Part 7 - Apa sedang terjadi gempa bumi?
Malam ini Allara tidur di kediaman Ivy karena ayah Ivy memintanya untuk menemani Ivy. Pria yang disukai oleh sahabatnya itu sedang ada urusan bisnis di luar kota jadi tidak ada yang menemani Ivy di rumah. Allara sangat kagum pada ayah Ivy yang begitu menjaga Ivy setelah kematian ibu Ivy. Padahal jika ayah Ivy mau, ia bisa mengusir Ivy dari rumahnya mengingat Ivy hanya putri tirinya, tapi syukurlah, Ivy bernasib baik karena ayahnya begitu menyayangi Ivy.
"Kau mau ke mana?" Allara melihat Ivy yang sudah mengenakan pakaian ketat seperti wanita dewasa. Dandanan Ivy benar-benar tidak cocok untuk usia Ivy saat ini, itu menurut Allara.
"Club."
"Tidak boleh. Bagaimana jika kau mabuk? Lalu ada laki-laki hidung belang yang membawamu pergi? Dia akan menculikmu lalu melecehkanmu. Kemudian membunuhmu. Tidak! Tidak akan aku izinkan kau pergi." Allara melarang Ivy serius.
Ivy menggelengkan kepalanya, ia yakin Allara pasti habis menonton drama tidak penting.
"Sebaiknya kau cepat ganti pakaian jika tidak ingin aku jadi buruan lelaki hidung belang."
Allara berpikir sejenak. "Kau ingin mengajakku jadi buruan lelaki hidung belang?"
"Kau mau ikut atau tidak?"
"Baiklah, baiklah, ini karena aku takut kau berada dalam masalah. Ingat betapa baiknya aku hari ini," seru Allara sok manis.
"Kau mau ke mana dengan piyamamu itu, Allara?" Ivy memandangi Allara yang melangkah menuju ke arah tangga rumah mewah ayah Ivy.
"Ah, benar. Aku harus mengganti pakaianku." Allara segera melangkah ke kamar Ivy. Ia memiliki beberapa pakaian di lemari Ivy, lebih tepatnya pakaian yang memang sudah Ivy siapkan untuk Allara ketika berada di rumahnya.
Allara selesai dalam 15 menit. Ia mengenakan pakaian yang tidak terlalu terbuka, serta riasan wajah yang nyaris tidak terlihat. Allara tidak suka mengenakan riasan yang tebal. Ia merasa seperti memakai topeng.
Ivy mengendarai mobil sport miliknya menuju ke sebuah club malam khusus untuk kelas elite. Ia mengeluarkan kartu VIP dan masuk ke dalam club tanpa harus mengantri terlebih dahulu.
"Kau curang, Ivy." Allara menyesuaikan langkahnya dengan Ivy.
Ivy memasukan kembali kartu VIP-nya ke dalam clutch bag yang ia pegang. Kemudian melirik Allara sekilas. "Jika kau ingin mengantri, kau bisa melakukannya, Allara."
Allara buru-buru meraih lengan Ivy. "Aku teman yang baik. Kali ini aku memaklumi kau mengambil jalan cepat. Kau pasti sedang lelah jadi tidak bisa mengantri."
Ivy berdecih pelan. Allara memang pandai mendikte orang lain, tapi dia sendiri tidak mau melakukannya. Dasar Allara.
Allara melihat ke sekitarnya, ia menggenggam lengan Ivy cukup erat seakan ia anak kecil yang takut tersesat di keramaian pengunjung club saat ini. Ia sampai menabrak bahu Ivy karena tidak fokus pada jalanan di depannya.
"Sampai kapan kau mau memegangku, Allara?" tanya Ivy datar.
Allara memasang wajah polos lalu melepaskan tangan Ivy. "Apa yang mereka lakukan di tempat ini? Kenapa sangat ramai?"
Ivy tak merespon Allara. Ia tidak akan membuang tenaga dengan meladeni pertanyaan tidak penting Allara. Ivy duduk di salah satu kursi di depan meja bartender lalu memesan segelas tequila. "Kau mau minum apa, Allara?"
Allara duduk, matanya masih fokus ke sekitar. Masih mencari jawaban atas pertanyaannya tadi. "Susu stroberi."
"Yang benar saja, Allara!" Ivy jengkel.
Allara merasa tidak ada yang salah dengan jawabannya. "Kau bertanya, dan itu jawabanku."
"Allara, ini bukan kantin sekolah."
"Memangnya kenapa? Payah, tempat sebesar ini pasti tidak memiliki susu storberi."
Ivy menyudahi perdebatannya dengan Allara. Sahabatnya yang kekanakan pasti memiliki seribu jawaban menyebalkan untuk setiap kata-katanya. Ivy memesankan minuman tanpa alkohol untuk Allara, tapi yang pasti itu bukan susu stroberi karena di club itu tidak memiliki susu stroberi seperti yang Allara inginkan.
Bartender yang mendengar perdebatan Allara dan Ivy hanya tersenyum kecil kemudian menyediakan minuman yang dipesan.
