Bab 15 - Ngebet
💌 : minta komen jujurnya, dong. Kalian ngerasa nggak, sih, kalau cerita ini makin lama makin gaje? Apa cuma saya aja yang mikir gitu? Apa kalian malah tambah suka?
Selamat membaca!
⭐ & 💬
●
●
●
"Mas, kok, kita berhenti di sini?"
Zhara menautkan alis kembarnya keheranan ketika mobil milik Zhorif berhenti tepat di halaman sebuah rumah besar nan asri. Zhorif tidak langsung menjawab pertanyaan Zhara dan lebih memilih untuk keluar dari mobil duluan sebelum membantu Zhara membukakan pintu.
"Ini rumah milik keluarga saya," jelas Zhorif sembari menutup pintu mobil usai Zhara turun.
Gadis itu sontak meneguk ludahnya gugup, ia menengadah untuk menatap Zhorif yang sedang memasang ekspresi tak terbaca. Ia ketakutan, tentu saja. Zhara memilik perasaan yang tidak baik akan hal ini. Namun, ketika Zhorif mendekati pintu masuk rumah, gadis itu tidak memiliki pilihan selain mengikutinya. Alhasil, keduanya masuk bersama, disambut oleh beberapa pembantu rumah tangga sebelum bertemu dengan Fachri dan Hulya yang sedang bersantai di ruang keluarga.
"Assalamualaikum, Pa, Ma." Sapaannya yang singkat membuat Zhara mati kutu karena semakin gugup.
Pasangan paruh baya itu menoleh secara kompak, memutuskan pandangan mereka dari acara televisi. "Lho? Udah pulang kamu, Rif. Kok, Mama nggak denger klakson mobilnya?" Hulya bangkit dari posisi duduknya sebelum menghampiri putra semata wayangnya itu, membiarkan Zhorif dan Zhara mencium punggung tangannya. "Aduh, cantiknya calon mantu Mama!" puji Hulya terhadap Zhara sembari melirik Zhorif penuh arti.
"Pa..." Zhorif berjalan mendekati sang ayah untuk melarikan diri. Ia duduk tepat di sebelah Fachri yang malah bangkit untuk menghampiri Zhara, membiarkan gadis itu menyalaminya dengan sopan juga.
"Tante nggak nyangka kalau Zhorif bakal beneran jemput kamu, padahal tadi pagi dianya udah nolak-nolak," sindir Hulya sembari menarik tangan Zhara agar dapat duduk di sofa ruang keluarga, tepat di sebelah Zhorif. "Tante jadi belom siapin apa-apa deh, untuk makan malam. Nggak masalah 'kan, nunggu setengah jam-an? Sekalian nunggu Tama dan Velove dateng, biar bisa makan sama-sama." Zhara mengangguk tak keberatan meski sebenarnya, ia tidak benar-benar mengerti apa yang akan dilakukan Hulya sekaligus siapa pula yang tengah ditunggu kedatangannya.
"Pa, sini! Bantuin Mama masak aja biar mereka berdua bisa bicara," perintah Hulya yang tak pernah berani dibantah oleh Fachri.
Pada akhirnya, pasangan suami-istri paruh baya itu meninggalkan Zhorif dan Zhara dalam kecanggungan. Keduanya duduk sangat dekat, tapi tidak memiliki topik yang pas untuk dibicarakan. Untungnya, setelah saling berdiam diri selama kurang lebih lima menit, kedatangan tiga orang asing bagi Zhara membuat suasana terperbaiki.
Di sana, berdirilah sosok Tama, Velove, istrinya, dan juga anak perempuan kecil berusia dua tahun yang kerab dipanggil Ody, singkatan dari nama aslinya, yaitu Melody.
"Bang," sapa Zhorif dengan nada lesu, setengah tak niat. Namun, ketika pandangannya beralih menuju Ody yang berada di dalam gendongan Velove senyuman lebarnya langsung terukir. Zhorif mendekati istri Tama, memintanya untuk memberikan izin agar Ody dipindahkan ke gendongannya.
Ketika Zhorif mulai sibuk bermain dengan putri kecil Tama, Tama dan Velove memilih untuk mendekati Zhara, memperkenalkan diri mereka dan kemudian mengajak gadis itu untuk berbicara lebih lanjut.
"Jadi kamu masih kelas 3 SMA?!" Velove membulatkan matanya terkejut, rahangnya sedikit terbuka. Namun, hal itu tidak membuat kecantikannya hilang bahkan sedikitpun.
"Iya, Mbak," sahut Zhara menyengir.
