#21

Jung Ho mematikan kompor setelah menyelesaikan omelet buatannya. Pria itu memindahkan hasil masakannya ke atas piring keramik, lantas menyajikannya di meja makan. Aroma harum telur langsung menyeruak ke sekitar ruangan. Membuat naluri Jung Ho berontak ingin segera melahapnya. Tapi, ia ingin sarapan bersama Jung Ah pagi ini. Jadi, Jung Ho harus menunggu gadis itu keluar dari kamarnya.

Jung Ho melepas celemek dari tubuhnya dan tiba-tiba saja pikirannya berubah. Omelet buatannya akan berubah dingin dan kurang nikmat saat disantap seandainya tidak segera dimakan. Pria itu memutuskan untuk memanggil Jung Ah dan mengurungkan niatnya duduk di kursi.

"Jung Ah. Apa kau sudah bangun?" Sembari mengetuk pintu kamar Jung Ah, pria itu memanggil nama adiknya.

Jam telah menunjuk angka tujuh pagi. Seharusnya Jung Ah telah bangun karena gadis itu sudah terlatih untuk bangun pagi selama tinggal bersama pemilik kedai daging panggang. Namun, setelah menunggu beberapa saat, Jung Ho tak mendapati balasan dari dalam kamar Jung Ah yang masih tertutup rapat.

"Jung Ah. Apa kau masih tidur?" Jung Ho kembali mengetuk pintu kamar adiknya.

Dan lagi-lagi tak ada jawaban.

Apa Jung Ah benar-benar masih tidur? batin Jung Ho seraya menurunkan tangannya dari daun pintu. Pria itu mengambil langkah lain. Ia memutuskan untuk membuka pintu kamar Jung Ah.

Jung Ho memutar kenop pintu dengan gerakan perlahan.

"Jung Ah?" Ia membuka pintu kamar Jung Ah lebar-lebar dan menyapukan pandangan ke seisi ruangan.

Kamar Jung Ah kosong. Kamar tidurnya tampak rapi dan telah tertata dengan baik. Apa mungkin Jung Ah sedang mandi seperti waktu itu?

"Jung Ah? Apa kau sedang mandi?" Jung Ho berjalan masuk dan berusaha terus mencari keberadaan Jung Ah.

Dari arah kamar mandi tidak terdengar suara apapun. Menumbuhkan kecurigaan dalam hati Jung Ho, meskipun ia berpikiran itu mustahil.

"Jung Ah." Jung Ho mendekati pintu kamar mandi, lantas mengetuk beberapa kali dan memanggil nama gadis itu. Tapi, upaya Jung Ho masih sama, tanpa hasil.

Kekhawatiran seketika menyerang dada Jung Ho. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Jung Ah?

Tak ingin mengambil risiko, Jung Ho bergegas membuka pintu kamar mandi. Ia tak memikirkan hal lain selain Jung Ah. Pikirannya hanya tertuju pada keselamatan Jung Ah.

Dan ternyata kamar mandi kosong. Tak seperti dugaan Jung Ho, kamar mandi dalam kondisi bersih. Jung Ah tak ada di sana.

Usai mengetahui kamar mandi kosong, Jung Ho buru-buru mencari keberadaan Jung Ah di segenap penjuru apartemen. Hunian itu tidak terlalu luas, sehingga akan mudah untuk mencari keberadaan Jung Ah di sana.

Nihil. Jung Ho tidak menemukan Jung Ah di sudut manapun di dalam apartemen itu.

Mungkinkah Jung Ah pergi keluar? Mencari udara segar atau sekadar menggerakkan badan setelah semalaman terbaring di atas tempat tidur.

Jung Ho bergegas mengambil telepon seluler miliknya dan berusaha untuk menghubungi nomor kontak Jung Ah. Akan tetapi, saat ia sedang menunggu panggilannya masuk, justru telinga Jung Ho menangkap suara dering telepon seluler di dalam kamar Jung Ah. 

Jung Ah tidak membawa ponselnya. Benda itu justru tergeletak di atas meja rias di dalam kamar Jung Ah, seolah sengaja ditinggalkan di sana oleh pemiliknya. Membuat Jung Ho mengakhiri usahanya, lantas beralih masuk ke dalam kamar gadis itu.

Namun, begitu tiba di dalam kamar itu, mendadak terlintas sebuah kecurigaan di benak Jung Ho. Bagaimana jika Jung Ah memutuskan untuk pergi setelah percakapan mereka semalam?

Jung Ho beralih ke depan lemari pakaian milik Jung Ah. Pria itu membukanya dan menemukan isi lemari Jung Ah masih penuh dengan barang-barang. Pakaian, tas, sepatu, dan benda-benda lain masih utuh di sana. Gadis itu pergi tanpa membawa satupun barang yang dibelikan Jung Ho untuknya. Tapi, apakah gadis itu benar-benar pergi?

Dengan pikiran kacau, Jung Ho bergegas keluar dari apartemen. Ia harus segera menemukan Jung Ah secepatnya sebelum gadis itu pergi jauh. Terlebih lagi Jung Ah tak membawa ponsel atau barang-barang lain. Jung Ho tidak ingin berpisah lagi dari Jung Ah seperti saat itu. Meskipun Jung Ah memaksa untuk pergi, Jung Ho tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi.

"Jung Ah!"

Seperti orang kebingungan, Jung Ho berjalan dengan mengedarkan pandangan ke sekeliling seraya meneriakkan nama Jung Ah. Suaranya lumayan keras sehingga mengundang perhatian dari beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengannya. Mereka menatap Jung Ho dan menampilkan ekspresi yang beragam. Namun, pria itu tidak peduli. Ia terus memanggil nama Jung Ah.

Langkah kaki Jung Ho terhenti di saat sebuah mobil sedan hitam mengilat yang masih tampak baru mendadak berhenti di dekat trotoar tempatnya berpijak. Bukan tanpa alasan pria itu menghentikan gerakan tungkai kakinya. Jung Ho tahu betul siapa pemilik mobil itu. Tidak berselang lama, sebuah mobil lain berhenti di belakang sedan hitam mengilat itu. Empat orang pria bertubuh kekar dan bersetelan jas hitam langsung keluar dari dalam mobil.

Seorang pria berusia sekitar 60 tahun dengan kepala yang hampir dipenuhi uban, keluar dari dalam mobil sedan hitam itu setelah salah seorang pria bersetelan jas hitam membukakan pintu untuknya.

Pria itu mengenakan setelan jas abu-abu tua lengkap dengan dasi kupu-kupu, dan sebuah tongkat serupa gagang payung tampak dalam genggamannya. Tubuhnya lumayan berisi, tapi tidak bisa dikategorikan gemuk. Tatapan matanya tajam dan mematikan.

"Tuan Jang?" Tanpa sadar Jung Ho menggumam dengan bibir gemetar. Sepasang matanya menatap lurus tak berkedip ke arah pria yang baru saja keluar dari dalam sedan hitam itu.

"Syukurlah kau masih mengingatku, Anak Muda." Pria 60 tahun yang dipanggil dengan sebutan Tuan Jang itu menyunggingkan seulas senyum misterius di bibirnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top