Bab 19 - Hari Bersama DOGANS

💌 : maaf ya, update-nya malam, saya lagi sibuk hari ini dan cuma nemu waktu luang di malam hari. Semoga bab ini tidak mengecewakan kalian, dan jangan lupa buat puji-puji saya lagi biar pas tidur bisa mimpi pergi ke istana langit😂

Selamat membaca!

& 💬

"Sembilan puluh tujuh!"

"Sembilan puluh delapan!"

"Sembilan puluh sembilan!"

Bugh!

Tubuh Arsen dan Jeje ambruk bersama mencium lantai akibat hukuman push up kombinasi yang diberikan Zhorif pada keduanya. Meski terlihat baik hati, sabar, dan toleran di luar, Zhorif yang sebenarnya adalah sosok keras yang sangat menjunjung tinggi ajaran agamanya, ia akan sangat marah apabila seseorang yang dikenalinya berbuat sesuatu yang tak baik, apalagi jika orang itu tahu bahwa yang dilakukannya adalah suatu dosa besar.

"Ini terakhir kalinya, Rif! Gue janji!" Arsen tampak mengenaskan dengan posisi tangan yang memeluk kaki kanan Zhorif, memohon agar hukumannya diringankan.

Zhorif menghela napasnya gusar, bersusah payah menarik kembali kakinya yang ditempeli oleh Arsen. "Ini udah yang ke-empat kalinya lo bilang terakhir kali sama gue," ujarnya dengan tangan yang bersedekap.

"Sebenernya ini udah kali ke-lima, Bang," koreksi Jeje dari belakang tubuh Arsen dengan ekspresi wajah tanpa dosa. Tak lama kemudian tubuhnya ditendang pelan oleh Jojo yang hendak menyuruhnya untuk bungkam saja.

Zhorif memejamkan kedua matanya frustrasi. Ia mengode Jeje untuk segera bangkit dari lantai dan mendekat ke arahnya. Ketika jarak di antara mereka kian menipis, Jeje mengernyitkan dahinya, menatap ujung bibir kakak sepupunya yang tampak lebam seperti habis ditinju.

"Bibir lo kenapa, Bang?" tanyanya khawatir dengan kedua tangan yang menempel di kedua pipi Zhorif.

Zhorif meletakkan jari telunjuknya di jidat Jeje agar wajah pria itu sedikit menjauh. "Lo pikir sendiri pake otak lo," jawabnya kemudian, dengan nada datar.

Jeje sontak menoleh ke arah Jojo untuk meminta jawaban. Namun bukannya menjawab, Jojo malah meringiskan wajahnya sembari menggeleng-gelengkan kepala.

Flashback on

"Brengsek lo, Bang!"

Jeje meraih kerah piyama Zhorif dengan kasar, kemudian menyudutkan pria itu ke dinding cukup kuat hingga menimbulkan bunyi.

Jojo yang melihat hal yang biasa terjadi ketika saudara kembarnya itu mabuk pun segera menarik Jeje menjauh untuk melerainya. Namun, pikiran Jeje kala itu sedang tidak jernih, ia malah meninju perut Jojo hingga membuat pria itu jatuh terduduk di lantai.

"Je, gue ingetin lo! Lo bakalan nyesel besok pagi kalau nggak ngelepasin Bang Zhorif sekarang!" peringat Jojo sembari meringis, memegang perutnya yang kesakitan.

Namun, Jeje lagi-lagi tidak peduli, ia ingin melampiaskan segala kekesalannya selama ini pada Zhorif meski ia sendiri tahu bahwa sepupunya itu tidak bersalah sama sekali. Jeje berdesis sebelum mengepalkan tangannya yang hendak diarahkan menuju wajah Zhorif. Ketika tangan itu berjarak hanya tiga sentimeter dari wajah pria itu, Zhorif menelengkan kepalanya dan membuat tinjuan Jeje melesat menuju tembok yang ada di hadapannya.

Bugh!

