Ekstra Bab 5 - Selamanya Bahagia
"Na, kalau bukan karena lo, kami pasti udah nonton film bokep."
Nana menghentikan kunyahannya terhadap snack bermicin yang ia dapat dari kamar tidur Zevan. "Emang kenapa? Kita bisa nonton bareng, kok. Gue nggak masalah."
Zevan tersedak mendengar balasan santai yang Nana berikan pada Sanca, sedangkan Zaska menggelengkan kepalanya pelan sembari mengemut es Kiko. "Mana mungkin kami ngajak lo nonton bareng."
"Lo juga suka nonton, Dek?"
Nana menatap Zaska dengan sorot mata tajam.
Zaska lekas kembali menggelengkan kepalanya. "Nggak. Nggak terlalu suka, maksudnya..."
Nana berdecak sebal sebelum memukuli Sanca yang duduk di sebelahnya dengan membabi buta. "Ini pasti ulah lo! Lo 'kan, yang ngajarin Adek nonton begituan?!" Nana menarik rambut lurus adik kembarnya sekuat tenaga. "Kurang ajar! Gimana bisa lo tega ngotorin otak dia?!"
Sanca berusaha membela diri dengan berkata, "Bukan gue yang ngajarin! Lagipula, lo punya hak apa sih, ngelarang-larang anak orang buat nonton bokep?! Zaska nggak pernah merasa terpaksa kok, bokepan bareng kita-kita."
Nana menatap Sanca bengis kemudian meraih kerah seragam yang dikenakan oleh pria berusia lima belas tahun itu. "Lo pikir gue nggak kenal dia? Gue tau semua tentang Zaska! Beraninya lo ngotorin anak polos semacam dia!"
"Bukan gue, Na! Sumpah, itu kerjaannya si Zevan!" Sanca buru-buru mengeluarkan jurus akhirnya ketika Nana baru akan menjambak rambutnya kembali.
Zevan yang dari tadi menertawakan kesengsaraan Sanca pun kian meneguk ludahnya gugup. "G-gue cuma—aw! Gila sakit banget, Na!"
Sanca dan Zevan kompak bergerak melenting karena merasa kulit kepala mereka akan lepas.
Cklek!
"Zev, awas kalau lo makan di kamar gue lag—"
Zafran menatap keempat manusia yang sedang mendiami kamarnya secara bergantian. Tak ingin image-nya rusak, Nana pun segera melepaskan jambakan mautnya lalu menggantinya dengan elusan kepala. Ya, Nana mengelus serta merapikan rambut Sanca dan Zevan yang sudah tak karuan dibuatnya.
"Udah pulang, Kak? Darimana aja?"
Zaska bangkit dari duduknya dan langsung menarik tangan Zafran agar duduk bergabung dengan yang lainnya.
"Anterin Popa sama Moma ke bandara."
"Yang nyetir siapa?" Giliran Zevan yang bertanya.
"Opa Arsen."
***
"Hffttt ... Mas pikir, semakin bertambah umurnya anak-anak, mereka akan menjadi lebih dewasa, ternyata? Ck!"
Zhara terkekeh geli mendengarkan keluhan kesal suaminya. Delapan tahun sudah berlalu, tetapi tidak ada perubahan dalam kehidupan pernikahan keduanya. Mereka masih tetap harmonis seperti biasanya.
"Mas tau kalau sekarang Adek lagi ngalamin fase jatuh cinta? Katanya, dia naksir sama temen sekelasnya, tapi cewek itu nolak Adek."
Zhorif menganggukkan kepalanya dan mengelus kepala Zhara yang ditutupi hijab dengan lembut. "Ulah kamu, sih! Lagipula, mana ada cewek yang suka sama cowok berambut jamur kayak gitu."
"Cinta itu nggak mandang fisik tau, Mas." Zhara bersungut.
"Masa? Dulu kamu suka sama Mas gara-gara apa?" Zhorif menaikkan salah satu alisnya menggoda.
