#20

"Saat itu aku memutuskan untuk berhenti dari pekerjaanku di pasar ikan," tandas Jung Ho memulai kisah kelamnya 15 tahun yang lalu. Ia dan Jung Ah sama-sama duduk di tepi tempat tidur. Pandangan mereka mengarah ke tempat berlawanan. Enggan saling menatap satu sama lain. "Aku merasa tenagaku dibayar dengan sangat murah dan itu sangat merugikan untukku. Mungkin karena usiaku masih 14 tahun, jadi mereka sengaja ingin memanfaatkan kepolosanku."

Jung Ho mengambil napas sebelum melanjutkan kembali kisahnya.

"Setelah itu aku pergi mencari pekerjaan ke sana kemari. Selama beberapa hari usahaku tidak membuahkan hasil sama sekali. Uangku kian menipis dan aku terpaksa menekan pengeluaran. Tapi, malangnya musibah datang padaku. Saat aku melintasi jalan sepi, dua orang pria yang tidak kukenal merampas semua uangku. Aku berusaha melawan mereka, tapi tubuh mereka jauh lebih besar daripada aku. Dan kau tahu, aku kalah. Tidak hanya sampai di situ, salah satu dari mereka mengeluarkan sebilah pisau dan langsung menusuk perutku sebelum pergi."

Jung Ah tercekat. Gadis itu sampai ternganga mendengar cerita Jung Ho.

"Lalu, bagaimana Kak Jung Ho bisa selamat?"

"Seseorang menemukanku sekarat di tepi jalan dan segera membawaku ke rumah sakit. Kalau saja dia tidak bergegas, aku tidak akan tertolong." Jung Ho melepaskan jas dan membuka kancing kemeja yang membalut tubuhnya. "Aku tidak akan pernah melupakan pertolongan pria itu," ujar Jung Ho seraya menunjukkan bekas luka di perutnya pada Jung Ah.

Jung Ah bergidik ngeri melihat bekas luka di perut Jung Ho.

"Ini tidak seberapa dibandingkan lukamu," ucap Jung Ho kembali menyingkap kemejanya untuk menyembunyikan bekas luka di perutnya. "Tapi, kalau kau bersamaku saat itu, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu. Karena aku sendiri tidak bisa menjaga diri."

Jung Ah bisa memaklumi bagian itu. Namun, bukan berarti Jung Ho bisa melakukan apa saja setelah semua yang menimpanya.

"Pria itu yang membayar seluruh tagihan rumah sakitku. Dia juga menawarkan tempat tinggal dan pekerjaan untukku. Karena dia sudah menolongku, kupikir ia malaikat yang dikirim Tuhan untuk melindungiku."

"Apa dia yang telah membuat Kak Jung Ho menjadi seorang gangster? Apa menjadi gangster adalah bentuk balas budi Kak Jung Ho pada pria itu?" Jung Ah memalingkan wajah pada Jung Ho. Gadis itu mencoba merangkai penuturan dari bibir Jung Ho menjadi sebuah kesimpulan.

Pria itu menarik sedikit ujung bibirnya ke atas. Terkesan menertawakan dugaan Jung Ah.

"Aku bukan gangster, Jung Ah."

"Kalau Kak Jung Ho bukan gangster, lantas apa yang Kak Jung Ho lakukan di tempat itu?" desak Jung Ah berusaha menyudutkan Jung Ho.

"Aku memang ada urusan di sana."

"Kak Jung Ho sedang berbohong, kan?"

Kepala Jung Ho menggeleng. Sikapnya tenang dan sama sekali tidak mencerminkan gestur seorang penipu.

"Kenapa aku mesti berbohong padamu?"

Jung Ah menggigit bibir bawahnya. Apa yang ia lihat dan informasi yang disampaikan Kim Tae Joon tampak saling berkaitan. Tapi, baru saja telinganya mendengar bahwa Jung Ho menyangkal tuduhan itu. Lantas, siapa yang mesti ia percayai?

"Jika Kak Jung Ho tidak berbohong, kenapa Kak Jung Ho bersikap biasa-biasa saja setelah mengetahui bekas luka bakar di punggungku? Padahal Kak Jung Ho sangat marah saat mengetahuinya pertama kali."

"Bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau kau sudah melupakan peristiwa itu? Apa aku harus mengungkitnya lagi? Tidak, kan?"

"Lalu kebakaran itu? Kak Jung Ho yang melakukannya, bukan?"

"Kenapa aku harus melakukan itu?"

"Untuk balas dendam atas apa yang mereka lakukan padaku. Kak Jung Ho punya motif yang kuat untuk melakukan itu."

"Apa kau pikir aku mampu melakukan semua itu?"

"Kenapa tidak?" Jung Ah terus mendebat kakaknya. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Kak Jung Ho memberikan sejumlah uang pada pria itu. Kak Jung Ho bisa melakukan apa saja. Aku tahu itu."

Jung Ho mengulum senyum.

"Apa yang kau lihat tidak seperti yang kau pikirkan, Jung Ah."

"Kalau dugaanku salah, lantas apa yang benar?"

"Bukankah tadi aku sudah mengatakan kalau aku bukan gangster? Kim Tae Joon berbohong padamu."

Jung Ah mengembuskan napas kesal. Setahunya Jung Ho bukan pembohong. Ia pria pemberani yang selalu siap melindungi Jung Ah kapan saja. Tapi, setelah beranjak dewasa, ia merasa tak mengenali lagi pria itu.

"Aku lapar. Apa kau tidak lapar?"

Jung Ah menggeleng.

"Aku tidak lapar."

"Begitukah?" Jung Ho menarik napas panjang, lalu bangun dari tepi ranjang. "Kalau begitu aku keluar dulu. Istirahatlah," ucap Jung Ho. Tangan kanannya sempat membelai kepala Jung Ah sebelum pria itu beranjak keluar dari ruangan.

Jung Ho tak ingin memaksa Jung Ah untuk makan malam bersamanya. Toh, ia tidak akan meninggal hanya karena melewatkan makan malam. Pria itu hanya menganggap Jung Ah sedang kacau. Jung Ah akan baik-baik saja esok hari. Gadis itu pasti tahu mesti memercayai siapa.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top