Part 8 -Saya kecewa karena bangun dengan pakaian lengkap seperti ini.

Bulu mata lentik Allara bergerak. Iris abu-abunya menatap ke langit-langit kamar yang terasa asing baginya.

"Di mana ini?" Allara melihat ke sekitarnya. Bukan kamarnya, bukan juga kamar Ivy. Allara segera bangkit. Ia memeriksa pakaiannya kemudian bernapas lega karena ia masih menggunakan pakaian lengkap.

Allara mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Terakhir ia merasa seperti gempa bumi lalu ia tidak ingat apa-apa lagi.

Pintu kamar mandi yang terbuka membuat Allara terlonjak kaget. Lebih kaget lagi ketika melihat Sky keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Allara memerah seketika ketika melihat Sky bertelanjang dada. Sungguh pemandangan yang luar biasa.

"Ah, kau sudah bangun. Pintu keluar ada di bawah. Kau pergilah." Sky tidak peduli dengan sorot mata Allara yang seperti wanita haus belaian, ia mengusir Allara pergi dari kediamannya tanpa basa-basi lalu kemudian melangkah menuju ke walk in closet.

"Aku rasa kau memiliki masalah dengan pendengaranmu, Nona Allara." Sky bicara sembari meraih kaos lengan panjang berwarna abu-abu.

"Anda memiliki tubuh yang bagus, Mr. Axellio." Allara masih tidak mau turun dari ranjang Sky. Ia malah mengamati Sky. Sangat tahu diri sekali.

"Aku tidak meminta kau menilai tubuhku. Keluar dari rumahku sekarang juga." Sky menatap Allara tajam.

"Rumahku?" Allara mengerutkan keningnya. "Apa!! Jadi ini rumah Anda." Seketika Allara heboh sendiri. Ia segera turun dari ranjang dan mendekat ke Sky tanpa rasa risih. "Kenapa Anda membawaku ke rumah Anda?"

Sky memutar bola matanya malas. "Aku sudah berkali-kali bertanya di mana rumahmu dan kau tidak menjawab. Kau mabuk dan hampir diserang oleh pria hidung belang."

Allara mencoba kembali mengingat. Samar-samar ia ingat kejadian semalam. Bukannya lega, ia malah mendesah kecewa.

Sky merasa heran. Apakah Allara tidak bersyukur ia selamatkan. Jadi, gadis ini lebih suka dilecehkan?

"Harusnya Anda mengambil kesempatan ini, Mr. Axellio."

Sky tidak mengerti maksud ucapan Allara. Kesempatan? Kesempatan apa?

"Saya kecewa karena bangun dengan pakaian lengkap seperti ini." Allara melihat ke pakaiannya yang lengkap.

Sky nyaris menjatuhkan jam tangan yang ia pilih untuk kenakan hari ini karena kata-kata Allara. Bagaimana bisa ada gadis sejujur Allara. Benar-benar minta dilecehkan.

"Aku tidak tertarik pada bocah ingusan," jawab Sky tanpa perasaan.

"Tapi saya suka Anda."

"Dan aku tidak memiliki kewajiban untuk membalas rasa sukamu. Enyah dari hadapanku!" Sky menolak Allara mentah-mentah.

Allara tidak sakit hati. Sebaliknya ia menatap Sky lekat. "Saya baru sedikit berusaha. Mungkin setelah saya cukup berusaha keras Anda akan membalas perasaan saya."

"Perlu aku beritahu. Aku tidak menyukaimu. Tidak akan pernah," tegas Sky. Tatapan matanya menyiratkan seberapa ia serius saat ini.

Allara tersenyum manis. "Bukan tidak, tapi belum." Koreksinya.

Sky yakin Allara tidak mengerti penolakan, atau mungkin tidak mengerti bahasa manusia. Entah itu di bidang akademis, atau kehidupan pribadi, Allara sama-sama susah menangkap ucapan orang lain. Hanya Allara dan alien yang bisa saling memahami.

Sky melewati Allara, ia membawa pakaiannya hendak menuju ke kamar mandi.

"Kau mau ke mana, hah?!" Sky berhenti melangkah tepat di depan pintu kamar mandi.

"Ikut," balas Allara seperti anak kecil.

Sky mendorong kepala Allara dengan jari telunjuknya lalu masuk ke kamar mandi dan menutup pintu itu rapat.

"Mr. Axellio, apakah Anda sudah melihat hadiahku? Anda menyukainya?" Allara bertanya sembari bersandar di balik pintu.

Sky yang hendak memakai baju, berhenti melakukan kegiatannya. Ia segera membuka pintu kamar mandi dan menatap Allara tajam. "Hadiah? Kau sebut itu hadiah?!"

"Ah, reaksi Anda mengatakan bahwa Anda menyukainya." Allara tersenyum senang.

Allara benar-benar idiot. Sky tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Dari bagian mana ia menunjukan rasa suka? Ia marah saat ini. Marah.