"Karena Mas ganteng: wajah Mas ganteng, pikiran Mas ganteng, hati Mas juga ganteng."
Zhorif tak kuasa menahan tawanya, pria itu menoel hidung Zhara dan berkata, "Kalau emang dari awal mandang fisik, ngaku aja."
Zhorif memeluk pinggang Zhara erat. Kini keduanya memejamkan mata, menikmati angin sepoi-sepoi pantai yang cukup sepi. Sebuah jeritan yang diiringi dengan tawa membuat sepasang insan itu pun kembali membuka mata dan melirik ke samping.
"Mas pernah menyangka kalau akhirnya akan begini?"
Pertanyaan Zhara membuat Zhorif terdiam sejenak sebelum menganggukkan kepala.
"Mereka keliatan seperti pasangan yang baru menikah. Iya 'kan, Mas?"
"Hm, tapi masih kalah jauh dari kita."
Elusan pada bahunya membuat Zhara semakin merasa nyaman, wanita itu menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Zhorif sembari menatap lurus ke depan sosok Agam dan Vierra yang sedang asyik bermain siram-siraman menggunakan air laut.
"Heh, bucin kadaluarsa!"
Zhorif dan Zhara menolehkan kepala secara bersamaan dan mendapati Jeje, Jojo, Tama, dan Zhikan sedang tersenyum meledek.
"Si Arsen seriusan nggak gabung? Aelah, nggak asik tuh, anak!" Jeje berdecak sebal karena tidak menemukan keberadaan Arsen yang diharapkannya.
"Biarin aja kenapa, sih? Dia nggak ke sini karena takutnya hijrahnya oleng gara-gara banyak bule, mau bagaimana pun sekarang dia 'kan, udin jadi bucin akut."
Zhikan merangkul bahu Jeje santai. Ya, sejak usia mereka bertambah tua, keduanya memutuskan untuk berdamai dan meningkatkan kedewasaan sehingga tak lagi sering terjadi pertikaian di antara keduanya.
Jojo menghela napasnya berat, memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celana dengan mata menatap lurus ke ombak laut. "Tanpa gue sadari waktu berjalan dengan cepat juga, ya? Bang Zhikan nikah sama Mbak Kia, Bang Tama nikah sama Mbak Velove, Jeje nikah sama Mbak Maudy, Bang Zhorif nikah sama Zhara, Arsen nikah sama Mbak Melsya, Bang Shanzel nikah sama Najella..."
"Dan kamu nikah sama aku. Iya 'kan, Jo?"
Sebuah tangan melingkar di lengan berotot Jojo. Jordan Valerio Wira Atmadja yang sejak dulu pernah bersumpah untuk tidak akan pernah menikah kini menatap istrinya dengan sebuah senyuman lembut.
"Ergghhh! Misi pengen muntah!" Sahut Zhikan dan Jeje berlari mendekati laut dan memasang reaksi seolah akan benar-benar muntah.
Zhara terkekeh geli dalam pelukan Zhorif. Dalam hati ia mengungkapkan betapa bersyukurnya dirinya dapat dipertemukan oleh Zhorif dan juga keluarga besarnya yang mampu membuat Zhara menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
"I love you, Mas."
Gumaman Zhara rupanya terdengar oleh telingan Zhorif. Pria itu langsung menundukkan kepalanya dan menautkan alis kembarnya. "Ngomong apa tadi? Coba di-replay. Mas belum rekam, nih."
Zhara menggelengkan kepalanya sebab malu jika harus mengulang ucapan yang sama di depan para sepupu Zhorif yang tingkat kejahilannya luar biasa.
Zhorif tertawa karena melihat wajah malu-malu istrinya yang terlihat menggemaskan. Ia lantas mengangkat dan mencium punggung tangan kanan milik istrinya sebagai tanda kasih sayang. "Love you more. Terima kasih karena sudah bersedia untuk menghabiskan sisa waktu berharga kamu bersama Mas dan juga anak-anak."
"Uwlek!"
"Nah 'kan, muntah beneran lo!"
