Chapter 15

-- BATAS GEMES --
👔Selamat Membaca👔

Kejadian semalam membuat Izzy harus jaga jarak seandainya bertemu Belagio. Untung saja Zery tidak mencak-mencak, cuma menarik lengannya dan tidak mengatakan apa-apa pada Belagio. Tapi bukan berarti Zery tidak marah. Dia bisa melihat kekesalan yang tersirat dari wajah pacarnya. Waktu ditanya dalam perjalanan pulang, Zery cuma jawab seadanya. Beruntungnya pagi ini sikap Zery sudah biasa saja.

Lelaki itu terlihat sudah melupakan kejadian semalam meskipun perbincangan mereka belum sebanyak biasanya. Izzy turun dari mobil Zery yang diparkir di basemen khusus CEO atau tamu-tamu penting.

Suasana lift cukup ramai. Dia berdiri di pojok kanan, sementara Zery di tengah-tengah. Sedikit menjaga jarak supaya tidak ada yang curiga mereka datang bersama.

"Selamat pagi, Izzy." Chandra menyapa sambil melempar senyum manis pada Izzy. Dengan cepat Izzy membalas, "Pagi juga, Pak Chan."

"Perut kamu udah nggak kambuh kayak kemarin kan?" tanya Chandra.

"Nggak, Pak. Udah baik-baik aja. Malah udah bisa salto," jawab Izzy bercanda. Jawabannya berhasil membuat Chandra tertawa.

"Syukurlah. Oh iya, nanti siang kamu ada waktu? Saya mau ngajak kamu makan siang bareng," tanya Chandra lagi.

Lidya yang berdiri di samping Chandra langsung berdeham. "Ehem!Ya elah Pak Chandra ngerayu Izzy mulu. Ngajak date-nya ke restoran mewah dong." Celetukkannya ini membuat beberapa orang di dalam lift menoleh pada Chandra karena suaranya cukup keras.

Chandra memelototi Lidya supaya mulutnya tidak sekeras toa masjid. Beberapa pasang mata yang menatapnya membuat dia malu. Ah, dia salah langkah. Seharusnya tidak membicarakannya di lift karena ruang lift cukup sempit sehingga apa yang dibicarakan dapat terdengar.

"Damai ya, Pak. Habis kentara banget sih Bapak ngejar-ngejar Izzy," beber Lidya sedikit memelankan suaranya.

"Waduh... kepala HRD kita naksir Izzy ternyata," sahut Dadang.

"Eh, Dendeng Balado. Lo juga naksir Izzy. Segala ngasih cokelat udah kayak anak ABG lagi," ceplos Tami yang berdiri di paling depan dekat pintu lift––bersebelahan dengan Dadang.

"Seriusan Dedong kasih cokelat??" timpal Lidya terkaget-kaget.

Chandra mengabaikan celetukan-celetukan sesat yang ada. Pandangannya tetap tertuju pada Izzy yang tidak merespons. "Jadi gimana, Izzy? Kamu free kan siang ini?"

Baru kemarin hatinya panas melihat Belagio bersandar di pundak Izzy, sekarang dia mendengar lelaki lain mengajak pacarnya makan siang bareng. Mood-nya sudah amblas jadi tambah amblas.

"Saya kasih tau kalian semua kalo Izzy pacaran sama saya. Jangan coba-coba deketin Izzy kalo masih mau kerja di sini. Jangan lupa sampaikan ke karyawan yang lain," ucap Zery terang-terangan. Dia tidak ingin mendengar hal lain yang semakin memperburuk suasana hatinya.

Semua yang ada di lift langsung menoleh ke belakang––menatap Zery setengah melongo. Izzy ingin menghilang saja karena Zery blak-blakan. Padahal dia belum siap kalau semua orang tahu hubungan mereka.

"Dan kamu Chandra. Denger ya, Izzy nggak ada waktu makan siang bareng kamu. Dia makan siang bareng saya," tegas Zery sambil menatap tajam Chandra. "Jangan godain Izzy lagi. Kamu udah tau siapa pemiliknya."

