Bab 47 - Metode Baru

"Mas Zhorif, maaf..."

Zhara mengerucutkan bibirnya sedih karena sudah setengah jam lewat—setelah dirinya tertangkap basah sedang menonton video porno bersama Arsen, Jeje, dan Jojo—Zhorif merajuk padanya, tidak menanggapi bujukan serta permintaan maafnya. Padahal, mulutnya sudah terasa seperti berbusa akibat terus-menerus mengeluarkan kalimat yang sama.

Saat ini keduanya baru saja memasuki kamar, Zhorif terlihat mendudukkan diri di tepi kasur, sedangkan Zhara pergi menuju ujung tembok dengan kepala tertunduk kecewa. "Kata Papa dosa lho, kalau nggak mau maafin orang," cicitnya menghadapkan wajah dan menempelkan dahinya ke tembok.

"Siapa bilang Mas nggak mau maafin kamu?" sahut Zhorif yang lama-kelamaan merasa tidak tega melihat raut wajah istrinya. Zhara sontak menoleh dengan senyum yang ditahan. "Duduk sini," suruhnya yang langsung dituruti oleh wanita itu, dalam sekejap duduk tepat di sebelah suaminya.

"Mas Zhorif..." Zhara baru saja merengek dan menggerakkan tangannya untuk memeluk tubuh pria itu. Namun buru-buru ditahan, Zhorif tidak mau oleng terlalu cepat sebelum ia selesai memarahi wanita itu.

"Kenapa nonton video yang begitu?" tanyanya dengan nada sok marah.

"Video apa?" Zhara pura-pura lupa, menggigit pipi dalamnya. "Ohh ... video cewek sama cowok yang lagi telanjang, ya? Ngelakuin hal yang sama kayak kita?" Pertanyaan polos Zhara membuat Zhorif sebenarnya tak tahan untuk tidak tertawa. Namun, karena ingin memberi istrinya pelajaran, ia berusaha sedikit jual mahal.

"Iya, video itu," balasnya dengan anggukan kepala.

Zhara menghela napasnya dalam, sebelum menjawab dengan suara kecil, "Biar bisa jadiin Mas Zhorif ahli waris rumah sakit."

"Maksud kamu?" Dahi Zhorif berkerut.

"Kata kakak-kakak, Mas bisa jadi ahli waris kalau aku hamil." Wanita itu memainkan jemarinya gugup. "Jadi, Om Arsen ajarin aku metode jalan pintas. Kak Jeje bilang, kalau masuknya lewat depan mah, sering gagal, jadi harus coba ganti posisi gitu." Zhara mengerutkan dahinya sembari mengingat-ingat ajaran sesat apa yang telah diterimanya tadi. "Namanya doggie style, kalau nggak salah."

"Astagfirullah..." Zhorif menghela napasnya gusar dengan tangan mengusap muka karena frustrasi. "Jangan bilang kalau kamu juga membahas apa yang Mas lakuin ke kamu tadi pagi?" tanyanya merasa curiga.

Zhara menganggukkan kepalanya jujur. "Yang kemarin malem juga."

Zhorif kesal setengah mati, ingin mengomel, tetapi tidak sanggup ketika mendapati wajah super polos tak tahu apa-apa istrinya. Oleh karena itu, Zhorif memilih untuk mengangkat tubuh Zhara untuk duduk di pangkuannya. "Zhara liat Mas," pintanya yang langsung dituruti. "Pembahasan seperti itu sensitif dan privasi, cuma Mas dan kamu aja boleh tau, orang lain nggak boleh tau, termasuk Mami, Papi, Mama, ataupun Papa. Kamu mengerti?"

"Tapi aku pernah buat janji merah muda ke Agam, Jhesen, dan Aufa. Kami nggak boleh main rahasia-rahasian dari satu sama lain, bahkan jadwal menstruasi aku pun mereka bertiga tau, Mas..."

Zhorif menarik tengkuk Zhara hingga secara otomatis dahi mereka bertumburan. "Janji itu dibuat sebelum kamu menikah sama Mas. Menikah artinya memiliki kehidupan yang baru, dan itu juga berarti janji merah muda kamu, sudah tidak berlaku lagi." Terserah! Anggap saja Zhorif gila karena mengarang hal-hal seperti itu. Namun, ia benar-benar tidak memiliki pilihan lain. Jika ia menjelaskan dan melarang Zhara secara terang-terangan, masalah ini pasti akan semakin panjang.

"Mas nggak suka kamu bahas masalah ini ke orang lain, Mas juga nggak suka kamu ngasih tau kapan jadwal datang bulan kamu karena Mas harap, satu-satunya orang yang tau itu cuma Mas." Zhorif mengelus pipi tembam istrinya. Mata keduanya saling menatap cukup lama hingga Zhorif memutuskan untuk bergerak lebih dekat lagi, menyatukan bibir mereka secara perlahan. Ketika dirasanya Zhara mulai mendorong dadanya, pria itu melepaskan ciumannya, memberikan istrinya kesempatan untuk bernapas, kemudian menarik tangan Zhara agar melingkar di lehernya. Ritme keduanya semakin lama semakin tak beraturan, tangan nakal pria itu mulai menembus masuk ke pakaian yang digunakan Zhara, membelai kulit punggungnya hingga membuat sang pemilik merasa merinding.

"Mas bilang, yang tadi pagi terakhir," protes wanita itu ketika Zhorif kembali memberinya kesempatan untuk mengambil napas.

