Ekstra Bab 2 - Popa & Moma

Zhara tersenyum tipis ketika melihat suaminya sudah terlelap di atas sofa dengan posisi duduk dengan tangan bersedekap. Ia melepaskan celemek yang digunakannya kemudian menghampiri Zhorif dan duduk di sebelahnya. Zhara mengguncang pelan bahu suaminya agar terbangun. "Mas tidurnya jangan di sini, di kamar aja."

Zhorif membuka matanya kecil karena mendapat gangguan. Sebuah senyuman langsung terbit di ujung bibirnya ketika mendapati kehadiran sang istri yang sangat dekat dengannya. Zhorif mengganti posisinya yang sebelumnya duduk menjadi berbaring dengan menjadikan kedua paha Zhara sebagai bantalan kepalanya. "Mas nggak mau jauh dari kamu dan anak-anak." Zhorif menatap mata istrinya sekilas sebelum beralih untuk mengecup perut Zhara yang kian membuncit.

Tebakannya lima bulan lalu benar, Zhara tengah mengandung hasil benih cinta mereka. Zhorif sangat senang ketika mendengar hal itu pertama kali dari Shanzel, tetapi kebahagiannya itu langsung tergantikan oleh rasa terkejut ketika tahu bahwa Zhara mengandung anak kembar, bukan dua pula, melainkan tiga. Jadi, ketika bayi-bayi menggemaskan itu nanti lahir, Zhorif akan langsung menjadi seorang ayah dari tiga anak laki-laki. Ya, jenis kelamin ketiga anak mereka adalah laki-laki. Meskipun sempat kecewa karena mendambakan anak perempuan, Zhorif tetap mensyukuri anugerah yang telah diberikan Allah SWT untuk keluarga kecilnya.

"Mas lebay tau nggak, sih?" Zhara terkekeh geli sembari memainkan bulu mata Zhorif yang lentik dan lebat. "Kita bahkan nggak pernah berpisah sedikitpun dari tadi pagi."

Apa yang dikatakan Zhara memang benar. Sejak profesi Zhorif bertambah satu, yakni menjadi wakil direktur rumah sakit, pria itu menjadi semena-mena. Ia melakukan perombakan pada ruang konsultasinya dan membuat sebuah ruang tembusan yang di dalamnya dijadikan seperti sebuah kamar agar Zhara bisa tinggal di sana ketika dirinya bekerja. Zhorif tidak pernah membiarkan Zhara lolos dari pengawasannya sedetikpun sebab pria itu tidak mau terjadi apa-apa pada istrinya selama masa kehamilan.

Zhorif menatap Zhara sembari mengelus perut wanita itu. "Kamu udah ketemu referensi untuk nama anak-anak?" Ya, mereka memang memutuskan untuk merombak ulang nama-nama yang sudah direncanakan waktu itu sebab Zhara merasa tidak terima akan perlakuan Zhorif yang sama sekali tidak mengizinkannya untuk mengusulkan satu namapun.

Zhara menganggukkan kepala dan mengacungkan tiga jarinya. Ia menurunkan jarinya satu-persatu setiap menyebutkan satu nama. "Cha Eun Woo, Kim Younghoon, dan Park Jihoon. Bagus, 'kan?"

Zhara terlihat percaya diri dengan ide-idenya, sedangkan Zhorif malah menghela napasnya letih. "Kamu memang berniat untuk membuat triplet dibuli sama teman-teman sekelasnya, ya?"

"Enggak, kok. Nama-nama itu aku ambil dari drama True Beauty sama Love Revolution, Mas nggak tau aja seberapa gantengnya mereka..." Zhara tersenyum ketika membayangkan wajah ketiga anaknya mirip seperti nama-nama aktor Korea yang disebutkan di atas.

Zhorif kembali menghela napasnya gusar. Ia jadi menyesali keputusannya yang telah membuat Zhara menjadi sangat uring-uringan di rumah sakit hingga melakukan maraton drama setiap hari.