Tama memukul bokong Jeje gemas karena tiba-tiba saja pria itu mengeluarkan isi perutnya. Tepat di sebelahnya, Zhikan sudah mengeluarkan kata-kata mutiara sebab cairan muntah Jeje membasahi kakinya.
"Gara-gara lo pada, sih!"
Dengan keadaan yang mulai lemas Jeje masih menyempatkan diri untuk menyalahkan Zhorif, Zhara, Jojo, dan Sybil.
"Alah! Bukannya dari kemaren lo emang udah mual-mual?! Bini lo bunting kali!" Oceh Jojo tak terima.
"Bunting pala lo! Punya anak satu aja kepala gue udah mau belah dua! Kagak! Gue kagak sanggup dan kagak mau nambah anak lagi!"
"SAYANG!!!"
Teriakan Maudy membuat semuanya menoleh ke belakang. Wanita itu berlari mendekati mereka dengan sebuah stik berukuran kecil di tangannya.
"Aku positif hamil!"
Jeje membulatkan matanya syok, sedangkan Maudy malah melompat kegirangan.
"Eh, Mbak! Masa tadi Jeje bilang dia—hmphhh!"
Jojo mengerutkan dahinya ketika mulutnya dibekap paksa oleh sang adik.
"Wah! Selamat, Sayang!" Jeje memeluk Maudy dengan wajah pura-pura bahagia.
"Jadi pengen."
Zhara mendongak dan menatap Zhorif dengan alis bertaut. "Nggak usah aneh-aneh! Umur Mas udah tua tau, lagipula ngurus tiga bocil di rumah aja ribetnya udah minta ampun."
"Iya, iya, lagipula walaupun pengen pun Mas nggak akan mau nambah anak. Mas nggak sanggup ngeliat kamu dioperasi untuk yang kedua kalinya."
Zhara tiba-tiba tergelak. "Aku jadi inget wajah Mas pas nangis histeris di sana."
Zhorif memutar bola matanya malas. Seharusnya sejak awal ia tidak mempercayai ucapan Fauzan dengan mudah karena rupanya pria tua itu sudah memerintahkan salah satu suster di ruang operasi untuk mengabadikan wajah keponakannya, yakni Zhorif.
"Nggak usah dibahas lagi."
Suasana hati Zhorif memburuk seketika.
"Mas malu? Padahal, video itu yang membuat aku semakin yakin kalau rasa cinta Mas ke aku itu sangat besar, lho."
"Iya, udah jangan dibahas lagi."
Zhorif berusaha mengganti topik pembicaraan karena merasa malu juga takut apabila sepupu-sepupunya mendengar, ia akan kembali diledek habis-habisan seperti dahulu kala.
"Mas lucu banget pas—"
Mata Zhara membulat ketika bibir Zhorif tiba-tiba menempel begitu saja di pipinya. Rasanya memalukan, ada sesuatu yang menggelitiki perutnya, tetapi meskipun begitu, ia tak juga ingin Zhorif melepaskan ciuman pada pipinya.
"Cie, cie, cieeeee..."
Seruan dari para laki-laki membuat Zhara tersadar dan lekas mendorong dada suaminya agar menjauh.
"Mas!" Wanita itu memukul pelan lengan atas suaminya karena merasa kesal sekaligus malu.
"Kenapa? Kamu bisa mempermalukan Mas, tapi Mas nggak bisa mempermalukan kamu? Ck, jangan meremehkan kemampuan Mas."
Zhara mengulum senyumannya. Ia tidak lagi peduli dengan seruan yang semakin kencang dari arah sebelah mereka. Kini Zhara mengalungkan tangannya di leher Zhorif dan memaksa pria itu untuk sedikit menunduk hingga hidung mereka saling bersentuhan. Ia lalu menggeseknya seperti biasa dan berkata, "I love you, Mas Suami."
Zhorif tersenyum sangat lebar hingga lesung pipinya masuk sangat dalam.
"Love you more, my childish wife."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top