"
"Nonton? Sekarang?"
"Iya,"
Binar terdiam. Siang ini ia sudah ada janji dengan Riana dan tiba-tiba Mario mengajaknya nonton. "Aduh gimana ya, Mar. Masalahnya gue udah ada janji sama Riana---"
"Riana keceng?" sahut Mario.
"Iya," sahut Binar pelan.
"Yah gimana donk? Gue udah terlanjur beli tiket 2. Tadinya gue mau nonton sama temen gue tapi tiba-tiba dia batalin gitu aja," jelas Mario.
Binar menggaruk tengkuknya, bingung. "Gimana ya, Mar. Gue bener-bener gak enak sama Riana kalo tiba-tiba batalin rencana."
"Ya udah gini aja. Kalian jalan nanti kita ketemuan di mana gitu. Oke?" tawar Mario. Binar kembali terdiam. "Please, Bin. Mau donk. Cuman nonton kok habis gitu pulang. Mau ya?"
Binar mendengus pelan. "Ya udah deh. Ntar gue kabarin tempatnya!"
"Oke. Sampai ketemu nanti ya!"
Binar menutup panggilannya sambil membuang nafasnya dengan panjang. Terpaksa ia mengiyakan ajakan Mario.
🍁🍁🍁
"Lo seriusan gak belanja apa-apa, Bin?" tanya Riana sesaat setelah keluar dari sebuah Depstore.
"Ini apa kalo bukan belanjaan?" Binar menunjukkan paperbag kotak kecil ke arah Riana, berisikan jam tangan bermerk. Oleh-oleh untuk Arlan.
"Setelah ini kita kemana?"
Binar melirik jam tangannya. Sudah jam 3 sore dan ia ada janji dengan Mario. "Mm, lo duluan aja deh,Ri. Gue ada janji!"
"Janji? Sama suami lo?" tanya Riana. Binar hanya meringis. "Iya deh, iya. Yang udah halal, mau jalan berduaan!"
Senyum di wajah Binar langsung sirna. Ucapan Riana terasa tepat sasaran. Kalau saja Riana tau Binar akan menemui Mario, apa yang akan di katakannya?
"Ya udah deh, gue cabut. Salam buat suami kece lo ya!" Riana mengedipkan sebelah matanya.
"Oke!" balas Binar sambil mengacungkan ibu jarinya.
Riana melangkah pergi meninggalkan Binar. Tapi perlahan langkahnya melambat saat menatap seseorang sedang berjalan ke arahnya.
"Mario?" panggilnya pelan. Riana lalu mempercepat langkahnya dan menghampiri Mario yang tampak celingak celinguk. "Woi!"
Tepukan tangan Riana di pundak Mario membuat laki-laki jangkung itu terlonjak dan menoleh. "Hei, keceng. Ngapain lo di sini?"
"Keceng. Keceng. Udah gemukan gue!" protes Riana. "Lo ngapain di sini?"
"Gue? Gue ada janji sama orang!"
"Ciyeee. Pacar lo? Atau calon istri lo? Kenalin kek!" goda Riana.
"Mm, lebih tepatnya mantan pacar gue!"
"Mantan pacar? Eh, stok cewek di dunia ini masih banyak. Doyan juga lo pacarin mantan?"
"Yang ini spesial pake telor, Ri!"
"Nasi goreng kali!" timpal Riana sebelum keduanya tergelak. "Eh, jalan sama siapa sih?"
"Mm, sohib lo dulu!"
Kening Riana langsung mengernyit. "Sohib gue? Jangan-jangan Binar?" tebak Riana.
Mario mengangguk. "Tepat sekali,"
"Gila. Lo jalan sama Binar? Seriusan?" tanya Riana tak percaya. Mario hanya mengangguk sambil bersedekap.
"Kan gue tadi udah bilang. Gue jalan sama mantan gue!"
"Lo gak usah aneh-aneh, Mar. Binar itu udah punya laki,"
"So what? Gue akan jadiin Binar milik gue lagi. Anggep aja orang yang jadi suaminya Binar itu jodoh sementara buat dia."
