My Brother's (18)
Ricky tiba di depan pintu rumah. Bi Inah membukakan pintu untuk sang Tuan rumah. Ricky berjalan melewati Bi Inah tak lupa memberikan salam dan hormat kepada yang lebih tua.
"Assalamualaikum,"
"Wa'alaikum salam, Den Iky," balas Bi Inah menunduk kecil.
"Iya, Bi. Saya bawa tamu spesial nih." Ricky tersenyum lebar.
Bi Inah bingung. Terdengar suara roda berjalan mendekati mereka. Seorang Pemuda berparas tampan tengah menarik koper berukuran besar.
"Assalamualaikum, Bi Inah," salam Pemuda itu.
Bi Inah terkejut. Dia tak menyangka sosok Pemuda di depannya telah kembali pulang.
"Wa'alaikum salam. Alhamdulillah Den Aji pulang ke rumah lagi," jawab Bi Inah terisak pelan.
Fajri, Pemuda itu tersenyum tipis. Ya! Fajri telah memutuskan untuk pulang ke rumah dengan suatu alasan.
"Ayo silahkan masuk, Den Iky, Den Aji. Bibi akan menyiapkan makanan kesukaan buat Den Aji sebagai perayaan kepulangan." Bi Inah begitu semangat.
"Terima kasih, Bi Inah," ucap Fajri tak menghilangkan senyuman tipis.
"Bi Inah memang yang terbaik," ujar Ricky memeluk sosok Wanita tua yang sudah menginjak angka lima.
Rasa rindu dengan sosok Fajri yang sudah dianggap anaknya sendiri. Begitu pula dengan Ricky dan Fenly. Bi Inah sudah bekerja selama puluhan tahun di rumah kediaman Zakno, mungkin saat Ricky masih berumur kurang lebih setahun.
Ricky serta Fajri menuju ke ruang tengah. Tatapan Fajri meneliti setiap sudut ruangan serta rumah. Hampir dua minggu lamanya Fajri telah meninggalkan rumah setelah insiden itu.
"Ji, Abang mau mandi dulu. Sebaiknya kamu pergi ke kamar," ucap Ricky.
"I-iya, Bang Iky," balas Fajri pelan.
Ricky tersenyum tipis. Dia mengelus pucuk kepala Fajri pelan.
Setelah itu, Ricky mulai melangkahkan kaki ke kamar di lantai 1. Fajri menatapi punggung lebar sang Abang penuh kesedihan.
"Bang... Aji kembali ke rumah karena Aji nggak mau sampai kejadian tadi terulang kembali. Aji masih belum siap kehilangan Bang Iky dan Bang Ovel."
Kedua netra Fajri berkaca-kaca. Menghela napas pelan, Fajri menarik koper menuju kamarnya.
Langkah demi langkah kaki menaiki anak tangga begitu pelan. Bayang-bayang masa lalu seakan menelisik pikiran Fajri.
Sampailah Aji di depan pintu kamar. Papan kayu bertuliskan 'Kamar Aji' dengan gambar bola basket. Fajri menyentuh papan kayu penuh rindu.
Gagang pintu di turunkan hingga suara pintu kamar terbuka. Aroma khas Fajri masih tercium jelas.
"Aku kembali," ucap Fajri masuk ke dalam kamar sambil membawa koper besar miliknya.
_$_$_
Kejadian di sekolah...
Fajri masih terduduk lemas di lantai. Linangan air mata kesedihan terus berjatuh. Dia memegang kedua tangan Ricky.
"Bang Iky, maafin Aji. Aji nggak mau Abang berkata seperti itu lagi. Hati Aji sakit saat mendengar kata-kata itu."
Ricky tetap dalam posisi berdiri tegak. Dia hanya menatapi sosok Fajri yang begitu menyedihkan.
Hati Ricky terenyuh, tetapi langsung Ricky tepis cepat. Rasa kecewa, benci serta amarah sudah menyelimuti hati serta pikiran.
"Ji, lepasin tangan Abang. Abang mau pergi jauh-jauh dari kamu."
"Nggak Bang. Aji mohon... Aji...
akan pulang ke rumah. Aji bakal menuruti semua perkataan Abang. Aji janji nggak akan membuat Bang Iky kecewa lagi.
Jadi... Aji mohon tetap anggap Aji sebagai Adik Bang Iky."
Fajri terus memohon. Hati Ricky perlahan luluh. Dia pun memposisikan diri seperti Fajri.
"Oke, Abang masih anggap kamu sebagai Adik Abang. Dan Abang akan menagih semua janji Aji tadi.
Paham?!"
Fajri menatap muka garang Ricky yang perlahan melunak. Fajri menganggukan kepala kecil dan dia langsung memeluk tubuh sang Abang erat.
"Bang Iky... Aji senang. Aji bahagia." Fajri mengungkapkan perasaan ya sekarang.
"Iya, Ji. Abang juga senang dan bahagia. Kita dapat berkumpul kembali seperti semula."
Ricky mengelus punggung Fajri penuh kasih sayang. Sejujurnya Ricky juga kangen dan sedih melihat sosok Fajri seperti ini.
"Ayo, Ji. Kita pulang," ajak Ricky membantu Fajri berdiri.
Fajri melepaskan pelukan. Dia tersenyum lebar. Sosok Ricky di depannya sama seperti dulu dan Fajri sangat merindukannya.
"Iya, Bang. Tapi Aji mau ambil semua pakaian di rumah Gilang."
"Abang antar. Ayo!" seru Ricky merangkul bahu Fajri.
Kedua Adik Abang ini akhirnya meninggalkan lorong sekolah. Lembaran baru akan segera di mulai.
Di belakang mereka, sosok Pemuda menatap tajam pemandangan di depannya. Salah satu tangan memukul keras dinding. Dia tak menghiraukan rasa sakit di tangan.
Rasa sakit hati, benci, amarah dan kecewa lebih besar. Pemuda itu menghembuskan napas kasar.
"Aji... gue nggak akan tinggal diam. Lihat saja nanti tanggal mainnya dan lo bakal lebih menderita daripada sekarang!" serunya.
___BERSAMBUNG___
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top