Bab 11 - Antara Mantan & Calon Suami

💌 : aktris Moon Ga Young (Korea) akan mengambil peran sebagai Maudy, mantan calon istri Zhorif. Bagi yang kepo, ini fotonya (👇)

Selamat membaca!

& 💬

"Kalau gitu, aku pulang dulu, Rif. Sekali lagi, selamat untuk pertunangan kamu."

Zhorif mengangguk kikuk. Matanya masih setia menatap wanita itu. Wanita yang dulu hampir menjadi miliknya seutuhnya jika saja tidak ada halangan yang terjadi. Kini, Zhorif hanya bisa menelan ludahnya pahit setiap melihat Maudy, terutama bagian perutnya yang kian membesar karena berisi calon buah hatinya dengan pria lain.

Baru saja Maudy hendak menarik knop pintu ruangan Zhorif, pintu itu sudah lebih dulu dibuka dan menampakkan sosok gadis berseragam sekolah dengan senyuman lebarnya.

"Selamat siang, Calon Suamiku!"

Zhara masuk ke ruangan itu tanpa disuruh, kemudian menghampiri Zhorif sembari merentangkan tangannya lebar, meminta untuk dipeluk. Namun sayang, ketika tinggal dua langkah lagi tubuh mereka bersentuhan, Zhorif sudah lebih dulu menghadangnya dengan cara meletakkan jari telunjuknya di dahi gadis itu.

"Kamu bolos sekolah?" Pertanyaan yang Zhorif lontarkan setelah ia mengecek arloji cokelat tuanya itu membuat Zhara sontak menelan ludahnya gugup. "Dan, kamu tau darimana rumah sakit tempat saya bekerja?" tanyanya lagi, kurang puas.

"Ehm..." Zhara memainkan jemarinya dengan kepala yang tertunduk, sibuk memikirkan alasan yang tepat agar dirinya tidak dipandang buruk oleh suami masa depannya. "Temenku sakit, jadi aku nganterin dia ke sini. Aku nggak sendirian kok, sama pengawas dari sekolah juga!" bohongnya yang terlihat sangat jelas hingga membuat Maudy yang memerhatikan mereka sejak tadi mengeluarkan tawa gelinya.

Mendengar suara yang asing, Zhara pun menolehkan kepalanya, menatap seorang wanita hamil yang tengah berdiri di belakang pintu ruangan Zhorif. "Eh-Mas lagi ada pasien, ya? Kalau gitu, aku pergi aja, deh!" Zhara memutar arah tubuhnya, bersiaga untuk melarikan diri. Namun, tampaknya Zhorif dapat membaca pikiran gadis itu sehingga baru saja melangkah satu kali, Zhorif sudah menahannya.

"Maudy, maaf ... aku harus keluar sebentar." Zhorif menyeret Zhara paksa lewat tatapan tajamnya. "Dimana teman kamu yang sakit itu?" tanya Zhorif seakan ingin memastikan sendiri kebohongan Zhara.

"Dia terkilir, jadi sekarang lagi diperiksa sama-Mas!" Zhara membulatkan matanya dan buru-buru mengejar Zhorif yang sudah lebih dulu mengacir pergi ke ruangan milik dokter spesialis ortopedi, yang tak lain adalah sepupunya sendiri, Jojo.

Cklek!

Pergerakkan Zhorif terhenti ketika di dalam sana, ia melihat seseorang berseragam sama seperti Zhara sedang diperiksa oleh Jojo.

"Lho? Bang? Ngapain ke sini?" Jojo terlihat kaget akan kehadiran Zhorif yang sebelumnya sama sekali tidak pernah terjadi.

Zhorif diam saja, membuka pintunya lebih lebar untuk memperlihatkan Zhara kepada dua murid yang tengah duduk rapi di dekat pasien Jojo.

"Zhara?!"

Jhesen dan Aufa sontak melotot kaget. Mereka tidak percaya bahwa Zhara benar-benar pergi untuk menghampiri sang calon suami di ruangan sebelah. Awalnya mereka kira, Zhara hanya mencoba untuk mempermainkan mereka. Maka dari itu,
tidak ada yang percaya. Namun kembali lagi, bukan itu masalah utamanya. Masalahnya adalah ... Agam melihat Zhara bersama dengan calon suaminya itu.

Agam mengernyitkan dahinya kebingungan ketika melihat Zhara berdiri tepat di belakang Zhorif. Ia menjauhkan tangannya yang belum selesai diperban oleh Jojo hanya karena ingin berdiri dan membawa Zhara mendekat ke arahnya.

"Lo kenal Zhara, Bang?" tanya Agam sembari menatap Zhorif keheranan.

