#03
"Jung Ah."
Jung Ho berusaha membangunkan adiknya dengan menepuk lengannya perlahan. Kasihan Jung Ah jika harus terkaget karena dibangunkan dengan paksa. Gadis kecil itu baru tertidur beberapa waktu lalu.
"Ada apa, Kak?" Jung Ah membuka matanya yang masih diberati rasa kantuk.
"Bangunlah. Ada yang ingin Kakak sampaikan padamu." Jung Ho melirik pada wanita pemilik kedai sebelum melanjutkan ucapannya. "Dengar, mulai hari ini kau akan tinggal bersama Nyonya itu. Dia adalah pemilik kedai ini. Apa kau mengerti?"
Sepasang bola mata Jung Ah terpaku menatap seraut wajah Jung Ho. Ia belum meyakini sepenuhnya apa yang baru saja didengarnya merupakan sebuah kenyataan. Tadi ia bermimpi indah, tapi Jung Ho telah membuyarkan mimpi itu.
Dalam mimpinya Jung Ah memiliki sebuah boneka yang sangat cantik. Rambutnya panjang dan pirang, sepasang pipinya merah merona. Boneka itu juga mempunyai bulu mata yang lentik dan mengenakan sebuah gaun bak Cinderella. Ketika Jung Ah meletakkan kepala boneka itu di lantai, maka ia akan menutup kedua matanya seolah sedang tertidur.
Jung Ah dan kakaknya tinggal di sebuah rumah yang bersih dan besar. Di sana juga ada kedua orangtuanya. Mereka terlihat bahagia. Namun, itu semua hanyalah mimpi.
"Lalu Kak Jung Ho? Apa Kak Jung Ho juga akan tinggal bersamaku?"
Kepala Jung Ho terasa berat untuk menggeleng. Pelarian mereka adalah untuk menghindari perpisahan karena adopsi, tapi kenyataannya justru itu yang akan mereka alami sekarang. Mungkin itu jauh lebih buruk dari adopsi, tapi Jung Ho tak punya nyali untuk kembali ke panti asuhan itu.
"Tidak, Jung Ah. Hanya kau yang akan tinggal di sini. Nyonya itu tidak bisa menerima kita berdua. Hanya salah satu dari kita yang boleh tinggal di sini."
"Kenapa? Kenapa hanya salah satu dari kita yang boleh tinggal di sini?" protes Jung Ah.
"Nyonya itu bukan orang kaya, Jung Ah. Dia tidak memiliki uang lebih untuk membiayai hidup kita berdua." Jung Ho berusaha menjelaskan dengan bahasa yang paling bisa diterima otak Jung Ah.
"Aku tidak mau!"
"Jung Ah, dengarkan aku." Jung Ah menangkup kedua pipi Jung Ah yang sedingin es. Ia sudah bisa memprediksi hal ini sebelumnya. Jung Ho harus meyakinkan Jung Ah. "Kakak akan menemuimu sesering mungkin. Kau jangan khawatir. Suatu saat nanti aku akan datang untuk menjemputmu. Aku janji, Jung Ah. Jadi kau harus bersabar. Ya?"
"Kak Jung Ho bohong!"
"Aku tidak bohong, Jung Ah. Aku akan segera kembali untuk menjemputmu. Jadi tunggulah. Aku tidak akan pergi lama "
"Aku tetap tidak mau, Kak Jung Ho. Aku mau ikut Kak Jung Ho ke mana pun Kak Jung Ho pergi." Jung Ah mulai merengek. Sudut matanya telah basah. Sebentar lagi tangis akan pecah di wajah gadis itu.
"Tidak bisa, Jung Ah. Nyonya itu tidak bisa menampung kita berdua."
"Hei." Agaknya wanita pemilik kedai kesal melihat rengekan Jung Ah. "Kalau adikmu tidak mau tinggal bersamaku, sebaiknya kau bawa dia pergi dari sini. Aku perlu membuka kedaiku," ucapnya kasar.
Jung Ho langsung menghampiri wanita itu, lalu memegang kedua lengannya.
"Aku akan segera pergi, Nyonya. Tapi kumohon biarkan Jung Ah tinggal di sini," ratap Jung Ho meminta belas kasihan wanita pemilik kedai itu. Bagaimanapun juga Jung Ah harus mendapatkan tempat tinggal yang layak. Wanita itu juga memiliki kedai, jadi Jung Ah tak perlu merasakan kelaparan. Sekalipun hanya diberi makanan sisa, tak apa. Itu jauh lebih baik daripada terlantar di jalanan dan tak punya makanan.
"Baiklah. Kalau begitu cepatlah pergi."
"Kak Jung Ho!"
Dengan tangis yang sudah pecah, Jung Ah hampir berlari mengejar Jung Ho yang telah memantapkan langkah kakinya pergi dari tempat itu. Namun, wanita pemilik kedai segera memegang tubuh Jung Ah demi menahan gadis itu agar tidak pergi menyusul kakaknya.
"Aku akan sering mengunjungimu, Jung Ah. Jaga dirimu baik-baik!"
Jung Ho berseru ketika membalikkan tubuh sejenak. Ia sempat melambaikan tangan, lalu melanjutkan langkah meski dengan berat hati.
Sesungguhnya Jung Ho tak kuasa meninggalkan Jung Ah di sana, tapi keadaan yang memaksanya untuk melakukan itu. Jung Ah harus tetap hidup. Kelak ia akan menjemput Jung Ah saat telah siap.
Air mata diam-diam merembes jatuh ke pipi Jung Ho. Ia tidak ingin membalikkan tubuh lagi meskipun suara tangis Jung Ah terdengar menyayat hati. Gadis itu terus meneriakkan nama Jung Ho di sela tangis.
"Maafkan aku, Jung Ah." Jung Ho membisik dalam hati. Ia terus memacu langkah kakinya menjauh dari kedai. Meninggalkan Jung Ah bersama orang asing yang sama sekali belum dikenalnya.
***
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top