Chapter 7

Siang-siang bolong yang harusnya jadi momen makan dan beristirahat setelah lelah bekerja, terpaksa menjadi momen paling menyiksa bagi Izzy. Perutnya sakit-seperti diremas-remas-begitulah rasanya. Izzy menidurkan kepalanya di atas meja, memegangi perut yang sakit. Entah apa yang dia makan tadi pagi karena perutnya melilit.

"Zy, yakin nggak mau balik aja? Muka lo pucat gitu," tanya Lidya merasa khawatir.

Izzy menggerakkan tangannya ke udara, memberi tanda bahwa dia baik-baik saja meskipun perutnya makin menyedot tenaganya.

"Yakin?" sambung Tami ikut khawatir.

Izzy mengangguk lemah.

"Loh, Izzy kenapa?" tanya Dadang saat melihat Izzy diam tak berdaya. "Sakit ya? Kenapa kelihatan lemes gitu?"

"Perutnya sakit. Bukan mau ke kamar mandi, tapi sakit. Gimana jelasinnya... ya lo paham kan, Dang?" jawab Lidya sedikit kesulitan menggambarkan yang Izzy rasakan. Syukurnya Dadang menggangguk mengerti.

"Kenapa nggak izin pulang aja? Pak Rudi pasti ngerti. Sekalian cek ke dokter," usul Dadang.

"Mulut gue sampai berbusa, udah nyuruh tapi Izzy nggak mau. Katanya paling bentar lagi sakitnya hilang," sahut Tami.

Mereka bertiga mendadak diam, memikirkan apa yang harus dilakukan jika Izzy tidak bersedia pulang. Belum ketemu jawabannya, tiba-tiba seorang lelaki muncul.

"Izzy, kamu baik-baik aja?"

Ketiganya menoleh, mendapati Chandra Dirgantara-kepala HRD yang baru masuk beberapa minggu belakang bertanya. Tami dan Lidya bergeser, membiarkan Chandra memeriksa keadaan Izzy.

Chandra sedikit berjongkok, melihat ke bawah meja tepat wajah Izzy tertuju pada lantai. "Di mana yang sakit, Izzy? Coba kasih tau. Atau, coba ke dokter aja ya biar periksa perut kamu kenapa."

Izzy mengangkat sedikit kepalanya. "Saya baik-baik aja kok, Pak. Ini cuma sakit sebentar aja. Betulan. Nanti juga sembuh dan lincah lagi."

Tami menggeleng. "Masih sempet-sempetnya mau ngelawak. Udah sana cek ke dokter. Siapa tau hamil." Sadar akan tiga pasang mata menatap padanya dengan tanda tanya besar, Tami meralat, "Eh, maksudnya siapa tau usus buntu atau apa gitu. Kalo hamil, bunting anak siapa coba?"

Mengabaikan ucapan Tami tadi, Chandra kembali bertanya, "Kamu mau ke dokter? Biar saya anterin sekarang."

Lidya menyenggol bahu Tami. "Eh, Pak Chandra naksir Izzy ya? Waktu gue sekarat nggak ada ditawarin dianterin ke dokter. Gue jadi curigong."

"Kayaknya sih gitu," balas Tami ikut berbisik.

Izzy tetap menggeleng, tapi tangannya meremas celana bahannya karena perutnya tambah sakit.

"Loh, Izzy sakit? Mukanya pucat gitu," tanya Galang yang kebetulan lewat di dekat bilik milik Izzy.

Suasana jadi semakin ramai perkara Izzy sakit. Beberapa orang mulai mengerubungi tempat Izzy karena ingin melihat si ceriwis Izzy yang biasanya energik kayak pelawak mendadak diam layaknya patung pancoran.

"Ini kalo Izzy-nya dikelilingin kayak mau dijadiin tumbal, dia malah gerah," ketus Tami mulai gerah dikelilingi beberapa orang yang kebetulan laki-laki semua. "Kalo mau carmuk sama Izzy tuh beliin makanan kek, apa kek, jangan cuma dipelototin doang," tambahnya makin ketus. Lidya refleks menginjak kaki Tami.

"Ya kan dicek dulu Izzy sakit di mana biar kita tau harus apa selanjutnya, Tam. Ketus amat kayak mulut ibu mertua," sahut Dadang.

Sebelum Tami meladeni lebih ketus lagi, tiba-tiba Rudi muncul layaknya pahlawan kesiangan. Dengan gaya tengilnya, dia menarik tubuh Galang, dan Dadang supaya menyingkir dari sana. "Zy, kamu pulang aja. Saya anterin ke lobi sekarang supaya kamu ke dokter."