"Kau bisa mabuk kalau minum itu, Ivy." Allara melihat ke gelas Ivy.
"Aku bukan anak-anak lagi, Allara. Aku akan turun ke lantai dansa, kau mau ikut atau tidak?" Ivy bertanya tapi tidak menunggu jawaban Allara. Ia segera melangkah ke lantai dansa di mana hampir dua per tiga pengunjung club itu berada.
"Aish, dasar Ivy." Allara menyesap ice lemon miliknya lalu ikut turun ke lantai dansa. Ia tidak mau tinggal sendirian di meja bartender.
"Kenapa kau tersenyum?" Lyon, pemilik club itu bertanya pada Gerrald si bartender yang tadi melayani Ivy dan Allara.
"Gadis itu sangat konyol." Gerald melihat ke arah Allara yang kini berjoget bersama Ivy. "Dia memesan susu stroberi di sebuah club malam."
Lyon melirik ke arah Allara, begitu juga dengan Sky yang saat ini berada di sebelah Lyon.
"Gadis sialan itu," geram Sky.
Lyon mendengar makian Sky. "Kau mengenalnya?"
"Dia adalah murid yang membuatku terlihat seperti maniak seks," kesal Sky.
Lyon mengerutkan dahinya kemudian ia tertawa geli. Melihat betapa kesalnya wajah Sky saat ini, sesuatu yang terjadi pastilah luar biasa.
"Jangan bercerita melompat seperti itu, Sky. Kau membuatku bingung."
Sky menceritakan kejadian tadi pagi di sekolah. Ia makin kesal karena Lyon yang tergelak bahagia. Yang benar saja, Lyon ini temannya atau bukan.
"Gadis itu sangat menarik, Sky," seru Lyon disela tawanya.
Sky tidak berpikiran sama dengan Lyon. Ia malah tidak ingin melihat ada manusia seperti Allara. "Beri aku segelas tequila."
Gerald memberikan yang Sky minta.
Sky mengamati cangkir ice lemon di dekatnya. "Ini milik gadis itu, kan?"
Gerald yang ditanya menganggukan kepalanya.
"Astaga, Sky. Kau kekanakan. Dengar, dia masih bocah." Lyon mengejek Sky yang memasukan tequila ke dalam minuman Allara.
Sky mengabaikan ejekan Lyon. Ia melangkah menuju ke tempatnya biasa duduk. Senyum licik terlihat di wajahnya ketika beberapa saat kemudian Allara kembali ke meja bartender dan meminum minuman yang sudah ia campurkan dengan tequila.
"Bagaimana jika gadis itu mabuk, Sky?" Lyon duduk di sebelah Sky. Ikut mengamati Allara yang menenggak minumannya hingga tandas.
"Itu bukan urusanku," balas Sky tidak peduli.
"Gadis yang malang." Lyon merasa iba pada Allara. Ia hany berharap semoga Allara bisa kembali ke kediamannya dengan selamat.
Kepala Allara terasa pusing. Benda-benda di sekitarnya seperti bergoyang. "Apa sedang terjadi gempa bumi?" Pertanyaan konyol itulah yang keluar dari mulutnya.
Allara menggelengkan kepalanya kuat. Mengusir rasa pusing yang kian menjadi. Ia turun dari tempat duduknya dan melangkah sempoyongan. Sedikit tequila saja berakibat fatal bagi Allara yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol. Ia kini berakhir di jalanan.
Ivy baru menyadari bahwa Allara menghilang setelah satu jam kemudian. Ia mencoba menghubungi Allara, tapi Allara tidak menjawab panggilannya.
"Kemana dia pergi?" Ivy mulai cemas. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Allara mengingat Allara tidak pernah menghilang seperti ini.
Ivy keluar dari club. Ia mencari Allara sembari terus menghubungi Allara. "Di mana kau, Allara. Angkat ponselmu." Ivy mengulang-ulang kalimat itu sejak tadi.
Sudah jam 1 pagi, dan Ivy masih belum menemukan Allara. Ia sudah kembali ke kediamannya dan tidak menemukan Allara. Ia pergi ke asrama tempat Allara tinggal dan ia Allara juga tidak ada di sana.
Kecemasan Ivy semakin bertambah. Cuaca dingin saat ini, dan keberadaan Allara masih belum jelas. Bagaimana jika Allara kedinginan? Bagaimana jika Allara mengalami kesulitan? Bagaimana jika Allara bertemu dengan lelaki hidung belang?
Ivy menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh berpikiran buruk. Allara pasti baik-baik saja saat ini. Ia hanya perlu mencari dan mencari lagi sampai menemukan Allara.
Sementara itu di tempat lain, Allara sedang berada di sebuah trotoar ditepi taman. Ia berjongkok sembari mengukir jemarinya di atas trotoar. Ia bertelanjang kaki saat ini, Allara tidak terlalu nyaman mengenakan high heels.
Dua orang laki-laki mendekat ke arah Allara. Mereka melihat Allara seperti mangsa yang menggiurkan. Dan Allara, gadis itu sama sekali tidak menyadari bahwa saat ini ia sedang berada dalam cengkraman serigala lapar.
