Chapter 15

Yuhuuuu! Aku update lagi ^^

Yok bisa yok, vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya<3<3

Lulove bisa saja mengamuk karena Marco sudah seenaknya mengajak pergi ke pesta pernikahan salah satu temannya di kapal pesiar. Akan tetapi, dia masih punya rasa kasihan terhadap Marco yang tidak membawa pasangan seperti teman-temannya yang lain. Acara hari ini hanya sebatas makan malam bersama sang mempelai dan tamu undangan. Besok barulah pesta resepsinya. Selama beberapa hari dia mengikuti Marco mengarungi lautan.

Dikarenakan perasaan tidak cocok bergabung dengan kalangan borjuis, Lulove meninggalkan Marco yang tengah bercanda gurau dengan beberapa perempuan. Dia memilih memandangi langit yang indah.

"Kenapa kamu ada di sini?"

Lulove meneleng ke samping, mendapati Zery berdiri di sampingnya.

"Mau cari udara segar, Pak. Bagaimana dengan Bapak?"

"Nggak beda jauh dari alasan kamu."

Lulove hanya berkata 'oh', lantas diam. Jika membahas hal lain dengan Zery rasanya lebih sulit, mengingat laki-laki itu cukup dingin. Berbeda dengan Dimas walau mulutnya ketus, setidaknya Dimas masih bisa diajak ngobrol.

"Saya mau bilang makasih karena kamu nggak mengeluh selama bekerja dengan Marco. Walaupun baru sebentar, tapi sejauh ini cuma kamu yang tahan menghadapi sikapnya. Dia memang agak kekanakan. Padahal umurnya udah cukup dewasa," ucap Zery tiba-tiba.

Lulove menanggapi, "Kedewasaan seseorang nggak bisa diukur dengan umur, Pak. Ada yang umurnya udah 40 tahun, tapi tingkah lakunya masih kayak anak-anak."

"Kamu benar. Seperti Marco contohnya."

Lulove tertawa kecil. Tak ingin menyangkal karena ucapan Zery benar. Jika dipikir lagi, Marco memang jauh dari bayangan Lulove akan bos yang berwibawa, dewasa, dan mandiri. Marco merusak khayalan novel romansa soal bos seperti Zery dan Dimas. Bosnya sangat unik.

"Tolong jagain Marco. Dia kelihatan konyol dari luar, tapi sebenarnya dia menutupi hal yang nggak pernah orang tahu. Saya mengerti kenapa Marco selalu mencari perhatian, berulah, dan membuat orang-orang lelah dengan sikapnya. Saya harap kamu nggak gampang menyerah menghadapi Marco dan keunikannya," pesan Zery.

Lulove melirik Zery melalui ekor matanya, mengamati sekilas, lalu melihat kembali lautan yang terbentang.

"Menurut saya, Marco laki-laki yang hebat. Dia berani mengambil keputusan waktu umurnya masih muda. Saya iri. Di saat saya masih dihantui perasaan ragu dengan seseorang, Marco selancar itu mengajak seseorang menikah dan serius. Sayang aja Isabell harus pergi. Setelah itu saya nggak melihat Marco awet dengan seseorang. Mungkin lukanya terlalu besar. Atau, Marco terlalu menutup diri dan nggak mau mengakui kalau dia belum bisa merelakan yang udah pergi," ucap Zery pelan.

"Kehilangan seseorang pasti berat, Pak. Apalagi kalau kehilangan karena pergi ke dunia lain yang nggak bisa kita jangkau lagi," balas Lulove.

"Iya, kamu benar. Saya cuma bisa berharap dia bisa mengobati lukanya setelah bertahun-tahun berlalu. Dan saya harap selagi Marco mengobati dirinya, kamu akan selalu mendampingi dan tetap setia bekerja untuknya meskipun ada banyak pekerjaan yang lebih simple ketimbang menjadi asprinya. Walaupun merepotkan, saya harap kamu betah," lanjut Zery.

Lulove terkekeh pelan. "Tenang aja, Pak. Mental saya sekuat baja. Saya nggak akan menyerah begitu aja menghadapi Pak Marco."

"Good. Soalnya kasihan Marco selalu ditinggal sama asprinya karena nggak tahan dengan semua ulahnya. Mungkin hal lain yang membuat Marco berulah selain luka yang belum sembuh adalah perasaan ditinggalkan. Dia sering ditinggalin asprinya. Mungkin itu menambah lukanya."

"Bapak tenang aja. Saya akan bertahan."

"Makasih, Lulove. Pesan saya jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati kata-kata Marco. Dia nggak bermaksud seperti itu."

Lulove tertawa kecil. "Iya, Pak. Tenang aja. Makasih juga Bapak sudah sebaik ini kepada Pak Marco. Dia beruntung punya teman sebaik Pak Zery."

Zery ikut tertawa. "Bukan apa-apa kok. Oh, iya, saya dengar kamu pacaran dengan Kara. Apa itu benar?"

