My Brother's (7)
Fajri memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Gilang. Sahabat satu ini tentunya akan menerima dengan senang hati.
"Ji, lo tidur di kamar tamu ya," ucap Gilang memberikan sebuah kunci kamar.
"Terima kasih banyak, Lang. Gue nggak tahu lagi harus tinggal di mana untuk sementara ini," balas Fajri sendu.
Gilang menepuk sekilas bahu Fajri. Gilang memberikan senyum termanis miliknya.
"Santai bro, lo kan sahabat gue. Sahabat itu harus saling membantu," ucap Gilang merangkul Fajri.
Fajri tersenyum tipis. Setidaknya masih ada orang yang sayang dan paduli padanya.
Mereka pergi ke kamar tamu, tempat di mana Fajri sementara menginap. Fajri takkan melupakan kebaikan Gilang sampai kapanpun.
"Mending sekarang lo mandi terus ke ruang makan ya. Gue tahu lo belum makan kan."
Fajri ingin menolak, tetapi cacing dalam perutnya mengkhianati dirinya. "Iya, Lang. Gue mandi dulu ya. Awas jangan ngintip!" seru Fajri menutup pintu cepat.
"Anjir! Di kira gue cowok apaan!" kesal Gilang.
"Gue akan melindungi lo, Ji. Gue sudah anggap lo sahabat serta Adik." Gilang berjanji pada dirinya sendiri.
Gilang pun pergi ke dapur untuk menemui Bi Inah. Gilang akan meminta di masakan makanan enak spesial menyambut kedatangan Fajri.
"Bi, masak yang enak, ok," ujar Gilang mengedipkan sebelah mata genit.
"Hahaha... siap, den Gilang. Itu mata awas nanti nggak bisa kedip lagi." Bi Inah menggoda.
"Hehehe... bisa saja Bi Inah," sahut Gilang memeluk Bi Inah.
Selama Gilang ditinggal oleh kedua orang tuanya yang sibuk bekerja. Bi Inah dan Pak Udin sudah dianggap Gilang sebagai orang tua sendiri.
Terkadang Gilang memang merindukan kasih sayang kedua orang tua asli. Gilang takkan marah ataupun kecewa, dia tahu bahwa orang tuanya banting tulang demi membesarkan dirinya.
"Ma... Pa... semoga kalian diberikan kesehatan dan cepat pulang ya. Gilang kangen sama kalian," ucap Gilang lirih.
Kedua mata Gilang sudah berlinang air mata. Gilang menghapus kasar. Dia sudah berjanji takkan menangis, Gilang harus menjadi Pria kuat.
_$_$_
"Bang! Main PS 5 yuk!"
Fiki langsung membuka lebar pintu kamar Shandy tanpa mengetuk pintu. Shandy yang tengah menelepon sang pacar tentunya terkejut.
"Fiki!! Bisa nggak sih ketuk pintu dulu!" omel Shandy.
Fiki hanya menyengir lebar. Fiki berlari, lalu melompat di atas kasur Shandy. Dan lagi-lagi Shandy terkejut.
Shandy terpental hingga terjatuh mencium lantai kamar. Ponsel miliknya selamat masih di atas kasur.
"Fiki!! Bener-bener ya lo!" Shandy sudah naik pitam.
"Halo, Kak Nindy. Telepon ya besok lagi saja ya, ok."
Tutt!
Panggilan telepon dengan Nindy diputus oleh Fiki. Fiki menyerahkan ponsel milik Abangnya dengan senyum polos.
"Nih bocil! Memang ngadi-ngadi ya!" seru Shandy.
Shandy ikut melompat ke atas kasur. Kedua tangan sudah mengelitiki seluruh tubuh Fiki.
"Bang Shan, ampun hahaha..."
Fiki memberontak, tetapi tenaganya kalah besar. Walau tubuh Fiki kaya titan dan Shandy kurus. Perbandingan itu takkan membuahkan hasil yang bagus kepada Fiki.
"Rasain lo! Punya Adik kok nggak ada akhlak sama sekali." Shandy terus mengelitiki hingga Fiki menangis.
"Huaah... Emak, Abang Shandy jahat sama Fiki," isak tangis pecah.
Shandy tak menghiraukan itu. Dia malah membekap mulut Fiki menggunakan kaos kaki miliknya.
"Hahaha... makan tuh," tawa Shandy kencang.
Fiki semakin menangis. Inilah kisah Adik Abang di dalam rumah kediaman Martino penuh kejahilan, canda tawa dan suara tangisan sang Bungsu.
_$_$_
"Bang, ayo makan malam."
Fenly mengetuk pelan pintu kamar Ricky yang berada di bawah. Tak lama pintu kamar terbuka.
Handuk kencil masih tergantung di leher. Ricky baru selesai mandi.
"Iya, Fen. Kamu memang Adik Abang yang paling hebat." Ricky memuji. Dia juga mengelus pelan rambut Fenly.
Fenly sangat menyukai jika Ricky mengelus kepalanya. Hal itu membuat dirinya mengingatkan kepada mendiang sang Ayah.
"Hehehe... Fenly gitu," balas Fenly tersenyum lebar.
Ricky ikut tersenyum. Ricky merangkul pundak Fenly berjalan menuju meja makan.
Makanan kesukaan Ricky yaitu Ayam Balado dan Udang saus tiram. Fenly memang sangat mengenali dirinya daripada si Fajri.
"Fen, kamu panggil Aji sana," ucap Ricky mengambil centong nasi.
"Lah gimana sih Bang Iky! Kan Aji lagi kabur dari rumah." sahut Fenly heran.
"Oh iya, Abang lupa. Yaudah biarin saja tuh bocah, nanti kalau capek juga pulang sendiri." Ricky sudah mengisi piring dengan sepotong Ayam dan lauk lainnya.
Fenly sedikit merasakan sakit di hati. Walaupun ada Fajri di rumah, dia masih memasak untuknya. Fenly segera melupakan pikiran bahwa Fajri kenapa-kenapa di luar sana.
"Biarin lah. Gue juga berhak bahagia sama Bang Iky." batin Fenly.
___BERSAMBUNG___
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top