Kalimatnya berhasil mengusir beberapa orang yang ada di sana-tidak berani melawan Rudi yang paling mahir dalam urusan mengambil hati perempuan-begitu pula dengan Chandra yang pelan-pelan mulai mundur teratur.

"Saya baik-baik aja, Pak. Beneran," elak Izzy berbohong.

"Jangan nguji kesabaran saya, Izzy. Udah, saya anterin." Rudi membantu Izzy berdiri, begitu sudah berdiri, dia melangkah lebih dulu, lalu diikuti Izzy di belakang.

Izzy menyadari pintu lift berhenti di lantai basement. Rudi bilang ingin menemaninya sampai lobi, lantas kenapa ke parkiran? Kebingungan Izzy akhirnya terjawab setelah berhenti di depan mobil mewah, dan kaca jendela mobil turun-menampilkan Zery duduk manis di dalam sana.

"Zery yang minta saya jemput kamu tadi," jelas Rudi pada Izzy. "Kalo gitu gue balik ke atas ya, Zer. See you, lovebirds!" Rudi pergi secepat mungkin tanpa mau mengurusi apa yang Zery ingin lakukan karena Rudi hanya mengikuti permintaan sahabatnya.

Zery menggeser posisi duduknya, dan berkata, "Masuk. Saya anter ke rumah sakit."

Izzy mengikuti yang disuruh Zery, duduk bersampingan dengan lelaki itu. "Ngapain, Pak? Orang saya baik-baik aja. Nggak mau ke rumah sakit."

Zery menepuk pahanya, lalu membuka penutup botol kecil yang dipegangnya. "Kalo gitu tiduran di sini."

"Mau ngapain, Pak?"

"Kamu nanya mulu kayak lagi ujian."

Izzy merebahkan kepalanya di atas paha Zery, menekuk sedikit tubuhnya agar muat di jok belakang yang tidak terlalu lebar.

Pelan-pelan Zery menarik blouse yang Izzy kenakan, namun belum cukup tinggi, Izzy langsung menahan tangan Zery. "E-e-eh, mau ngapain, Pak? Jangan macem-macem, ini di parkiran, Pak."

"Kamu pikir saya mau pegang-pegang kamu?"

Izzy mengangguk.

"Otak kamu nih isinya apa sih? Saya mau usap perutnya supaya sakitnya nggak terlalu parah."

Izzy nyengir, lalu menarik tangannya-membiarkan Zery menarik blouse-nya sampai memperlihatkan perut ratanya. Dengan gerakan memutar, Zery mengusap perut Izzy setelah menuang sedikit minyak kayu putih di telapak tangannya.

Usapan Zery pada perutnya membuat Izzy memejamkan mata. Perutnya merasa sedikit lebih baik dibandingkan sebelumnya.

"Saya cuma nggak mau kamu jadi pusat perhatian yang lain," tutur Zery jujur.

Tanpa membuka mata, Izzy mengernyit bingung. "Maksudnya, Pak?"

"Saya dapat info dan foto pas kamu dikelilingi beberapa laki-laki tadi. Saya nggak mau mereka lihat kamu dalam keadaan sakit, apalagi sampai merhatiin kamu. Saya aja yang boleh, mereka jangan," ungkapnya jujur.

Ungkapannya ini tidak ditanggapi Izzy karena Izzy jatuh terlelap. Zery pun langsung menarik tangannya dari perut Izzy, dan merapikan blouse-nya. Selain itu, dia mendaratkan kecupan singkat di kening Izzy.

"Cepet sembuh, Izman."

👔 👔 👔

Hal paling mengesalkan adalah ketika Izzy harus kembali ke kantor setelah malam menggantikan sore. Dia lupa mengambil ponselnya yang di charger di bawah meja saat pamit pulang. Gara-gara perut melilit, dia sampai lupa sama barang penting yang satu itu. Ingatnya pun setelah terbangun dari tidur nyenyak.

"Sumpah ya, bukannya kasih kode kalo ketinggalan. Jadi kan gue nggak perlu capek-capek balik ke sini!" dengus Izzy pada ponselnya yang sudah nakal berulang kali.

"Kamu ngomong sama hape?"

Izzy terlonjak kaget, dan spontan menjatuhkan ponselnya. "Eh, copot! Copot! Ngagetin mulu kenapa sih Pak..." Izzy mengatup mulutnya begitu melihat sosok yang ada di depannya bukanlah Zery.

Lelaki yang ada dihadapannya adalah Chandra. Lelaki itu mengambil ponsel yang terjatuh, lalu mengembalikan pada Izzy. "Ini hape kamu. Hape kamu nakal banget ya sampai harus diomelin kayak tadi?" kekeh Chandra.