Lulove tidak perlu bertanya tahu dari mana karena dia yakin Marco yang menjadi narasumber akan hubungan palsu itu. Dengan cepat dia menjawab, "Iya, Pak."

"Langgeng ya sama Kara. Saya doakan yang terbaik untuk kalian."

"Terima kasih, Pak."

Lulove memaksakan senyum. Ternyata Zery sama ketipunya seperti Marco. Percaya saja dia berpacaran dengan Kara. Entah sudah sampai mana gosip hubungannya dengan Kara tersebar. Yang pasti, Marco tidak akan berhenti bergosip sampai Zery saja, pasti akan ada orang lain yang mengetahui hal palsu buatannya.

"Wah... ngapain lo berdua di sini? Selingkuh dari Izzy ya?" Suara lantang Marco berhasil mengganggu obrolan.

Lulove dan Zery menoleh bersama, mendapati Marco muncul bersama Izzy.

"Turunin tangan lo dari pundak Izzy," suruh Zery galak setelah menyadari Marco merangkul pundak Izzy.

Izzy menanggapi santai. "Kenapa, Pak? Pak Marco kawan baru saya nih. Iya nggak, Pak Marco?"

Zery geleng-geleng kepala dan memukul tangan Marco agar menyingkir dari pundak Izzy. Setelah berhasil, Zery merangkul pinggang Izzy dan menariknya erat.

"Jangan main lagi sama Marco nanti kamu ketularan nggak waras," ucap Zery pada Izzy.

"Justru Pak Marco sama saya waras banget, Pak. Atau, kita mandi bareng aja nih?"

"Izzy!" Zery melotot tajam.

Izzy nyengir. "Bercanda, Pak. Jangan marah ya, nanti makin cinta sama saya."

Zery baru akan membalas, tapi hidungnya mencium bau alkohol yang kuat dari mulut Izzy. Tak hanya Izzy tetapi bau alkohol itu tercium juga dari napas Marco. Dua orang yang datang seperti kakak-adik itu habis meneguk wine entah berapa gelas.

"Saya balik ke kamar ya, Lulove. Izzy kayaknya kebanyakan bergaul sama Marco jadi rada-rada," pamit Zery.

"Hati-hati, Pak," ucap Lulove.

Sepeninggal Zery bersama Izzy, Lulove mengamati Marco yang berdiri di sampingnya. Laki-laki itu hampir saja terjun ke laut saat membungkukkan badannya kalau Lulove tidak sigap menarik kerah kemejanya.

"Kita kembali ke kamar, Pak."

Lulove menaikkan tangan Marco ke atas pundaknya, dan memeluk pinggang Marco. Lulove membiarkan Marco mengoceh panjang lebar, bertutur tidak jelas, dan meracau seenak hati.

"Bapak minum berapa banyak sih? Kok bisa mabuk?"

"Berapa ya..." Marco diam sebentar, lalu melirik Lulove. "Kok muka kamu mirip Tiffany sih? Apa jangan-jangan kamu Tiffany?"

"Bukan, Pak. Saya Lulove. Jangan ngeledek ya. Tiffany cantiknya kayak bidadari. Saya mah ampasnya doang."

Marco nyengir tidak jelas. "Masa sih? Kamu mirip sama Tiffany. Beneran."

"Pak, saya tegasin lagi. Bu Tiffany cantiknya selangit. Saya seperempat menuju langit aja nggak ada."

"Tapi kamu mirip. Titik! Mirip!"

"Iya deh, terserah."

Lulove tidak mau berdebat dengan orang mabuk. Bau alkoholnya terlalu kuat. Dia yakin Marco meneguk lebih dari empat atau lima gelas.

Setelah beberapa menit akhirnya tiba di kamar bosnya. Lulove merebahkan Marco di atas tempat tidur. Dia membukakan sepatu dan kaus kaki Marco, lalu diletakkan di lantai. Ketika hendak menyelimuti, tangannya tertahan oleh Marco. Seperti sebelumnya, Marco meracau lagi.

"Tiff...," racau Marco.

"Nanti saya hubungi Bu Tiffany ya, Pak. Lebih baik sekarang Bapak tidur," balas Lulove seraya menarik tangan Marco. Namun, Marco kembali menahan tangannya.

"Jangan pergi ke mana-mana," ucap Marco tanpa sadar.

Tidak ada yang bisa Lulove lakukan selain memenuhi permintaan Marco. "Iya, saya temani, Pak. Selamat beristirahat, Pak Marco." Lalu, dia melepaskan tangan Marco dan menutupinya dengan selimut.

Lulove duduk di samping tempat tidur Marco, menemani laki-laki itu. Beberapa menit dia mengedarkan pandangan mencari buku atau majalah yang bisa dibaca. Sayangnya tidak ada. Dia berdiri dari tempatnya dan mengambil kaus milik Marco. Dia ingin menyiapkan untuk esok. Di saat dia sedang mengambil pakaian Marco, dia melihat sesuatu di atas meja. Ada tulisan 'our scrapbook' di bagian depan sampulnya.