Jeje menggeram kesakitan sekaligus kesal ketika melihat Zhorif yang berhasil mengambil kesempatan untuk meloloskan diri dari cengkramannya.

Zhorif menghela napasnya lelah. Bagaimana tidak lelah? Tiap kali Jeje mabuk-mabukan, pria itu pasti akan ke tempatnya, membuat kekacauan, dan memukulnya secara tak terkendali. Jika saja Zhorif bukan orang yang penyabar dan suka balas dendam, ia pasti akan membalas perbuatan adik sepupunya itu dengan senang hati.

"Gue peringatin lo untuk yang terakhir kalinya, Je ... kalau lo sampai mukul gue lagi, gue aduin lo ke Om Fauzan!" ancamnya dengan membawa-bawa nama adik Fachri, paman sekaligus ayah kandung dari Jojo dan Jeje.

Jeje terkekeh geli, sebelum berdecih dan menatap Zhorif tajam. "Lo pikir ancaman itu masih berlaku bagi gue?! Gue bukan anak SMA lagi, Bang!" ujarnya dengan suara yang lantang, tetapi tidak terdengar seperti sebuah teriakan. Jeje mendekati Zhorif kembali dengan langkah gontai, dan seperti biasanya pula, Zhorif tidak menghindar. "Lo tau 'kan, seberapa besar perjuangan gue selama ini, Bang?" Kali ini suaranya lebih lembut. Namun, tetap saja, tangan Jeje kembali mencengkram kerah Zhorif. "Lo bilang, lo akan ngalah! Lo bilang, lo akan menyerah! Lo bilang, lo akan ngebuat Maudy berhenti jatuh cinta sama lo!"

Zhorif tak menjawab, telinganya masih terfokus untuk mendengar keluh kesah hati Jeje selama ini. "Tapi mana buktinya, Bang? Kenyataannya, mau sekeras dan sekuat apapun gue memperjuangin dia, dia nggak akan pernah ngelirik gue sedikitpun," Zhorif buru-buru menahan tubuh Jeje ketika kaki pria itu tiba-tiba meluruh ke lantai, "karena istri gue itu ... terlalu cinta sama elo!"

Jojo merasa perkataan adiknya sudah tak terkendali. Oleh karena itu, ia buru-buru menarik sang adik untuk segera menjauh dan berhenti bicara. Namun, lagi-lagi Jeje memberontak dan tanpa terduga, langsung melayangkan tinjunya ke wajah Zhorif hingga membuat pria itu ambruk ke lantai.

"Lo harus tau sakitnya jadi gue selama ini, Bang! Bahkan, rasa sakit yang gue kasih hari ini belum seberapa!"

Ketika Jeje hendak melayangkan tinjunya yang kedua, pintu kamar Zhorif didobrak kuat, menampakkan sosok gadis berpiyama kebesaran yang tak lain dan tak bukan adalah Zhara sedang memegang kemoceng dan panci.

"Berani-beraninya kamu..." Zhara menatap Jeje dengan tatapan penuh kebencian sebelum berlari mendekati pria itu dan memukulinya secara membabi buta demi membalas perbuatan keji pria itu terhadap Mas Zhorif-nya.

Kala itu, Zhorif dan Jojo hanya bisa terngaga syok tanpa melakukan apapun. Namun, ketika Arsen yang entah sejak kapan telah bangun dari pingsannya membawa sapu lidi dan ikut bergabung bersama Zhara untuk memukuli Jeje, kedua pria itu segera turun tangan dan melerai ketiganya.

Flashback off

"Udah inget?" sindir Zhorif ketika melihat Jeje yang tiba-tiba memasang wajah cengengesan.

"Ampuni hamba, wahai Kakak Sepupu!" Jeje refleks menekuk lututnya tepat di hadapan Zhorif dan menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Enak banget mulut lo ngucap gitu mulu!" celetuk Arsen dari belakang.

"Lo juga nggak ada bedanya!" tunjuk Zhorif emosi karena sejak tadi Arsen dan Jeje saling melemparkan kesalahan mereka ke satu sama lain.

