#06

"Aku akan memotong gajimu bulan ini, Jung Ah."

Kepala Jung Ah setengah tertunduk ketika mendengar putusan dari Nyonya pemilik kedai. Keputusan itu diambil sebagai imbas atas kecerobohan Jung Ah tadi. Meski itu tidak disengaja, Nyonya pemilik kedai tidak memberi toleransi.

"Baik, Nyonya," jawab Jung Ah pasrah. Pemotongan gaji dirasa jauh lebih baik ketimbang sebuah pemecatan. Jung Ah tidak yakin akan bisa mendapatkan pekerjaan secepatnya seandainya ia dipecat dari kedai itu.

"Lain kali kau harus berhati-hati, Jung Ah. Aku hanya memberimu kesempatan sekali ini saja. Jika kau melakukan satu kesalahan lagi, aku tidak akan segan-segan untuk memecatmu. Mengerti?"

"Ya, Nyonya. Terimakasih," ucap Jung Ah seraya menganggukkan kepalanya berkali-kali sebagai ungkapan rasa terima kasihnya pada Nyonya pemilik kedai yang bersedia memberinya satu kesempatan lagi.

"Sekarang pulanglah. Sudah malam."

Jung Ah berpamitan pada pemilik kedai sebelum angkat kaki dari tempat itu. Jam telah menunjuk angka 12 malam. Kedai telah tutup. Jung Ah juga telah membersihkan setiap sudut kedai dan mencuci semua peralatan makan.

Untungnya tidak butuh waktu lama untuk mencapai tempat tinggal Jung Ah yang baru. Kamar yang disewa Jung Ah berada tidak jauh dari kedai. Harganya juga murah. Jung Ah bisa menekan banyak biaya hidup dengan tinggal di sana.

Sebenarnya masih ada apartemen milik Jung Ho yang bisa ditempati Jung Ah, tapi gadis itu enggan untuk tinggal di sana. Tempat itu pasti akan mengingatkannya pada Jung Ho.

Jung Ah langsung merebahkan tubuh begitu ia sampai di kamar sewanya yang sederhana dan agak sempit. Ruangan itu membawa ingatan Jung Ah kembali ke saat-saat ia tinggal di kedai daging panggang. Rutinitas yang hampir sama setiap hari dan tempat tidur yang mirip. Seolah kehidupan baru saja melambungkannya naik, lantas menghempaskan dirinya kembali ke jurang penderitaan. Tapi, apa yang dialami Jung Ah sekarang sedikit lebih baik ketimbang sebelumnya. Sekarang ia memiliki kebebasan yang sebelumnya tak pernah ia rasakan.

Jika mengingat kembali masa-masa itu, ingatan Jung Ah jatuh pada Nyonya Kim, wanita pemilik kedai daging panggang yang belasan tahun silam pernah memperlakukannya dengan buruk. Benar, luka itu memang meninggalkan bekas di tubuhnya. Namun, setelah mengetahui Nyonya Kim dan suaminya telah meninggal, seketika itu juga Jung Ah memaafkan mereka.

Jung Ah meraih ponselnya dari dalam saku mantel yang ia kenakan sewaktu pulang ke kamar sewanya. Tidak ada satupun notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya. Jung Ho, kakaknya tidak menghubungi Jung Ah hari ini. Begitu juga dengan hari-hari sebelumnya. Tidak, bahkan sejak hari itu Jung Ho berhenti menghubungi adiknya. Jung Ah hanya bisa menebak jika itu merupakan bagian dari kesepakatan antara Tuan Jang dan kakaknya.

Seandainya saat itu ia tak merengek pada Jung Ho, mungkinkah nasibnya akan berbeda? Jika saat itu ia dan Jung Ho bertahan di panti asuhan, salah satu dari mereka bisa saja diadopsi oleh sebuah keluarga berada. Mungkin saja hidup mereka bisa lebih baik dari sekarang. Tapi, apa gunanya menyesali semua itu? Bukankah dulu yang memohon untuk pergi dari panti asuhan adalah Jung Ah sendiri?

Jung Ah meletakkan ponselnya, lantas bersiap untuk tidur. Gadis itu mulai memejamkan mata dan memanjatkan sebaris doa singkat dalam hati. Sementara itu di luar sana tetes-tetes air hujan mulai berjatuhan dari langit. Menambah dingin suasana malam yang kian merayap ke dini hari. Jung Ah pun terlelap tidak lama kemudian.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top