🍁 MCH - 1

🍁🍁🍁

"Hubby! Ayo sarapan udah siap!" teriak Binar setelah selesai menyiapkan sarapan untuk suaminya, Arlan. Setelah mencuci tangan dan melepas apron birunya, Binar bergegas melangkah ke ruang tengah.

Menata piring dan gelas untuk Arlan. Menu pagi ini adalah nasi goreng dan ayam goreng. Tak ketinggalan segelas es teh aroma melati favorit Arlan.

Binar menoleh saat mendengar derap langkah mendekat dan mendapati Arlan melangkah menuju meja makan. Dengan tas jinjing hitam di tangan kanannya, Arlan mengambil duduk di kursi tanpa bersuara. Dengan sigap Binar meraih tas yang di bawa oleh Arlan dan meletakkannya di kursi, tidak jauh dengan tempat duduk Arlan.

Binar lalu mengambilkan nasi untuk Arlan. "Sudah?" tanya Binar dan Arlan hanya mengangguk. Setelah itu baru Binar akan duduk dan menikmati sarapannya.

"Kamu tidak makan lagi?" tanya Arlan sesaat sebelum memasukkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya. Menatap sebentar ke arah Binar yang hanya mengkonsumsi roti selai dan susu.

Binar menggeleng pelan sambil tersenyum. "Masih kenyang. Nanti kalo laper baru makan!" jawabnya ringan.

"Mulai sekarang biasakan makan pagi. Tidak baik untuk kesehatan kalau kamu selalu makan roti dan susu. Nasi adalah sumber karbohidrat---"

"Iya, Hubby!" sela Binar gemas. "Nanti aku makan,"

Arlan mengangguk sekali dan melanjutkan makannya dengan gerakan cepat. "Hari ini aku ada meeting penting dan ada banyak jadwal bertemu dengan klient. Mungkin akan pulang agak larut!" jelasnya.

"Iya," jawab Binar singkat. Bukan hal pertama bagi Binar akan menghabiskan malam sendiri di rumah. Bahkan ia sering tidur sendiri saat Arlan sibuk dengan pekerjaannya dan pulang ke rumah tengah malam atau dini hari.

Arlan mengelap mulutnya dan beranjak dari kursinya. "Aku berangkat dulu!" pamitnya.

Binar ikut beranjak dari duduknya lalu mencium punggung tangan suaminya. "Hati-hati!"

Arlan tak menjawab dan langsung keluar dari rumah. Masuk ke dalam mobil dan langsung melesat meninggalkan tempatnya.

Binar menghela nafas panjang lalu menyandarkan tubuhnya di daun pintu. Pernikahannya dengan Arlan sudah menginjak bulan ke tujuh tapi tak ada tanda-tanda akan ada hadirnya anggota baru di dalam rumah tangga mereka.

Tanpa sadar ia mengusap perutnya yang rata. Mereka berdua sudah pernah periksa ke Dokter dan Dokter menjelaskan jika keduanya tak ada masalah dan bisa memiliki keturunan.

Binar kembali menghela nafas lalu masuk ke dalam rumah. Arlan memang selalu bersikap seperti itu, dingin dan tidak romantis. Tapi entah kenapa Binar menyukai sejak pertama kali mereka bertemu.

Kata orang pria dingin dan tidak romantis itu adalah manusia paling setia. Dan Binar menyadari itu. Sampai saat ini Binar belum juga merasakan tanda-tanda kehamilan tapi Arlan tidak pernah mempermasalahkan soal itu.

Langkah Binar yang menuju ke dapur terhenti saat hpnya berdering nyaring. Senyumnya merekah saat ada panggilan masuk dari Riana, teman lama waktu masih SMA.

"Halo," sapa Binar dengan lembut dan melanjutkan langkahnya. Tangan kirinya memegang hp sementara tangan kanannya bekerja mengelap meja dapurnya.

"BINAAAR. Gue kangen sama lo!" pekikan Riana membuat Binar menjauhkan benda pipih itu dari daun telinganya.

"Sumpah. Suara lo makin cempreng aja. Untung kuping gue bukan buatan China!" protes Binar.

"Emang kenapa kalo buatan China?"

"Seketika rusak pastinya denger suara lo!"

"Syalan lo. Eh-eh, lusa lo ikut gak?"