Penasaran dengan apa yang sudah dia lihat, dia mengambil scrapbook itu. Pelan-pelan dia membuka tiap lembarnya, menemukan foto-foto Marco dengan perempuan bule. Di sana tertera nama 'Isabella' berdampingan dengan nama Marco. Kalau boleh menebak, perempuan cantik di dalam foto ini pastilah mantan istri pertama Marco. Baru kali ini dia melihat Marco tersenyum bahagia seperti dalam potret foto.

Selain foto-foto kemesraan keduanya, ada pula foto perut buncit Isabella dan hasil USG saat mengandung Belle. Di dekat foto hasil USG, ada tulisan nama bayi perempuan yang sudah dipersiapkan--namanya Belle. Tanpa sadar Lulove ikut tersenyum memandangi potret keluarga bahagia itu. Akan tetapi, di lembar terakhir ada tulisan yang membuatnya merasa kasihan.

Dear My Husband,

Jika suatu saat nanti aku pergi meninggalkan kamu karena aku nggak bisa menemani kamu lagi di sini, ingatlah satu hal; kamu sosok terbaik yang pernah aku miliki. Kamu suami dan ayah yang hebat. Jangan pernah menyerah dan tetaplah menjadi Marco yang aku kenal.

Jangan musuhan sama Papa kamu lagi. Be a good son for him. Dan jangan pernah pedulikan ucapan orang lain. Kamu yang lebih mengenal diri kamu sendiri, Marco.

Anyway, aku nggak sabar foto bertiga bareng Belle.

I love you beyond everything, Darling.

Yours, Isabel.

Pada saat yang sama setelah menutup scrapbook, Lulove mendengar racauan kecil dari Marco.

"Isabel... jangan pergi..."

Lulove meletakkan scrapbook di tempat semula dan mendekati Marco. Dia melihat air mata menetes dari ujung mata Marco. Dengan hati-hati dan lembut Lulove menyeka air mata itu dengan ibu jarinya.

"Saya udah pernah mengatakan ini, tapi saya harap luka yang Pak Marco rasakan sendirian segera hilang dan digantikan dengan kebahagiaan. Semoga nggak ada luka lagi setelah ini," ucap Lulove sambil menarik senyum tipis. "Good night, Pak Marco."

👠👠👠

Pagi ini Marco bangun lebih awal. Kepalanya masih terasa berat. Dia turun dari tempat tidur, mendapati Lulove tertidur pulas di sofa tanpa selimut dan bantal. Kemarin dia pasti merepotkan Lulove. Dia mengambilkan selimut dan bantal. Dengan hati-hati dia meletakkan bantal di bawah kepala Lulove dan menyelimuti kemudian. Dia menarik senyum tipis memandangi Lulove yang tertidur pulas.

"Cakepan kalau tidur gini. Kalau lagi ngomong malah kelihatan kayak singa," ucap Marco pelan.

Pada saat dia sedang mengamati asistennya, ponsel Lulove yang diletakkan di meja bergetar kuat. Marco mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera.

"Ariza? Sepupunya?" Marco menebak-nebak. Namun, dia tidak ingin diselimuti rasa penasaran. Dia pun mengangkat panggilannya tapi tidak mengatakan apa-apa.

"Kamu di mana?" tanya Ariza di seberang sana.

"Siapa nih?" tanya Marco.

Lulove yang pada saat itu bangun dari tidurnya mendapati Marco memegang ponselnya. "Bukannya itu ponsel saya, Pak?"

"Eh, iya." Marco tidak sempat mendengar ucapan Ariza karena sudah lebih dahulu mengembalikan kepada sang empunya. "Ada telepon dari Ariza. Siapa tuh? Sepupu kamu?"

Pupil mata Lulove melebar sempurna. "Dia bilang apa, Pak?" tanya Lulove panik.

"Nggak tau. Dia nanya kamu di mana. Maaf ya saya angkat. Takutnya penting," jawab Marco.

Lulove mematikan sambungan dan berdiri dengan cepat. "Saya kembali ke kamar ya, Pak. Sebentar lagi saya bawakan sarapan. Permisi."

Belum sempat Marco bertanya lebih jauh, dia memandangi Lulove dengan tatapan bingung. Wajah Lulove berubah pucat. Tidak seperti biasanya yang galak, Lulove tampak panik.

"Kok ada telepon mukanya panik gitu? Apa jangan-jangan debt collector?" Marco bertanya-tanya sendiri. "Ah, bodo deh. Bukan urusan gue."

👠👠👠

Jangan lupa vote dan komen kalian ^^

Maap ya, alurnya Marco tuh lambat banget :") kenapa? soalnya 1 chapter agak pendek wkwk tidak sepanjang seri bos yang lain ._.)/ tapi semoga kalian menikmati alurnya ya<3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top