Zhorif menghela napasnya frustrasi karena teringat akan janji sialannya itu. Beruntung, selain memiliki ketampanan dan kekayaan, ia juga diberi otak super cemerlang yang bisa mengeluarkan aksi modus dalam sekejap. "Mas nggak bakal pipisin kamu lagi. Nih, buktinya Mas nggak buka baju ataupun celana, 'kan?" Zhara tampak berpikir sejenak sebelum menganggukkan kepalanya. "Jadi, boleh dilanjutin?" tanyanya dengan salah satu alis yang terangkat.

"Boleh," sahut wanita itu malu-malu, kemudian memejamkan kedua matanya, menanti bibir Zhorif untuk kembali bermain dengan bibirnya.

Zhorif tersenyum puas, dan langsung memberikan apa yang diharapkan oleh istrinya. Beberapa menit sibuk berciuman hingga terengah-engah membuat Zhara kehilangan fokus. Oleh karena itu, tangan Zhorif mulai mengambil kesempatan untuk masuk dan membelai paha istrinya. Tujuan liciknya itu dipermudah oleh Allah SWT karena kala itu Zhara tengah menggunakan pakaian bermodel turtle neck dan rok motif bunga selutut. Wanita itu refleks merapatkan kedua pahanya ketika merasa tangan nakal suaminya semakin bergerak masuk, bahkan berusaha menarik pakaian dalamnya.

"Mas!"

Zhorif menghentikan pegerakkannya dan menatap Zhara yang telah menahan dadanya agar menjauh. "Anu..."

"Kenapa?" Nada suara Zhorif merendah.

"Katanya kalau mau punya anak harus pakai gaya baru." Zhara menundukkan wajahnya yang bersemu merah.

Tatapan Zhorif yang sebelumnya sendu berubah menjadi terkejut. "Maksud kamu, Mas boleh..." Pria itu menelan ludahnya dan menanti sebuah persetujuan dari istri kecilnya.

Zhara menganggukkan kepalanya malu-malu. "Boleh, tapi di kamar mandi aja."

Zhorif mengulum senyuman lebarnya, kemudian mengecup dahi Zhara singkat. "Fine."

Zhorif melepaskan semua pakaian yang Zhara kenakan lebih dulu sebelum menanggalkannya miliknya sendiri dan menggendong tubuh mungil sang istri untuk segera masuk ke dalam kamar mandi. Ketika Zhorif baru saja hendak melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, sebuah suara yang berasal dari luar kamar mandi kembali kembali menghentikannya.

"Zhara!"

"Zhorif!"

Zhorif buru-buru mematikan keran air. Astaga! Ia baru ingat bahwa mereka belum sempat menutup pintu kamar, bahkan pintu kamar mandi pun juga belum dikunci.

"Zhara kamu lagi mandi?" Itu adalah suara Velove dan Kia.

"Mbak mau kasih kamu sesuatu. Boleh masuk, ya? Nggak sabar nih, liat kamu pakainya!" Velove sepertinya sudah mencekal gagang pintu karena benda itu terlihat bergerak.

"Mas gimana, dong?!" Zhara melotot panik.

"Mbak Velov!" Sepertinya Kia terkejut karena menemukan sesuatu. "Ini celana dalam Zhara, ya? Kok, bisa di bawah kasur gini?"

Zhorif kembali menyalakan keran shower untuk membuat kedua wanita itu menyadari kehadirannya dan bergegas pergi dari kamar secepatnya agar tidak mengganggu.

"Oh, wow! Kayaknya, kita datang di saat yang nggak tepat deh, Ki!" Velove yang sangat peka kian menjauhkan diri dari kamar mandi. "Lanjutin aja, Rif! Gue bantu tutup pintu kamarnya, deh! Lain kali jangan sampai lupa lagi!" teriak wanita itu sebelum benar-benar pergi.

"Mas malu!" Zhara menggigit pipi bagian dalamnya sebelum menjatuhkan wajahnya di bahu Zhorif.

*

*

*

"Memangnya Mas beneran bisa? Kenapa nggak panggil Kak Jojo aja, sih?" Zhara mengernyit bingung karena setelah mandi dan menyelesaikan tiga ronde, suaminya itu bersikeras untuk mengganti perban di kakinya.

"Ini pekerjaan mudah, siapa aja bisa," sahut Zhorif yang tampak telaten mengerjakannya hingga berhasil membuat balutan yang rapi seperti yang pernah dilakukan oleh Jojo. "Khusus yang ini ... baru cuma Mas yang bisa." Tangan Zhorif menyusup masuk ke dalam bagian bawah dress yang dikenakan istrinya, pria itu kembali membelai bagian favoritnya dari luar.

"Mas, Papa sama Mama udah nungguin kita untuk makan siang!" Peringat Zhara, tetapi tidak juga menahan pergerakkan nakal suaminya.

Zhorif menggeram dan menarik tubuh Zhara mendekat. "Mas bisa buat alasan, lagipula ... Velove dan Kia pasti udah membeberkan semuanya ke Mama dan Papa."

Ting-tong!

Pria itu bersumpah akan menghukum DOGANS ataupun Zhikan, apabila merekalah yang mengganggu waktu-waktu gentingnya. Zhorif pun membuka pintu dengan decakan kesal. Beruntung, tak sesuai dugaannya, tamu yang tak diundang itu rupanya adalah Najella.

"Hai, Kak!"

"Hai juga," balas Zhorif setengah tak ikhlas.

"Kak Zhara ada di dalam, ya? Boleh nggak, kasih kami berdua waktu untuk bicara secara pribadi?" Najella mengecilkam suaranya agar tak dapat didengar oleh Zhara.

Zhorif tampak menimbang-nimbang sejenak sebelum menjawab,

"Bisa."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top