"Kemana?" sahut Binar cepat. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Binar lalu duduk di kursi coklat yang ada di dapurnya.

"Reunian SMA kita. Ikut kan?"

"Lusa ya? Jam berapa?"

"Ya elah kan udah di umumin di grup. Lo sih jarang nongol. Sana cek grup!"

"Ck. Iya ntar gue cek. Tapi gak tau bisa dateng apa gak," jelas Binar lesu.

"Pasti karena suami lo kan?" tebak Riana.

Kali ini Binar terdiam. Benar apa yang dikatakan Riana. Selain dingin dan tidak romantis ada satu hal lagi yang perlu di garis bawahi. Arlan posesif. Binar tidak yakin kalau Arlan akan mengijinkannya pergi. Kalaupun Binar bisa pergi tentunya Arlan akan bersamanya.

Binar bergidik ngeri membayangkan saat nanti ia datang di kawal oleh Arlan.

"....nar. Binar. Lo masih di situ kan?"

Suara Riana membuat Binar tersadar. "Ah--iya. Gue masih di sini kok!"

"Nanti gue jemput aja gimana?" tawar Riana.

"Liat ntar aja deh, Ri. Lagian gue juga belum tau bisa dateng apa gak. Nanti gue kabarin lah!"

Riana terdengar menghela nafas panjang. "Coba lo belum nikah, pasti urusannya gak ribet kayak gini!"

"Ntar lo juga ngerasain apa yang gue rasain kok!" Binar ikut terkekeh pelan. "Udah dulu ya, Ri. Gue mau mandi, gerah banget ini!"

"Oke deh. Sampe ketemu lusa ya!"

Binar tersenyum setelah panggilan itu terputus dan memasukkan hpnya ke dalam saku celananya. Melangkah masuk ke kamar dan langsung menuju kamar mandi.

🍁🍁🍁

Arlan melirik dari sudut matanya, menatap curiga ke arah istrinya. Tidak biasanya Binar tampak gelisah dan tidak nyaman. Arlan menutup laptopnya dan memutar tubuhnya.

"Ada apa?" tanya Arlan dengan suara beratnya.

Binar menggigit bibir bawahnya sebentar sebelum menjawab. "Mm, aku---mau minta ijin, Hubby!"

Kening Arlan mengernyit sedikit. "Minta ijin? Untuk apa?"

Binar kembali menggigit bibir bawahnya dan meremas jemarinya. "Lusa--ada reunian SMA dan temen-temen aku ngajak aku buat datang. Boleh kan?" Arlan terdiam dan berpikir. "Riana nanti yang akan menjemputku dan pulangnya dia mau nganterin aku---"

"Aku yang akan mengantarmu dan membawamu pulang!" sela Arlan cepat.

Binar tersenyum lega. Akhirnya ia bisa bertemu dengan teman-temannya tapi ada sedikit yang mengganjal dalam hatinya. Arlan akan mengantarnya dan itu artinya dia akan datang bersama Arlan. Masalahnya apa disana nanti ia bisa bergerak bebas?

🍁🍁🍁

"Apa di sini tempatnya?" Arlan menatap gedung tinggi di depannya. Binar ikut menoleh dan keningnya mengernyit.

"Kata temen-temen di grup sih di sini!" jawab Binar sedikit ragu.

Arlan langsung turun dari mobil di ikuti Binar. Mereka lalu melangkah masuk dan seketika semua pandangan tertuju ke arah mereka. Lebih tepatnya ke arah Arlan

"Binar, itu beneran suami lo?" pekik Riana yang tiba-tiba datang dan bergelayut di lengan Binar.

"Iya. Kenapa, Ri?"

"Kok lo gak cerita sama gue kalo punya suami cakep gitu? Pelukable banget deh! Sumpah gue gak kuat sama tatapan matanya. Kalo gue jadi lo nih ya, udah gue kekepin tuh tiap hari di dalem kamar!"

Binar hanya meringis ngeri mendengar celotehan Riana, sahabatnya. Mereka tidak tau saja, apa yang selama ini Binar rasakan.

Arlan mengabaikan teriakan histeris dari kaum Hawa yang menatap memuja ke arahnya. Langkahnya menghampiri Binar dan berdiri di sebelahnya.