Hal itu sontak membuat Zhara, Aufa, dan Jhesen kompak tersentak kaget. Ini kedua kalinya bagi Aufa dan Jhesen sebab sebelumnya mereka telah terkejut ketika mengetahui fakta bahwa Jojo, dokter yang menangani tangan terkilir Agam adalah kakak sepupunya sendiri.

"B-bang?" Bibir Zhara terbata ketika mengucapkannya.

Agam menganggukkan kepalanya. "Iya, ini abang-abang sepupu gue: Bang Zhorif dan Bang Jojo," jelasnya yang berhasil membuat kaki Zhara melemas dan hampir jatuh ke lantai jika Agam tidak buru-buru mendekat dan menahannya.

"Kalian sepupuan?" cicit Zhara lemah, masih tidak percaya.

Zhorif memijat pelipisnya setelah ikut syok beberapa saat. Ia menarik tubuh Zhara yang masih tampak nyaman menempel dengan Agam. Ia bukannya cemburu, tapi hanya merasa tak nyaman saja melihatnya, mungkin efek statusnya yang kian telah menjadi tunangan gadis itu. "Kamu bilang, kamu datang bersama wali murid. Apa mereka yang kamu maksud dengan wali murid?" tanya Zhorif sembari menunjuk Aufa dan Jhesen secara bergantian.

Zhara melempar tatap ke arah Aufa dan Jhesen, meminta sejoli itu untuk mengulurkan tangan mereka dan menolongnya. Namun, yang didapatinya hanyalah sebuah gelengan kecil yang berarti sebuah penolakan.

"Sorry, Bang, tapi lo belum jawab pertanyaan gue. Lo kenal Zhara darimana?" Agam mengeluarkan sikap keras kepalanya karena tertekan dengan situasi yang sama sekali tidak dimengerti olehnya.

Zhorif melirik Zhara, seolah meminta persetujuan gadis itu untuk mengatakan yang sebenarnya pada Agam. Zhara memang tidak menolak, tapi tatapannya seakan memohon-mohon agar Zhorif bersedia tutup mulut. Hal itu sontak membuat Zhorif mulai berpikiran yang aneh-aneh, seperti apakah Agam adalah pacarnya di sekolah, maka dari itu ia sangat takut ketahuan telah berselingkuh? Atau, Zhara sebenarnya malu dengan teman-temannya karena akan segera menikah dengan seorang pria yang lebih tua sebelas tahun darinya?

"Aw!"

Zhara tiba-tiba meringis kesakitan sembari memeluk perutnya. Tubuhnya meluruh hingga berjongkok di lantai, membuat orang-orang di sana sontak ramai mengkhawatirkannya.

"Kamu kenapa?" tanya Zhorif yang telah lebih dulu berjongkok tepat di hadapan Zhara, membuat Agam merasa sedikit kepanasan, tapi tetap saja tidak memiliki hak untuk berbuat apa-apa. Zhara menggeleng kuat sembari merintih kesakitan. Tingkahnya itu berhasil membuat Zhorif semakin khawatir. "Maaf, saya minta izin untuk menyentuh kamu," bisiknya sebelum mengangkat tubuh Zhara dan membawanya pergi ke ruangannya yang tadi untuk diperiksa.

Agam yang melihat itu pun memutuskan untuk ikut, tapi langkahnya segera ditahan oleh Aufa dan Jhesen yang sudah lebih dulu menutup pintu, menyuruh pria itu untuk menyelesaikan pengobatannya lebih dulu.

Ketika keduanya sampai di ruangan Zhorif, tubuh Zhara dibaringkan di atas brankar. "Yang mana yang sakit?" tanya Zhorif dengan nada yang terdengar panik karena Zhara tidak kunjung juga berhenti meringis kesakitan.

Zhara meraih tangan Zhorif, kemudian menempelkannya tepat di atas dada gadis itu. "Di sini, Mas," Zhorif mengernyit heran, merasakan adanya kejanggalan, "jantung aku berdetak nggak normal sejak ngeliat muka, Mas..."

Zhorif bersiap untuk menjauhkan tangannya. Namun, Zhara malah menahannya dengan lebih kuat hingga membuat pria itu dapat merasakan lekuk tubuh terlarang di bagian atas sana.

"Tangan kamu..." Zhorif gugup. Iabahkan mengalami kesulitan untuk melanjutkan kata-katanya.

Zhara tiba-tiba melempar senyum ke arahnya dan dengan santai berkata, "Mas, besok kita langsung menikah aja, ya?" ajaknya.

"Apa?" Walaupun merasa dihipnotis oleh gadis itu, Zhorif masih memiliki akal sehat untuk tidak langsung menyetujui permintaan Zhara.

Zhara mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya, menikah!" tekannya lagi. "Jhesen bilang, kalau tangan Mas udah pegang dada aku, aku bakalan hamil..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top