Velove kemudian bersedekap dan menyandarkan diri di punggung sofa, menatap Zhorif yang masih sibuk bermain boneka dengan putrinya. "Beruntung banget Zhorif bisa dapetin yang masih fresh kayak kamu gini." Wanita berusia 29 tahun itu terkekeh geli sembari memukul lembut bahu suaminya. "Tapi emangnya kamu udah siap jadi istri dia? Secara kamu tau sendiri 'kan, Zhorif itu kayak gimana orangnya? Kamu bisa kehilangan kebahagiaan masa muda kamu karena dia."
Zhara meringis tak enak hati, ia melirik Zhorif yang tampak bodoh amat diledeki seperti itu. Namun entah mengapa, ia kian merasa tersinggung dengan cara bicara istri dari sepupu Zhorif itu. "Aku bisa kehilangan apa aja, Mbak, asalkan itu bukan Mas Zhorif," sahutnya tanpa pikir panjang yang membuat Velove membeku dalam hitungan detik.
Diam-diam, Zhorif yang menguping pun juga ikut membeku, tidak sadar bahwa Ody kian mulai berjalan pelan mendekati Zhara. Bocah kecil itu menyentuh paha Zhara dengan tawa kecilnya yang membuat Zhara kehilangan fokus. "Gemoy-nya..." Zhara mengulurkan telunjuknya untuk menoel pipi kanan dan kiri Ody secara bergantian. Tak lama dari itu, Ody merengek, meminta dipeluk hingga membuat Zhara dengan ragu-ragu memutuskan untuk membawa Ody duduk di pangkuannya. "Namanya Ody ya, Mbak?" tanya Zhara sembari melirik Velove singkat.
"Iya," sahut Velove yang kian melirik Tama dan Zhorif secara bergantian.
"Nenen..." gumam Ody tiba-tiba yang membuat Zhara sontak membulatkan matanya syok, apalagi tangan bocah kecil itu kian menyentuh dadanya dengan wajah lugu. Merasa kesal tak diladeni, Ody pun menarik-narik seragam Zhara hingga membuat dua kancing teratas gadis itu terbuka.
Zhorif dan Tama kompak mengalihkan pandangan mereka, sedangkan Velove buru-buru mengambil alih putrinya dari Zhara. "Aduh, maaf ya, Zhara ... Mbak baru latihan nyapi Ody." Velove meringis tak enak hati. "Biasanya Ody nggak kayak gini ke orang lain. Apa mungkin karena ukuran payudara kamu persis kayak Mbak pas masih nyusuin Ody, ya?"
"Uhuk!"
Zhorif dan Tama kompak tersedak oleh ludah mereka sendiri. Meskipun sudah mengenal Velove selama kurang lebih empat tahun, tidak satupun dari mereka yang bisa terbiasa dengan cara bicaranya yang selalu blak-blakan.
Velove kemudian menyentuh lengan suaminya dan berkata, "Yang, temenin aku cari kamar buat nyusuin Ody, ya?"
Tama tak menolak dan langsung mengajak istri dan anaknya pergi mencari ruang tamu yang berada di lantai dua rumah keluarga Zhorif.
"Kamu nggak usah pikirin omongan Velove, dia orangnya memang suka—"
Zhara menaikkan salah satu alisnya heran ketika Zhorif tiba-tiba menghentikan ucapannya dan pandangannya mengarah ke satu titik. "Suka apa, Mas?" tanya gadis itu penasaran.
Zhorif kembali mengalihkan pandangannya, secara tanpa sadar telinganya kian berubah warna menjadi kemerahan karena malu. "Baju kamu," lanjutnya yang membuat kalimat itu malah terdengar ambigu.
"Bajuku?" Zhara menurunkan pandangannya dan baru menyadari bahwa kancingnya terbuka dan membuat belahan dadanya sedikit terlihat karena dirinya tak mengenakan tanktop seperti hari-hari biasa. Zhara kemudian menengadah dengan alis yang saling bertaut sebelum berkata, "Mas suka kalau aku pakai baju kayak gini?"
Zhorif melotot dan buru-buru menggeleng. "Maksud saya, tolong kancingkan kembali pakaian kamu," jelasnya.
"Kok, malah Mas yang minta tolong, sih? Harusnya akulah!" Zhara kebingungan, tetapi tetap mengancingkan pakaiannya kembali agar Zhorif mau memandangnya. Setelahnya, Zhara menggeser diri agar dapat duduk lebih dekat dengan Zhorif. "Mas!" panggilnya bersemangat.
"Kenapa?" sahut pria itu malas-malasan.
"Mas suka anak kecil, ya?" tanyanya yang membuat Zhorif merasa curiga akan lanjutan dari ucapan gadis itu.
"Memangnya kenapa?" Zhorif mencari jalan aman.
"Aku juga suka."
"Ya, terus?"
"Punya anak bareng, yuk!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top