Chandra menunduk malu, dan mundur sedikit menjaga jarak dengan Izzy. Tidak lama kemudian pintu lift terbuka. Beberapa orang menyingkir ke samping demi membiarkan Zery keluar duluan sembari menggenggam tangan Izzy. Orang-orang ikut keluar dari lift. Mereka belum mempercayai yang dikatakan Zery. Bagi mereka ini seperti mendengar Zery ingin menikah dengan laki-laki. Sangat mengejutkan!

"Gila! Kapan si parfum ngegebet Pak Zetar??" pekik Lidya masih tidak percaya. "Kok gue temennya nggak tau?"

Chandra teringat sesuatu. "Oh... pantes malam itu Pak Zery nyuruh gue keluar. Ternyata ini alasannya. Mereka udah pacaran," gumam Chandra pelan.

"Malam itu? Kapan, Pak?" tanya Tami penasaran. Dia tidak sengaja mendengar gumaman Chandra.

Chandra menceritakan kronologi kapan kejadian yang dia maksud––waktu Zery mengatakan orang ketiga setan. Dia tidak akan lupa kejadian ini karena posisinya memang agak membingungkan dan kalimat Zery sulit dimengerti. Tapi kini dia paham.

"Izzong emang jago banget nih pakai pergerakan bawah tanah. Gile, gile...," gumam Lidya.

"Yah... gue keduluan dong," ucap Dadang sedih.

"Kalo saingan lo Pak Zery ya jelas keduluan. Kalo gue jadi Izzy juga pasti pilihnya Pak Zetar," timpal Tami.

"Jangan jujur-jujur amat kenapa Tam," balas Dadang makin sedih. Tami dan Lidya kompakan tertawa melihat wajah ngenes Dadang.

👔 👔 👔

Hal yang disukai Zery adalah memandangi Izzy memasak dengan mengenakan apron bergambar bunga. Ternyata tinggal bersama Izzy semenyenangkan ini. Dia bisa sepuasnya memandangi pujaannya. Karena di kantor, dia sulit melihat perempuan itu. Dia lebih sering meeting sementara Izzy fokus menghubungi klien perusahaan.

Bicara soal kantor, semua karyawan sudah mengetahui hubungannya dengan Izzy. Senangnya bukan main karena akhirnya dia bisa mengumbar hubungan yang ditutupi selama beberapa saat.

Berhubung Zery tidak sabar, dia menghampiri Izzy dan memeluknya dari belakang. Menyampirkan semua rambut Izzy ke sisi kanan agar dia dapat mencium leher sebelah kiri tanpa gangguan.

"Lihatin kamu masak aja saya gemes sendiri," bisik Zery.

"Gemes apa horny, Pak? Itu beda tipis loh!"

Zery tergelak. "Kenapa sih ujung-ujungnya pembahasan kamu nggak jauh tentang seks?"

"Gimana saya nggak mau bahas itu kalo tangan Bapak aja udah masuk-masuk ke dalam baju saya. Tangan mesum Bapak itu bikin pikiran saya kotor mulu," jawab Izzy seraya menunjuk tangan Zery yang meraba masuk ke dalam kausnya.

"Masuk ke dalam baju bukan berarti saya mau telanjangin kamu kan? Cuma mau ngusap perut kamu aja. Gemes."

Izzy geleng-geleng kepala sambil meneruskan kegiatan memasaknya yang sempat tertunda. Dia dapat merasakan Zery mengusap perut ratanya.

"Ngapain diusap-usap. Belum ada bayinya, Pak. Kalo ada baru deh diusap."

Zery menarik tangannya, mematikan kompor, lalu memutar tubuh Izzy sampai menghadapnya.

"Kamu mau nggak nikah sama saya?"

Izzy melongo. "Hah? Ini ajakan atau cuma mau ngerjain saya nih, Pak? Nanti kalo dijawab tiba-tiba jebakan Zery kan malu juga."

"Ini serius. Bukan candaan."

"Nggak mau."

Dahi Zery berkerut. "Kenapa?"

"Pak Zery masih cinta sama Freya."

Kerutan di dahinya bertambah. "Siapa yang bilang?"

"Tebak-tebak buah naga aja, Pak. Soalnya dari yang saya denger Bapak rajin senyum. Tapi semenjak Freya nikah sama Belagio, senyumnya pudar dan Bapak jadi dingin," jawab Izzy.

