#04

"Apa kau tidur nyenyak semalam?" Jung Ho melengkungkan senyum terbaiknya saat ekor mata pria itu menangkap bayangan tubuh Jung Ah. Gadis itu berjalan dengan setengah terkantuk ke arah kulkas, tapi langkahnya mesti tersendat karena keberadaan Jung Ho di dapur.

"Uhm." Jung Ah mengangguk, sehingga ujung-ujung anak rambutnya yang terjuntai ikut bergoyang. "Aku tidur nyenyak semalam," ucap Jung Ah memperjelas maksud anggukannya.

"Duduklah. Kita sarapan bersama." Kepala Jung Ho melempar isyarat pada adiknya agar bergegas menempati salah satu dari empat kursi kosong yang tersedia di ruang makan. Satu tangannya memegang piring sedang tangan yang lain menggenggam spatula. Sementara kompor yang berada di belakang punggungnya tampak masih menyala.

Jung Ah menuruti perintah kakaknya tanpa berkata apapun.

Pagi ini semuanya terasa berbeda bagi Jung Ah. Ketika ia membuka mata pertama kali, Jung Ah sempat berpikir ini hanyalah mimpi. Ia terbangun di atas tempat tidur yang berukuran sangat besar, kepalanya beralas bantal yang empuk, berselimut kain yang lembut dan hangat. Ruangan yang ia tempati juga cukup luas dan bersih. Perabotan di sekitarnya juga terkesan asing dan seolah belum pernah ia lihat. Padahal pagi sebelumnya Jung Ah terbangun di sebuah ruangan sempit dan sedikit pengap. Ia juga terbaring di atas lantai dengan selembar alas tidur yang sudah usang. Namun, begitu ia teringat akan peristiwa semalam, barulah Jung Ah tersadar. Ini bukan mimpi, melainkan kenyataan yang selama ini hanya menjadi angan-angan Jung Ah dan sekarang benar-benar terwujud.

"Apa Kak Jung Ho sudah menyuruh orang untuk memberitahu pemilik kedai?"

Setelah duduk dengan nyaman dan Jung Ho telah selesai dengan acara memasaknya, Jung Ah membuka obrolan dengan hati-hati.

"Sudah. Mungkin dia sedang pergi ke sana sekarang," balas Jung Ho tanpa mengalihkan perhatian pada adiknya. Ia meletakkan omelet hasil buatannya di atas piring saji, lantas membawanya ke hadapan Jung Ah.

Mendengarnya membuat Jung Ah langsung menarik napas lega. Ia telah meninggalkan pekerjaannya semalam tanpa sepatah katapun pada pemilik kedai. Pasangan suami istri pemilik kedai itu pasti kebingungan mencari dirinya.

"Makanlah. Aku biasa sarapan dengan omelet karena ini yang paling cepat dimasak dan praktis. Tapi, aku jamin rasanya sangat lezat," papar Jung Ho yang telah bersiap untuk menikmati hasil masakannya. "Lain kali kau mau sarapan apa? Biar aku yang masak untukmu."

Jung Ah menahan senyum geli.

"Ini enak," puji Jung Ah dengan mengangkat satu jempol tangannya. Sementara gigi-giginya sibuk mengunyah.

"Benarkah?" Sepasang mata Jung Ho melebar tak percaya. Tadinya ia merasa sedikit khawatir Jung Ah kurang cocok dengan hasil masakannya. Tinggal selama bertahun-tahun di sebuah kedai daging panggang mungkin saja membuat lidah Jung Ah sensitif pada makanan yang kurang enak.

"Ya. Aku bahkan bisa memakan ini setiap hari," seloroh gadis itu disambut tawa renyah Jung Ho. Pria itu terbahak karena terlalu senang mendengar ucapan adiknya.

Momen seperti ini akhirnya datang juga dalam kehidupan Jung Ho. Pria itu tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya bisa bertemu dan berkumpul lagi dengan Jung Ah setelah 15 tahun terpisah.

"Aku berencana akan mengajakmu pergi hari ini," beritahu Jung Ho di sela-sela sarapan.

"Pergi? Ke mana?"

"Jalan-jalan. Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?"

Jung Ah memutar bola matanya. Selama ini ia terlalu sibuk bekerja dan tidak pernah terbersit dalam benaknya tentang jalan-jalan. Ia sama sekali tidak pernah bermimpi untuk pergi mengunjungi tempat- tempat asing. Rutinitas Jung Ah hanya berkutat di rumah dan kedai. Seandainya Jung Ho tidak menjemputnya semalam, mungkin Jung Ah akan menghabiskan sisa hidupnya menjadi pelayan kedai.

"Entahlah." Jung Ah tidak memiliki daftar itu.

"Bagaimana kalau kita pergi ke pusat perbelanjaan?"

Seumur hidup Jung Ah belum pernah pergi ke pusat perbelanjaan. Tempat berbelanja yang paling sering ia datangi adalah pasar. Jung Ah membeli seluruh kebutuhan kedai di sana dan tempat itu lumayan lengkap menurutnya.

"Pusat perbelanjaan?"

"Ya. Mungkin kau butuh sesuatu?"

Jung Ah melengkungkan senyum tawar. Memangnya apa yang perlu ia beli lagi? Lemari pakaiannya penuh dengan barang-barang. Jung Ah bahkan belum sempat menyentuh mereka.

"Tapi aku sudah punya banyak barang..."

"Ah, iya. Kau belum punya ponsel, kan? Bagaimana kalau kita membeli ponsel? Jika kau punya ponsel, aku bisa menghubungimu kapan saja. Aku tidak perlu lagi merasa khawatir tentangmu."

Jung Ho benar. Jung Ah juga tidak ingin kehilangan kakaknya untuk yang kedua kali. Dengan memiliki ponsel ia bisa menjalin komunikasi secara intens dengan kakaknya.

"Baiklah." Jung Ah mengangguk setuju.

"Kalau begitu habiskan sarapanmu dan setelah itu kita bersiap-siap."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top