#09

Tingkah pria asing itu spontan membuat mata Jung Ah terbelalak. Bagaimana mungkin pria itu bisa menempatkan tubuhnya di atas kursi milik Jung Ho tanpa berkata apapun? Posisi tempat duduk itu persis di depan Jung Ah dan tidak lama lagi Jung Ho pasti kembali. Bagaimana reaksi Jung Ho saat tahu ada pria asing yang bertingkah lancang dengan menduduki kursi miliknya?

"Apa kau adik Jung Ho?"

Jung Ah terkesiap. Pria itu tidak tampak sebagai teman dekat kakak Jung Ah. Dilihat dari pakaian yang ia kenakan, ia justru lebih tampak sebagai berandalan. Tidak mungkin Jung Ho berteman dengan sembarang orang, kan?

"Kau siapa?" Jung Ah memendam kecemasan dalam benaknya, tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkannya di hadapan pria asing itu

Pria itu menyeringai. Sorot matanya terkesan menjijikkan dan entahlah. Jung Ah tak ingin berpikir hal negatif terhadap pria itu.

"Aku teman Jung Ho. Namaku Kim Tae Joon. Memangnya dia tidak pernah bercerita tentangku?"

Jung Ah belum sempat melontarkan satu kata pun ketika tiba-tiba Jung Ho muncul dan menghardik pria yang mengaku sebagai Kim Tae Joon.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Jung Ho terlihat marah melihat pria yang memperkenalkan diri sebagai Kim Tae Joon itu.

"Hai, Jung Ho. Aku hanya berbicara dengan adikmu." Kim Tae Joon mengangkat tangan kanannya dan bangkit dari kursi. Pria itu menampilkan gestur santai ketika menjawab pertanyaan Jung Ho. Ia lebih mirip seperti orang mabuk. "Ternyata adikmu sangat cantik, Jung Ho." Kim Tae Joon mengulurkan tangannya, lantas meremas bahu Jung Ho. Padahal Jung Ah tidak pernah menyebutkan jika dirinya adik Jung Ho.

"Pergilah dari sini. Aku tidak ingin mencari masalah dengan siapapun," desis Jung Ho berusaha tak menarik perhatian pengunjung restoran, apa lagi Jung Ah. Gadis itu tidak boleh merasa tidak nyaman atau cemas.

"Baiklah, baiklah. Aku akan pergi. Jaga adikmu baik-baik. Jangan sampai kalian terpisah lagi," pesan Kim Tae Joon sebelum ia berlalu dari hadapan Jung Ho.

Sekilas Jung Ho bisa mencium aroma alkohol ketika Kim Tae Joon berjalan melintas di depannya. Pria itu memang benar-benar mabuk.

"Apa dia teman Kak Jung Ho?" Jung Ah masih penasaran dengan pria asing itu. Ia bahkan sempat menoleh ke arah pintu keluar restoran hanya untuk melihat punggung Kim Tae Joon sebelum pria itu menghilang.

"Hanya sebatas kenal. Bukan teman akrab," jelas Jung Ho. "Lanjutkan makanmu. Setelah ini apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?" Jung Ho bergegas menutup topik tentang Kim Tae Joon dan menggantinya dengan yang lain.

"Aku ingin pulang dan beristirahat."

"Baiklah. Kalau begitu habiskan makananmu, setelah itu kita pulang."

**

Apa mungkin kakaknya berteman dengan pria semacam itu? Kim Tae Joon mirip seperti berandalan yang tak punya kerjaan. Pria itu sama sekali tidak pantas berteman dengan Jung Ho. Bukan apa-apa, tapi Jung Ho tampak sebagai pria kelas atas yang ramah dan sopan. Ia selalu berpenampilan rapi dan Kim Tae Joon sebaliknya. Tapi, jika Jung Ho hanya sebatas kenal dengan Kim Tae Joon, kenapa pria itu bisa tahu kalau Jung Ah adalah adik Jung Ho? Apa mungkin sebelum ini Jung Ho pernah bercerita pada Kim Tae Joon tentang misinya mencari Jung Ah?

"Kapan kita akan mengunjungi Ayah dan Ibu?"

Jung Ho menoleh ke arah Jung Ah yang sedari tadi sibuk dengan lamunannya, mencoba mengisi suasana kosong di dalam kabin mobil yang mereka tumpangi menuju ke arah gedung apartemen. Jalanan masih tampak padat meski jam telah menunjuk angka sepuluh malam.

"Kapan Kak Jung Ho punya waktu?" Jung Ah siap kapan saja. Semenjak tinggal di apartemen milik Jung Ho, ia punya banyak waktu luang karena tak ada yang bisa dikerjakan di sana. Justru Jung Ho lah yang mesti dipertanyakan kesiapannya. Pasalnya Jung Ho merupakan orang yang sibuk.

"Uhm... " Jung Ho menggigit bibir atasnya dan bergumam pelan. "Bagaimana kalau besok?" usulnya usai menimbang beberapa hal.

"Itu ide bagus," sambut Jung Ah dengan sukacita. "Mereka pasti senang melihat kita datang bersama setelah 15 tahun berlalu."

"Kalau begitu kita berangkat pagi saja. Karena aku ada urusan besok."

"Kalau Kak Jung Ho sibuk, kita bisa menundanya. Ayah dan Ibu pasti bisa mengerti." Timbul kekhawatiran di dalam nada suara Jung Ah. Ia melihat begitu banyak pengorbanan Jung Ho untuk dirinya. Pergi mengunjungi makam kedua orang tuanya memang penting, akan tetapi masih bisa ditunda seandainya Jung Ho memiliki urusan yang jauh lebih mendesak. Dan Jung Ah tak ingin memaksa.

"Tidak apa. Aku bisa mengurusnya siang hari. Bukan masalah yang penting. Kau tenang saja," ujar Jung Ho berusaha menenangkan perasaan tidak nyaman yang dirasakan adiknya.

Jung Ah mengulum senyum.

"Kita berangkat jam sembilan saja. Bagaimana?" usul Jung Ah.

"Ya, aku setuju." Jung Ho bisa mengurus pekerjaannya usai makan siang.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top