"Mas maunya nama mereka ada unsur islami," ujarnya bermaksud untuk menggagalkan Zhara dalam melakukan pemberian nama-nama tersebut.

"Yaudah, tambahin aja Muhammad di depannya," sahut Zhara enteng.

Muhammad Cha Eun Woo, Muhammad Kim Younghoon, dan Muhammad Park Jihoon. Mengucapkannya saja sudah membuat bulu kuduk Zhorif berdiri dengan sendirinya. Bukankah nama itu sangat aneh? Astaga! Bagaimana caranya agar Zhorif bisa menyelamatkan jiwa dan mental putra-putranya kelak jika Zhara tetap bersikukuh.

"Zafran." Zhorif tidak langsung menyelesaikan ucapannya dan memberi jeda sesaat. "Mas cuma akan memberikan satu nama itu untuk anak kita dan sisanya boleh kamu yang urus, tapi dengan satu syarat ... nama panggilan mereka harus diawali dengan huruf Z."

Zhorif tersenyum puas ketika mendapati wajah kebingungan istrinya. Ah, Zhorif jadi bangga akan kecerdasan otaknya. Dengan begini, Zhorif yakin Zhara akan kesulitan mendapatkan nama-nama dari Korea dan pada akhirnya akan memberikan wewenang pemberian nama kepada Zhorif.

"Zevan, Zafran, dan Zagham." Zhara menyebutkan tiga nama yang tiba-tiba saja berlalu melintasi otaknya. "Gimana, Mas? Bagus, nggak?!" Tanyanya dengan nada antusias.

"Zevan, Zafran, Zagham..." Zhorif bergumam, merasakan adanya kejanggalan dari salah satu nama itu. "Zagham?!" Matanya membulat seketika. Pria itu langsung mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap Zhara tajam. "Itu 'kan, singkatan dari nama kamu dan Agam."

"Hah? Masa, sih?" Zhara bermonolog dan mulai mengeja nama itu dengan hati-hati.

Zhara mengusap tengkuknya kikuk melihat wajah cemberut suaminya. "Ehh ... kayaknya kita ganti jadi Zaska aja, deh." Namun, Zhorif tidak menyahuti ucapannya dan malah memalingkan wajah. Oleh karena itu, Zhara berinisiatif membujuk suaminya dengan cara mencakup wajah pria itu kemudian menyatukan hidung mereka dan menggeseknya pelan. "Suami jangan marah dong, sama Istri. Istri 'kan, nggak sengaja."

Melihat wajah Zhara yang memelas membuat Zhorif tidak kuasa untuk menahan senyumannya. Pria itu memajukan bibirnya untuk mengecup singkat bibir istrinya. "Mas maafin, tapi kamu harus bolehin Mas untuk gigit pipi kamu sekali aja," ujarnya yang membuat Zhara langsung melengos.

Zhara benar-benar tidak paham akan kelakuan suaminya itu. Kenapa sih, dari sekian banyak anggota tubuh yang dimilikinya Zhorif harus terobesi pada bagian lemak yang tertimbun di pipinya?

"Yaudah, nih." Zhara memiringkan wajahnya, memberikan izin pada suaminya secara sukarela.

Zhorif menahan tawanya ketika melihat Zhara mulai memejamkan mata. Melihat wajah memelas yang dikeluarkan istrinya membuat Zhorif menjadi tidak tega melakukannya dan lebih memilih untuk meninggalkan sebuah kecupan ringan di pipi tembam Zhara. Zhara lantas membuka mata dan menatap suaminya dengan alis bertaut keheranan, tumben-tumben pria itu tidak mau memanfaatkan kesempatannya.

"Mas mau kemana?" Pertanyaan itu keluar ketika melihat Zhorif yang bangkit dari sofa dan mendekati kulkas yang terletak tak pula jauh dari tempat mereka sebelumnya. Zhorif tak menjawab dan malah membuka bagian freezer untuk mengeluarkan setoples es krim rasa kopiyor favorit istrinya.