"Kau sakit jiwa." Sky hanya bisa mengatakan tiga kata itu. Ia kembali masuk ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Allara yang hendak ikut.

Allara kembali bersandar. "Anda benar, Mr. Axellio. Saya mulai sakit jiwa. Saya suka berhalusinasi tentang Anda. Mencicipi bibir Anda adalah hal yang paling sering saya pikirkan. Kira-kira bagaimana rasanya?" Allara memegang dagunya, mulai berhalusinasi lagi.

Sky yang berada di dalam mau tidak mau mendengarkan celotehan Allara. Sepertinya Allara tidak ingat semua kejadian semalam. Itu bagus. Sky tidak ingin Allara mengetahui bahwa ia membalas ciuman Allara. Semalam adalah kesalahan. Ia hanyut dalam suasana, itu saja. Atau mungkin semalam ia sedikit mabuk. Jika ia waras semalam, mana mungkin ia akan membalas ciuman Allara, murid yang paling tidak ia sukai.

"Kenyal, basah, manis, dan memabukan." Allara semakin hanyut dalam fantasinya.

Sky selesai memakai pakaiannya. Ia membuka pintu, hingga Allara  terjatuh karena tidak tahu Sky akan keluar. Atau lebih tepatnya karena Allara terlalu banyak berkhayal.

"Aw!" Allara mengusap bokongnya yang sakit. Ia menunggu Sky untuk membantunya berdiri tapi yang ada Sky bersikap tidak peduli. Sangat dingin. Akan tetapi, itu bukan masalah. Allara suka Sky. Dingin ataupun hangat sama saja.

Allara bangkit dengan kekuatannya sendiri. Ia mendekati Sky. "Mr. Axelio, karena Anda telah membantu saya maka saya harus membalas kebaikan Anda. Bagaimana jika Anda mengizinkan saya bekerja di rumah Anda sebagai pelayan?" Allara menatap Sky dengan senyuman manis. Ia benar-benar menggunakan otaknya dengan baik sekarang.

Sky meraih kerah leher gaun Allara. Ia menyeret Allara keluar dari kediamannya.

"Mr. Axelio, aku sungguh-sungguh ingin membalas budimu. Tolong izinkan aku menjadi pelayanmu," seru Allara tak tahu diri.

Sky melepaskan tangannya ketika Allara sudah berada di depan pintu kediamannya. Ia tidak mengatakan apapun dan bergegas menutup pintu. Sky tidak ingin mendengarkan celotehan Allara lebih banyak lagi.

"Mr. Axellio, jangan membuatku berhutang. Aku harus membayarnya, jika tidak aku akan memikirkannya sampai aku tua." Allara masih bersuara dari depan pintu.

Tak ada jawaban, Allara bersandar di pintu. "Mr. Axellio, aku tidak akan menyerah. Karena Anda sudah begitu perhatian padaku, maka aku akan membalasnya. Sekarang aku pergi dulu, sampai jumpa lagi, Mr. Axellio." 

Allara masih menunggu beberapa detik, tak ada balasan lalu ia pergi. Allara harus kembali ke kediaman Ivy. Ia yakin sahabatnya itu pasti mencarinya. Ketika ia sudah melangkah lima langkah, Allara menghentikan kakinya. Ia tidak memiliki uang, bagaimana ia bisa naik bus. Jika ia naik taksi ia mungkin akan membuat supir taksi menunggu beberapa menit untuk meminta uang pada Ivy.

Kaki Allara berputar. Ia kembali ke depan pintu dan mengetuk pintu rumah Sky lagi. "Mr. Axellio, bisakah  Anda membuka pintu? Ada hal penting yang harus aku bicarakan." Allara bicara sambil mengetuk pintu.

"Mr. Axellio, ini sangat penting. Menyangkut hidup dan mati. Ayo buka pintunya."

Sky tidak tahan mendengar ketukan Allara. Dengan wajah dinginnya ia membuka pintu. Ia tidak bicara melainkan menunggu Allara membuka mulut.

"Karena Anda sudah membantuku, bisakah Anda membantuku lagi? Aku butuh uang untuk  naik bus." Mata polos Allara menatap Sky tenang, seolah ia sudah mengenal sangat lama.

Sky menarik napasnya, ia meraih dompet di dalam sakunya, mengeluarkan beberapa lembar uang. "Ambil, dan pergi dari sini!"

"Terima kasih, Mr. Axellio, Anda benar-benar sangat baik. Aku akan mengembalikannya nanti."

Sky kembali menutup pintu. Mengabaikan rasa terima kasih Allara yang tulus dari dalam hatinya.

"Dia sangat dingin tapi dia perhatian. Ah, aku semakin menyukainya. Mr. Axellio, kau pasti akan jadi milikku." Allara mulai menampilkan wajah konyolnya lagi. Ia tidak tahu bahwa Sky bukannya perhatian, tapi tidak ingin berurusan dengannya terlalu lama.




TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top