"Nona manis, apa yang kau lakukan di sini sendirian?" Pria bersurai hitam menatap Allara dengan senyuman mesum.
Allara menengok sejenak, kemudian ia mengabaikan pria itu. Ia kembali mengukir di atas trotoar. Entah apa yang sedang ia ukir itu.
"Daripada sendirian di sini, lebih baik ikut kami. Kami akan membawamu ke tempat yang sangat menyenangkan." Pria lainnya bicara, tangan pria itu mulai menyentuh lengan porselen Allara.
Allara menepis tangan pria itu. Ia berdiri dan hendak beranjak pergi. Namun, tangannya sudah dicekal oleh dua pria tadi. "Lepaskan aku." Allara memberontak.
"Tenanglah, Nona. Kami bukan orang jahat. Gadis sepertimu tidak baik berjalan sendirian." Pria bersurai hitam kembali bicara. Ia persis serigala berbulu domba.
"Lepaskan dia!"
Kedua serigala lapar tadi menoleh ke sumber suara. Mereka menatap ke arah pria yang mencoba mengganggu kesenangan mereka. "Siapa kau?! Jangan merusak kesenangan kami!" geram salah satu dari mereka.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku. Lepaskan gadis itu atau kalian akan menyesal!"
"Ckck, mau bertingkah sok pahlawan, heh!" Pria bersurai hitam melepaskan Allara kemudian menyerang pria di hadapannya.
Perkelahian terjadi, dua serigala bertubuh besar tergeletak dengan beberapa luka di tubuh mereka. Dua pria itu pergi dengan raut tidak terima. Mereka akan membalas suatu hari nanti.
"Gadis bodoh!" Sky mencemooh Allara.
Allara yang kembali ke posisi berjongkok, mengangkat kepalanya perlahan. Pipinya bersemu merah akibat udara dingin malam ini. Matanya menatap Sky lekat. Ia seperti anak kucing yang kehilangan arah.
"Mr. Axellio," serunya pelan.
Sky tertegun melihat raut wajah Allara yang begitu polos. Ini kedua kalinya Allara mengingatkannya akan Serena, kakaknya.
Allara segera berlari ke arah Sky. Ia memeluk tubuh Sky erat. "Hangat." Allara menggerakan kepalanya di dada Sky, mencari kenyamanan untuknya saat ini.
Sky tidak bereaksi. Ia tidak menerima pelukan Allara, tapi juga tidak menolak pelukan Allara. Ia hanya berdiri seperti patung.
"Di mana rumahmu? aku antar kau pulang," tanya Sky.
Allara tidak menjawab, ia hanya terus memeluk Sky. Rasanya sangat nyaman.
"Mr. Axellio, baumu sangat harum." Allara mengendus-endus tepat di dada Sky. Gadis polos ini tidak tahu bahwa apa yang ia lakukan bisa membawanya dalam bahaya.
Sky menahan napas karena gerakan Allara yang kini naik mengendus ceruk lehernya.
Apa-apaan, gadis bodoh ini! Di mana-mana pria yang mencari kesempatan saat wanita mabuk, bukan sebaliknya.
"Baiklah, cukup." Sky menangkap jari telunjuk Allara yang hendak menyentuh bibirnya.
"Aku benar-benar suka bibir ini. Sangat menggoda. Bolehkah aku mencicipinya?" Allara menatap Sky polos. Permintaan Allara harusnya Sky tolak mentah-mentah, tapi sayangnya Allara sudah mencium bibir Sky secepat kilat.
Setelah mencium Sky tanpa persetujuan, Allara diam sejenak. Sky tidak tahu apa yang ada di otak Allara saat ini.
"Terlalu cepat. Aku tidak bisa memastikan rasanya. Sekali lagi mungkin akan jelas." Allara mengulang, kali ini ia tidak hanya mengecup bibir Sky, tapi menyesap dan menjilati bibir Sky.
Sialan! Bocah ini menguji kesabaranku. Sky tidak tahan. Ia membalas lumatan Allara, jelas sekali Allara tidak pandai berciuman, tapi Sky terus membelai lidah Allara. Ia tidak tahu jika rasa bibir Allara sangat manis.
Sebelum Sky bertindak lebih jauh. Ia buru-buru melepaskan Allara. Ia tidak ingin menjilat ludahnya sendiri dengan meladeni bocah ingusan.
"Rasanya lebih enak dari susu stroberi." Allara tersenyum idiot.
"Gadis bodoh ini." Sky mendesah pelan. Ia segera membawa Allara masuk ke dalam mobilnya. Karena ia tidak tahu di mana Allara tinggal maka ia membawa gadis itu ke penthouse miliknya. Malam ini Sky benar-benar berbaik hati pada Allara. Niatnya ingin memberi Allara pelajaran, tapi ujungnya ia malah menyelamatkan Allara dari terkaman dua serigala lapar. Sky melakukannya hanya karena ia tidak ingin merasa bersalah jika terjadi sesuatu pada Allara. Rasa malunya tidak akan sebanding dengan pelecehan seksual yang akan Allara terima jika ia tidak menolong Allara.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top