"Aduh!"

Para pria yang tengah asyik berkumpul di ruang tengah itu sontak menolehkan kepala ketika mendengar suara Zhara yang merintih kesakitan di dapur. Zhorif buru-buru menghampiri gadis itu dengan ekspresi wajah khawatir.

"Ada apa?" tanyanya sembari melirik Zhara yang tengah memegangi jari telunjuknya sendiri.

"Luka, Mas..."

Zhara menengadah, mengadu, dan menatap Zhorif dengan kedua mata yang telah berkaca-kaca karena merasa kesakitan pada bagian jarinya akibat tak sengaja teriris pisau ketika sedang mencoba membersihkan akar sayur taoge.

"Lain kali hati-hati," peringat Zhorif sembari membawa Zhara mendekat ke wastafel untuk membersihkan dulu darah yang keluar menggunakan air bersih.

Seolah dunia hanya milik berdua, Zhorif dan Zhara duduk di ruang tengah tanpa mengacuhkan ketiga pria lain yang menatap mereka dengan jengah, apalagi ketika Zhorif mulai mengobati luka gadis itu.

"Sakit, Mas," rengek Zhara bahkan ketika Zhorif sama sekali belum menyentuh lukanya.

"Makanya, hati-hati," ujar Zhorif dengan mata yang masih terfokus ke tangan itu, "lagipula kamu ngapain motong akar taoge pakai pisau? Itu 'kan, tinggal dipatahin aja." Tanpa sadar, Zhorif terkekeh membayangkan Zhara yang kelelahan akibat memotongi akar taoge satu-persatu.

Zhara mengembungkan pipinya sebal karena ditertawai. Namun, tak dipungkiri di dalam hati ia juga merasa senang karena telah sukses membuat Zhorif tertawa. "Niatku 'kan, baik, mau masakkin Mas dan saudara-saudara Mas sarapan."

"Iya-iya, terima kasih." Zhorif tak mau ambil pusing.

"Duh, laperrrrr!"

Dengan tidak tahu malu, Arsen menepuk-nepuk perutnya dengan maksud menyindir Zhorif dan Zhara agar segera berhenti mesra-mesraan di hadapan jomblo mengenaskan sepertinya.

"Itu udah jadi kok, Om, sop taogenya. Kalau kuliat-liat dari drama Korea, katanya sop taoge bagus buat menetralisir rasa pengar," ujar Zhara sebelum bangkit dan menuangkan tiga porsi sop taoge hangat buatannya di mangkuk. "Dicobain deh, Om!" suruhnya dengan mata yang berbinar antusias. Pasalnya, ini yang pertama kali baginya untuk memasak sesuatu sendirian tanpa bantuan sang ibu.

"Karena lo udah susah payah masakkin gue sarapan, gue bakal ngizinin lo manggil gue pake sebutan 'Om' untuk yang terakhir kalinya," ujar Arsen dengan tatapan mendelik.

"Doa!" sentak Zhorif ketika ketiga pria itu sudah mangap dan bersiap-siap memakan sop itu.

"AAMIIN!!"

Zhorif hanya bisa geleng-geleng kepala ketika melihat ketiganya langsung mengucapkan kata amin tanpa berdoa sebelum makan terlebih dulu.

"Bhaks!"

"Hueekkk!"

"Uhuk! Uhuk!"

Zhorif menaikkan salah satu alisnya heran ketika Arsen, Jeje, dan Jojo kompak memuntahkan kembali sop yang mereka telan ke mangkuk. "Kenapa?!" tanyanya agak khawatir. Jujur saja, Zhorif telah ragu akan masakan yang dibuat oleh Zhara sejak tadi dan merasa beruntung gadis itu tidak memaksanya untuk makan. Namun, ia juga tidak berpikir bahwa rasanya akan seburuk itu.

Tak disangka-sangka, ketiga sejoli itu mengacungkan jempol mereka secara bersamaan dengan sebuah senyuman penuh arti.

"Cewek lo seratus persen udah siap kawin, Bang."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top