"Mas kapan beli itu?" Zhara lekas menghampiri suaminya yang duduk di kursi makan usai mengambil sendok. Ia menjilat bibir bawahnya sendiri karena merasa tergiur akan rasa manis nan lembut es krim tersebut. "Mas bagi, dong!" Protesnya ketika Zhorif malah asyik menikmati makanan itu sendiri.

Zhara memberengut karena Zhorif tidak meresponnya sama sekali. Oleh karena itu, ia menarik tangan suaminya yang memegang sendok, kemudian menggigitnya gemas agar tau rasa. "Rasain! Dasar pelit!" Zhara memeletkan lidahnya ketika melihat Zhorif meringis kesakitan.

Zhara merebut es krim tersebut dari tangan Zhorif, kemudian memakannya sembari menahan tawa geli melihat suaminya yang masih kesakitan. "Makanya jangan suka jahil, udah tau sejak hamil, aku jadi hobi gigit orang, Mas masih aja—"

Zhara melotot dan lekas mendorong dada suaminya kuat sebab pria itu tiba-tiba mencium bibirnya. "Mas ngapain?!" Tanyanya kaget.

Zhorif tersenyum miring sembari menghapus sisa es krim yang berada di ujung bibirnya. "Bersihin bibir kamu, soalnya kamu makannya cemotan."

"Modus!"

"Emang," sahut Zhorif enteng.

Sebuah ide jahil tiba-tiba muncul di otak Zhara. Maka dari itu, ia lekas menyuap sesendok besar es krim dan dengan sengaja mengotori bibirnya sendiri. "Mas..." Wanita itu menoel bahu Zhorif sebelum menunjuk-nunjuk mulutnya.

Zhorif mengulum senyumnya, merasa amat senang karena berhasil menggoda sang istri. Ia lantas merengkuh pinggang Zhara agar semakin mendekat, kemudian mendekatkan wajahnya. Namun naas, belum sempat bibirnya mendapatkan apa yang ia mau, Zhara sudah lebih dulu mengulurkan tangannya ke atas untuk menjepit kedua bibir Zhorif dan menggigitnya seperti sedang memakan burger.

Zhara menjauhkan dirinya usai puas memberi Zhorif pelajaran. Wanita itu tertawa keras ketika melihat kulit di sekitar bibir Zhorif mulai memerah.

Zhorif menatap Zhara tajam dan menunjuknya. "Kamu..." Sesakit apapun rasa yang istrinya tinggalkan, Zhorif tetap saja tidak bisa membalasnya. Buktinya seperti sekarang ini, ia bahkan sama sekali tidak mengomel dan malah memilih untuk meninggalkan dapur dengan langkah tegas akibat teredam emosi.

Zhara sadar candaannya sudah keterlaluan dan membuat Zhorif sebal. Oleh karena itu, ia buru-buru mengejar suaminya yang sudah menaiki beberapa anak tangga untuk meminta maaf. Namun tinggal beberapa langkah lagi berhasil menggapai tangan suaminya, Zhara kehilangan keseimbangan dan hampir saja jatuh menggelinding ke bawah jika Zhorif tidak sigap merengkuh pinggangnya.

"Mas..." Zhara menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca ketakutan seraya menguatkan cengkramannya pada kain piyama bagian lengan Zhorif.

"Lihat, gimana caranya Mas bisa ninggalin kamu kalau belum semenit aja kamu udah bikin ulah kayak gini," ujar Zhorif kesal.

"Ya, makanya jangan tinggalin aku meskipun cuma satu menit," cicit Zhara menanggapi ucapan suaminya. Ia kemudian membenarkan posisi berdirinya dan menjinjit untuk mengecup bibir Zhorif. "Aku minta maaf. Aku janji nggak bakal gitu lagi, deh."

"Dimaafin. Sini, cium lagi."

Zhara mengalungkan tangannya di leher Zhorif dan membiarkan pria itu melumat bibirnya cukup lama. Usai puas berciuman, Zhorif mengecup dahi Zhara singkat dan berkata,

"Popa sayang Moma."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top