2. Love language


"Sana ambil bola!"

"Celanamu pendek banget."

"Seok tampan sekali pakai kaos olahraga."

"Jangan lihat-lihat Mi-Jin!"

"[NAME]!"

Si kulkas dua pintu itu reflek menoleh kaget kearah suara, lalu dengan segera ia mempercepat langkah setelah melihat sosok berambut pirang berlari kencang kearahnya penuh semangat sembari meneriakkan namanya berkali-kali. Sungguh naas sekali, usahanya melarikan diri gagal.

"YEAY, KELAS KITA JADI SATU!" [Name] pasrah dirinya dipeluk erat hingga sesak nafas.

"Kim Miru bodoh! Cepat sekali larimu, brengsek!" Seorang lelaki berkacamata hitam datang dengan nafas terengah-engah, keringat sebesar biji jagung bertengger di jidatnya.

"L-lepas, Miru, kau ini-" desak [Name] sembari berusaha menjauhkan wajahnya dari dada besar gadis itu, Kim Miru.

"Kau sekarang jadi sombong, ya? Mau jadi Hobin part dua? Iya?" Miru menyentil dahi [Name] hingga sang empu mengaduh. "Bocah jaman sekarang sombong semua," cemoohnya.

"Heh, aku mana ada sombong," ketus Hobin, namanya ngapain dibawa-bawa?

"Pak Baek tidak mengajar? Ngapain kalian kesini?" tanya [Name], Miru mengangguk. "Dia ijin tidak berangkat hari ini."

"Kenapa?"

"Sakit-"

"Pantatnya ambeien," serobot Hobin. [Name] melotot, lalu ber-oh ria setelah Miru menyetujui pernyataan lelaki itu dengan sebuah anggukan.

"Loh, kelas unggulan gabung juga?" ucap Hobin tiba-tiba menunjuk ke satu arah, dua gadis di sampingnya menoleh.

"Eh?"

"Tiga kelas dalam satu lapangan, memangnya ini class meeting?" gumam [Name].

Miru tersenyum. "Ini akan seru!" Hobin sweat drop.

"Ayo tantang mereka untuk-"

[Name] menahan mulut Miru untuk mengeluarkan suara. "Jangan suka cari masalah, sana pergi berbaris!" Hobin tertawa renyah melihat mulut sahabatnya dijepit oleh gadis itu menggunakan tangan. [Name] mendengus sebal, kemudian dengan santai ia melepaskan tangannya.

"Nggak mau, malas, panas, gerah," rengek Miru.

"Sana pergi!"

"NO!" Dengan terpaksa Hobin menyeret Miru menjauh dari [Name] untuk pergi berbaris, lelaki itu berusaha sangat keras.

'Tumben jadi bocah rajin.'

Tak seperti biasa seorang Hobin mau mengikuti praktik olahraga, biasanya lelaki itu akan lebih memilih untuk membolos daripada ikut hal-hal seperti ini yang dipikirnya membuang waktu. Bukan tanpa alasan ia tiba-tiba menjadi siswa teladan, karna ia sempat mendengar beberapa kali desas-desus tentang guru mapel olahraga kelas [Name] ini yang super galak dan tegas, dan ia paling malas berurusan panjang dengan tipe guru yang seperti itu.

"[Name]."

Baru saja tungkai kaki [Name] hendak melangkah pergi mendekati sekumpulan teman-temannya yang sedang berkumpul, seseorang sekali lagi memanggil namanya.

"Ya?" Kepalanya berputar sembilan puluh derajat ke kanan.

"Halo."

[Name] diam.

"Nanti mau pulang bersama?" Kim Gimyung, bocah tinggi itu tersenyum manis hingga kedua matanya menyipit.

"Memangnya rumah kita searah?" tanya balik sang gadis, setahunya rumah mereka berlawanan arah, mana bisa pulang bersama, 'kan?

"Aku bawa sepeda, aku bisa mengantarmu pulang."

"Itu mengantar, bukan pulang bersama," ralat [Name].

"Tidak, kok. Aku nanti mau menginap di rumahnya Jitae."

"Jitae?" Adik kelas itu tetangganya.

"Iya, kau kenal dia, 'kan?" Gimyung menaikkan kedua alisnya.

"Iya."

"Bagus, jadi kita-"

"[Name]." Orang lain muncul lagi, kali ini [Name] tak kaget, dan hanya flat.

"Dia pulang bersamaku."

"Yoojin?"

.

"Tunggu–berhenti! Hei, apa-apaan, sih?"

[Name] menyentak cengkraman Yoojin dari pergelangan tangannya. "Ngapain, sih?" Langkah keduanya berhenti di depan ruang UKS.

"Maaf aku melukaimu."

[Name] mengelus tangannya dengan muka masam, sedikit terasa nyeri. "Orang tuaku bahkan tak pernah melukaiku," ketus gadis itu.

"Maaf," ucapnya penuh sesal.

"Mau apa, sih? Jangan jadi orang freak," sentak [Name].

Yoojin tersenyum manis, tak apa, mulut pedas [Name] lama-lama akan jadi makanan favoritnya. "Aku cemburu," jujurnya kelewat polos.

[Name] terperangah, lalu menghela nafas kasar, tak lama ia kembali memasang raut dingin. "Alay."

"Nanti pulang bersamaku, ya?"

"Nggak mau," tolak [Name]. "Kalau mau mencuri hatiku, bukan begini caranya."

[Name] berbalik, kemudian berucap seutas kalimat sebelum pergi, "kau tidak bisa."

Yoojin diam di tempat, melihat punggung [Name] kian menjauh dari pandangan, tubuhnya tiba-tiba tersentak. "AKU BISA!" teriaknya tanpa aba-aba. [Name] yang sibuk beradu dengan otaknya sambil terus melangkah mendadak tersenyum tipis.

"KAU AKAN MENCINTAIKU SETENGAH MATI!"

Sambil terkekeh sinis, [Name] menoleh sedikit ke samping, menampilkan senyum miringnya, lalu berkata lirih, "awas nanti malah sebaliknya."

Yoojin tersenyum lebar, dadanya bergemuruh.

'

Ayo saling mencintai setengah mati.'

Ternyata tak sesusah yang dibayangkan keduanya saling mencintai satu sama lain, semudah ini ternyata?

Bahasa cinta mereka berbeda dari yang lain.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top