"Aku tidak ingin berada di sini terlalu lama. Jika sudah selesai, ayo segera pulang!"

Binar hanya meringis. Benar dugaannya, Arlan pasti akan mengajaknya cepat pulang padahal baru 2 menit mereka menginjakkan kaki di sini.

"Em, ya udah aku mau nemuin temen-temen aku dulu, ya!" pamit Binar. Arlan tak mengangguk ataupun menyahut.

Ia langsung mengedarkan pandangannya, menatap satu persatu orang-orang yang sedang berkerumun. Tapi sialnya tak ada satupun yang ia kenal. Akhirnya Arlan memutuskan untuk masuk ke dalam dan mencari minuman.

🍁🍁🍁

"Gila. Gila. Gila. Sumpah, gue baru kali ini liat suami lo. Nemu spesies kayak gituan dimana?" cerocos Riana menggebu-gebu.

"Gak sengaja mungut di belakang rumah!" jawab Binar seadanya.

Seketika kedua mata Riana mendelik. "Jangan-jangan penunggu sumur tua di belakang rumah lo yang dulu itu?"

"Gila aja lo. Suami gue cakep tujuh turunan di bilang penunggu sumur!" cibir Binar.

Riana langsung tertawa sambil menunjukkan dua jarinya membentuk angka V. "Hehehe, canda Neng!"

"Eh gue cabut ya. Udah lama takutnya suami gue nyariin!" Binar melirik sebentar jam tangannya.

"Yah, kok buru-buru sih?"

"Ntaran lah kita janji ketemuan, gimana?"

"Oke. Tapi awas kalo lo gak bisa---eh tapi kalo lo gak bisa gue ketemuannya sama suami lo aja deh!"

"Berani lo nikung gue?" desis Binar.

"Hehehe canda lagi, Neng. Sensi amat yak? Belum di jatah lo?"

"Udah ah, gue balik!"

"Oke. Hati-hati ya cinta. Salam buat suami lo, salam tempel aja mumpung gue lagi bokek!"

Setelah acara cipika cipiki dengan Riana, Binar langsung pamit pergi. Ia benar-benar khawatir. Khawatir Arlan akan bosan dan menunggunya terlalu lama.

Binar menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. "Arlan kemana ya?" gumamnya pelan.

Sekilas pandangan matanya menangkap sosok asing yang tampak berdiri di dinding sambil menatap ke arahnya. Binar tak tau pasti siapa laki-laki asing itu tapi mata laki-laki itu seolah tak mau lepas dari tubuh mungilnya.

Laki-laki itu tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya pelan. Ia lalu menarik punggungnya dari tembok dan melangkah mendekati Binar.

Aku tidak mungkin salah orang! Gumamnya dalam hati sambil terus melangkah.

Sementara Binar tampak panik. Ia menolehkan kepalanya kekanan dan kiri saat laki-laki asing itu semakin mendekat dan kini berdiri di depannya.

"Hai!"

Binar di buat terkejut karena suara laki-laki itu. Di amatinya wajah laki-laki yang berdiri menjulang di depannya. Ia seperti mengenal laki-laki itu tapi entah di mana. Mungkin teman sekelasnya dulu.

"Siapa ya?" tanya Binar pelan.

Laki-laki itu malah tersenyum. "Lupa ya sama gue? Iya sih, banyak yang bilang gue tambah cakep makanya banyak yang gak ngenalin gue!"

Kening Binar mengkerut dan ia memutar kenangan masa lalunya, mencoba mengingat sosok asing yang sok akrab dengannya. Tapi belum sempat Binar mengingatnya, laki-laki di depannya maju selangkah dan membisikkan kalimat yang membuat tubuh Binar kaku seketika.

"Gue Mario. Mariomu yang dulu dan gue kangen sama lo, Binar!"

🍁 Sejauh apapun aku pergi, nyatanya kamu bisa dengan mudahnya menemukan jejak langkahku 🍁

Surabaya, 28 Maret 2018
🍁ayastoria

Thx buat readers gue atas kiriman pictnya (ali). Gue dri tdi browsing n gak nemu yang cocok dan mendadak ada yg ngirim gbr ali d grup.
Oh senangnya. Tapi mav gue lupa akun wpnya apa. Haghaghag

Angkat tangan aja deh siapa tdi yang ngirim.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top