Riana menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Gue saranin lo jauhin Binar, Mar. Inget, dia udah bersuami!"
"Dua kali lo bilang kayak gitu dan gak ada pengaruhnya buat gue. Kita saling cinta kok!"
Mulut Riana menganga lebar. "Gue gak ikut-ikut deh!"
"Gue cabut dulu ya. Binar pasti udah nungguin gue!" Mario langsung melenggang pergi. Sementara Riana hanya menatap bingung ke sosok Mario yang semakin menjauh.
"Gila. Jangan sampe lo main api, Bin!" gumam Riana pelan sambil sesekali menoleh ke belakang, menatap ke arah Mario.
🍁🍁🍁
Binar mengembangkan senyumnya saat keluar dari pintu bioskop. Sudah jam 5 sore dan Mario memutuskan untuk mengajak Binar makan.
"Gue pulang aja deh, Mar. Udah sore banget ini!"
"Lo kan belum makan? Makan habis gitu pulang!" putus Mario.
Binar menghela nafas panjang. "Oke bentar," Binar mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan ke Arlan.
Hubby, kamu masih belum selesai?
Binar memutuskan untuk menunggu balasan dari Arlan. Saat ponselnya bergetar dengan cepat Binar membukanya.
Belum
Hanya 2 kata balasan dari Arlan. Hal itu membuat Binar sedikit lega. Setidaknya Arlan tidak tau kalau dirinya saat ini masih diluar, bersama Mario.
"Oke, yuk!" ajak Binar setelah memastikan kepulangan Arlan.
Mario dan Binar melangkah beriringan menuju foodcourt yang ada di lantai atas. Sesekali mereka melempar candaan yang membuat tawa Binar meledak.
🍁🍁🍁
"Jadi bagaimana, Pak Arlan. Apa Anda setuju dengan rencana saya?" tanya Jodi, sekretaris Arlan.
Arlan menghela nafas pelan lalu mengangguk. Ia menutup laptopnya dan berniat segera pulang. Penat sekali rasanya.
"Senin besok kita bicarakan langkah selanjutnya. Meeting hari ini selesai. Kamu boleh pulang!"
"Terimakasih, Pak!" Jodi segera membereskan laptop dan semua perlengkapannya. Setelah semuanya selesai ia langsung pamit pulang.
Arlan memasukkan laptopnya ke dalam tas dan beranjak dari tempat duduknya. Melangkah cepat meninggalkan area foodcourt. Saat pandangan matanya menatap sosok yang begitu familiar, Arlan melambatkan langkahnya.
Iya ingat betul siapa laki-laki yang saat ini sedang berjalan ke arahnya. Dan matanya sedikit membelalak saat Arlan mendapati Binar tengah bersama laki-laki itu. Tawa Binar perlahan sirna saat kedua mata hazelnya menatap ke wajah Arlan.
Binar tercengang hingga ia tak bisa berkata apa-apa. Begitupun dengan Arlan. Sungguh ia sulit mempercayai apa yang dilihatnya. Istri periangnya sedang tertawa renyah dengan laki-laki lain.
Arlan menahan emosinya, ia tak menunjukkan ekspresi apapun saat berpapasan dengan Binar. Wajahnya menunduk seolah tak mengenali sosok wanita yang baru saja melewatinya bersama laki-laki lain. Hati Arlan bagaikan di remas, sakit dan perih.
Apa yang membuat Binar tega membohonginya?
Binar menghentikan langkahnya saat mengetahui Arlan diam saja melihat dirinya bersama laki-laki lain.
"Hubby!" panggil Binar lirih dengan deraian airmata.
Langkah Arlan langsung terhenti dan ia membalikkan punggungnya, menatap Binar dari balik kacamata hitamnya. Senyum miring tercetak di bibir merahnya.
"Seingatku, aku tidak punya istri pembohong sepertimu!"
🍁 🍁🍁
Surabaya, 02 April 2018
🍁ayastoria
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top