Izzy belum sadar ke alam nyata karena dia masih menikmati wajah ganteng Chandra. Tak cukup wajahnya yang enak dipandang karena kemeja putih yang dipakai Chandra cukup transparan sampai menunjukkan garis dada bidang dan lengan berototnya. Aduh... Pak Chandra kenapa menggoda amat sih?

"Izzy? Halo, kamu masih di sini kan?" Teguran itu berhasil menyadarkan Izzy yang langsung nyengir.

"Makasih, Pak." Izzy memasukkan kuncinya ke dalam tas. "Kalo gitu saya pulang duluan ya, Pak Chandra."

"Bareng aja. Kebetulan saya juga mau pulang." Kemudian mereka melangkah bersama sampai ke depan lift.

"Gimana perut kamu, Izzy? Udah baikan?" tanya Chandra. "Tadi ambil hape yang ketinggalan?"

Izzy mengangguk dan menjawab, "Iya, Pak. Hape saya ketinggalan makanya balik lagi. Perut saya udah baikan kok, Pak. Makasih ya, Pak."

"Makasih untuk apa?"

"Tadi siang udah nanyain perut saya. Pokoknya saya mau bilang makasih."

Chandra menarik senyum semakin lebar. "Ah, bisa aja. Syukurlah kalo kamu udah baik-baik aja. Saya ikut senang dengernya."

Izzy masih mempertahankan senyumnya sambil menatap Chandra yang juga menatapnya. Bertepatan dengan itu, pintu lift terbuka. Zery yang berada di dalam lift langsung berdeham.

Zery memang belum pulang, dia sedang turun ke lantai di bawah ruangannya untuk memberikan berkas pada bagian legal yang masih mengurus pekerjaan. Tidak dia sangka akan melihat Izzy dan Chandra berduaan dengan senyum lebar seperti sekarang. Hatinya jadi panas.

"Oh, selamat malam, Pak. Belum pulang, Pak?" tanya Izzy sembari masuk ke dalam lift.

"Belum. Mau siskamling dulu. Siapa tau ada yang mesum di sini," jawab Zery.

Ada yang mesum? Iya, ada. Mereka pernah mesum di kantor. Buat apa Zery jawab begitu? Dasar, nggak ngaca!

Chandra tidak berani berkata apa-apa. Begitu kakinya melangkah masuk, dia mendengar Zery mengatakan hal lain.

"Saya denger orang ketiga itu setan."

Chandra sedikit meneleng ke samping, menatap Zery bingung akan maksud ucapannya. Begitu juga dengan Izzy yang tak kalah bingung.

"Saya denger orang ketiga itu setan." Zery kembali mengulang kalimatnya.

Chandra masih bingung. Tapi Izzy langsung paham maksud bosnya. Menyadari Chandra tidak merespons, Zery berdeham berulang kali, dan menekan tombol pintu lift supaya tetap terbuka. Chandra pun akhirnya paham, dan segera keluar dari lift. Zery langsung menutup pintu lift dengan senyum penuh kemenangan.

"Dasar licik!" cibir Izzy. "Ganggu orang mau ngobrol aja," dumelnya pelan.

Zery menarik tubuh Izzy, melingkarkan pinggangnya dengan tatapan cemburu yang jelas. "Dilarang ngobrol sama lelaki lain kecuali saya."

"Emangnya Bapak siapa? Kenapa larang-larang saya?"

"Saya calon suami kamu."

Izzy tertawa terbahak-bahak. "Lucu banget nih, Bambang. Jangan ngelucu dong, Pak. Sejak kapan saya bersedia jadi calon istrinya Bapak?"

"Sejak kamu terima kalung yang kakak saya kasih. Itu sebagai tanda kebersediaan kamu."

"What??! Nggak, nggak. Saya belum bilang setuju."

"Pokoknya jangan deket-deket lelaki lain, apalagi Chandra. Saya nggak suka."

Izzy mendengus sebal. Memangnya Zery pikir dirinya siapa sampai seenak itu mengatakan kalimat tidak masuk akal? Dasar, bos susah ditebak!

"Selama saya belum diikat dalam suatu hubungan, saya berhak kedap-kedip, godain, atau ngobrol sama lelaki lain. Jadi Pak Zetar nggak berhak nyuruh-nyuruh saya. Sekian. Nggak boleh dibantah." Izzy mendorong tubuh Zery, namun lelaki itu menarik tubuhnya semakin dekat.

"Kalo kamu bikin saya cemburu lagi, saya anggap kita pacaran."

👔 👔 👔

Jangan lupa vote dan komen😘😘😘🤗❤

Menurut kalian bahasa di cerita ini frontal nggak? Atau udah cukup (alias biasa aja)? 🤔

Follow IG: anothermissjo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top