"Saya berubah dingin cuma untuk membatasi diri dari orang lain. Saya nggak mau gampang percaya kayak dulu supaya nggak dibohongi lagi. Itu aja," jelas Zery. "Bicara soal senyum, saya rajin senyum kok setiap sama kamu. Saya jarang ketawa tapi kalo sama kamu ketawa terus hampir kayak orang gila," tambahnya.

"Jawabannya boleh nemu di artikel mana, Pak? Smooth banget kayak conditioner."

"Ini serius. Kamu perlu bukti apa supaya percaya?"

Izzy berpikir sebentar. Sebenarnya pertanyaan di kepalanya soal perasaan Zery terhadap Freya sangat mengganggu. Gara-gara penjelasan ibunya Zery dia jadi ragu sama dirinya sendiri. Takut Zery belum melupakan dan malah kepincut lagi sama Freya.

"Blokir nomornya Freya," jawab Izzy akhirnya.

"As your wish." Zery mengambil ponselnya yang berada di atas meja makan. Di depan Izzy dia memperlihatkan layar ponselnya supaya dapat membuktikan dia berani memblokir nomor Freya. "Udah kan?"

"Belum. Saya masih ragu, Pak."

"Ya udah, kamu mau saya lakuin apalagi?"

"Uhm..." Izzy kembali berpikir. "Saya mau geledah dompet Pak Zery. Siapa tau ada fotonya Freya."

"Silahkan kamu ambil sendiri di meja. Kalo saya ambilin nanti dituduh udah keluarin isinya duluan."

Tanpa pikir panjang Izzy mengambil dompet Zery. Dia menggeledah satu per satu celahnya, memastikan tidak ada yang disembunyikan. Yang dia dapatkan di dalam hanya uang ratusan ribu yang jumlahnya lumayan banyak, berbagai jenis kartu debit ATM bank-bank ternama, dan foto ibunya. Tidak ada berbau Freya. Yang ada justru foto dirinya.

"Pak, kok foto saya ada di sini? Ini bukannya foto yang saya tempel di surat lamaran kerja?"

"Iya. Saya minta Rudi ambilin foto yang kamu tempel di surat lamaran kerja buat saya simpen dompet," jelas Zery jujur.

"Eh, ini namanya nyolong. Kalo mau foto saya minta langsung aja, Pak. Jadi saya bisa kasih yang lebih oke sedikit. Ini foto waktu saya belum kenal ena-ena sama Bapak jadi mukanya kalem banget." Izzy menutup dompet Zery, lalu kembali menghampiri pacarnya.

"Saya suka foto itu. Jadi gimana? Kamu masih kekeuh sama pemikiran kamu?"

Izzy terdiam, sedangkan Zery menarik tubuhnya sampai tubuh mereka merapat. Hal mengejutkan lainnya ketika Zery menggenggam tangannya lebih erat dari biasanya seolah genggaman itu menunjukkan sesuatu yang lebih serius dari tatap mata.

"Freya cuma masa lalu, sementara kamu masa depan saya. Kalian nggak bisa ditempatin di masa yang sama karena kalian berdua berada di waktu yang berbeda. Freya dulu, sedangkan kamu sekarang."

Izzy terhipnotis oleh tatapan serius Zery. Hati yang bertanya-tanya mulai mempercayai setiap ucapan lelaki itu. Dari sorot matanya Izzy tidak bisa menemukan kebohongan. Hanya ada kesungguhan dan keseriusan.

"Tolong jangan berpikir saya masih mengharapkan Freya. Saya menginginkan kamu, Izzy. Bukan Freya ataupun yang lain. Saya nggak akan ambil risiko pacaran sama kamu kalo saya belum siap dengan tujuan dijalaninnya hubungan ini," tambah Zery dengan suara yang lebih berat.

"Tujuannya nikah?"

"Iya. Kamu mau tinggal bareng doang? Karena saya nggak mau sebatas itu."

Izzy tidak bisa membantah lagi. Kata-kata Zery sudah cukup meyakinkan keraguan hatinya. Karena sudah nebak sembarangan, dia memeluk Zery sebagai imbalan. "Saya percaya kok. Tapi jangan kecewain saya ya, Pak. Mahal nih kepercayaan."

Zery mengusap kepala Izzy, membelai tiap helai rambut lurusnya. "Iya. Saya akan berusaha supaya nggak kecewain kamu. Jadi kapan mau ajak saya ketemu orangtua kamu?"

"Orangtua saya udah meninggal, Pak."

Zery melonggarkan pelukan agar dapat melihat wajah Izzy. "Meninggal? Terus saudari kamu yang di foto?"

Senyum di wajah Izzy memudar. "Meninggal juga."

"Kok kamu nggak bilang? Saya pikir kamu bilang takut diomelin ibu kamu karena belum habisin makanan itu..." Zery menghentikan kalimat selanjutnya sebelum menambah kesedihan Izzy. "Seharusnya kamu cerita sama saya. Kenapa diem-diem aja?"

"Masa nggak ada apa-apa saya bilang kalo orangtua saya udah nggak ada? Pasti kan cerita harus di saat yang tepat. Untung aja Pak Zery nanya." Izzy memaksakan senyum terbaiknya. "Saya bilang gitu supaya bisa ngerasain kehadiran ibu saya. Saya kangen."

Zery tidak bisa berkata-kata. Izzy yang biasanya melawak, tertawa, lucu, dan masih banyak hal positif darinya––mendadak menunjukkan wajah sedih yang tidak pernah dia lihat. Senyum yang diperlihatkan Izzy sekarang terkesan terpaksa demi menutupi kesedihannya.

"Kalo gitu besok atau lusa ajak saya ke makam mereka. Saya mau nyapa dan beritahu mereka kalau Izzy Pucella ini sosok yang luar biasa," pinta Zery.

"Boleh. Udah lama saya nggak ke sana. Saya juga mau bilang kalo Pak Zery ini tukang maksa, nyebelin, egois, dan cemburuan jadi biar mereka omelin dari atas sana."

Zery semakin sedih mendengarnya. Pelan-pelan tangannya membelai wajah Izzy. "Kamu pasti merasa sendirian."

"Nggak kok. Soalnya udah ada Pak Zery."

Dengan satu tarikan penuh, Zery berhasil mendekap Izzy. Dia dapat merasakan kesedihan Izzy hanya dari kepura-puraan yang ditunjukkan dalam senyum dan ekspresinya. Dugaannya benar. Isak tangis perempuan itu terdengar cukup keras. Di samping itu Zery dapat merasakan Izzy meremas kemeja belakangnya.

"Saya kangen mereka...," gumamnya lirih.

Zery mengusap lembut kepala Izzy, lalu mencium puncak kepalanya cukup lama sebelum berkata, "Besok kita ke makam mereka supaya rindu kamu sedikit terobati."

Izzy mengangguk. Beberapa menit Izzy hanya menangis dalam pelukan Zery seolah dia sedang bercerita bahwa dirinya benar-benar sedih dan terluka kehilangan semua anggota keluarganya. Dalam pelukan Zery pula dia merasakan 'rumah' yang selama ini dirindukannya.

"Pokoknya jangan merasa sendiri karena kamu punya saya di sini. Inget itu ya, Izzy."

Izzy kembali mengangguk, lalu menarik sedikit tubuhnya. "Tapi besok..." Izzy menutup mulutnya saat mual melanda. Dia buru-buru melepas diri dari Zery, dan berlari menuju kamar mandi.

Zery menyusul tergesa-gesa, dan langsung menepuk punggung Izzy begitu tiba di kamar mandi. "Tunggu sebentar. Saya ambilin minyak kayu putih dulu ya."

Di saat Zery mengubek lemari mencari barang, dia mendengar Izzy kembali muntah di dalam kamar mandi. Baru akan menghampiri, Izzy sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat.

"Pak, saya udah telat dua hari."

Zery menatap bingung. "Maksudnya?"

"Kayaknya... saya hamil."

"Hah??"

👔 👔 👔

Jangan lupa kasih vote dan komen semuanya😘😘🤗❤

Follow IG: anothermissjo

Gini nih tatapan Zery kalo cemburu😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top