Chapter 13

Yuk vote, dan komen untuk menunjukkan kecintaan kalian terhadap Markonah :3

Marco datang ke pesta pernikahan sepupunya Venus. Gadis itu akhirnya menikah dengan sang belahan jiwa. Laki-laki beruntung yang mendapat kesempatan memiliki keturunan Wijaya adalah Bamantara Halim––salah satu personel boyband Your Lover. Pernikahan ini diselenggarakan secara besar-besaran mengingat personel Your Lover yang baru menikah hanya Bamantara.

"Kita punya partner bisnis baru nih, Mar," kata Jupiter kepada Marco.

"Iya, tiap yang nikah jadi bagian bisnis kita. Pinter tuh adik lo nikah sama salah satu keluarga Halim. Gue dengar keluarga mereka paling nggak tersentuh. Susah banget dideketinnya," balas Marco.

"Emang. Bicara nggak tersentuh, gimana sekretaris baru lo?"

"Baik. Dia pacaran sama sekretarisnya Gavin."

"Oh, ya?" Jupiter meneguk wine yang baru saja diambil dari nampan yang disuguhkan pelayan. "Terus gimana hubungan lo sama Tiffany?"

"Ya begitulah."

"Gue denger gosip Tiffany pacaran sama Andrew Winata," mulai Jupiter. Biang gosip di keluarga Wijaya pastilah Marco dan Savannah. Akan tetapi Jupiter terkadang masuk dalam lingkaran tukang gosip itu.

Marco menatap ingin tahu. "Serius lo? Sepupu dari bapak tirinya Dimas?"

"Iya. Gue juga baru denger-denger doang. Bener atau nggak belum terbukti."

Marco diam mengedarkan pandangan. Dia baru mendengar gosip yang diberitahu Jupiter. Namun, kenapa dia tidak melihat Tiffany berduaan dengan Andrew? Dia penasaran akan kebenaran itu.

Pada saat yang sama dia mendapati sosok yang dibicarakan oleh Jupiter. Dia segera meninggalkan Jupiter dan bergegas menghampiri Tiffany yang datang bersama putrinya. Belum sampai di depan perempuan itu, ada seorang laki-laki yang membantu Tiffany merapikan bagian belakang rok dress belakang. Marco tidak pernah melihat laki-laki itu. Apa mungkin Andrew yang disebutkan?

"Papa!" teriak Belle.

Marco mempercepat langkahnya setelah Belle tersenyum. Ketika sudah berada di depan Tiffany, dia mengambil alih putrinya yang tampak cantik mengenakan dress.

"Anak Papa cantik banget," ucap Marco. Dia melirik Tiffany yang juga terlihat luar biasa. "Kamu juga cantik, Tiff."

"Makasih, Marco." Tiffany menarik senyum. Dia menyentuh pundak laki-laki di sampingnya. "Mar, kenalin ini Andrew Aritomo Winata. Rekan bisnis aku."

Marco mengamati laki-laki berwajah rupawan itu. Jika boleh menebak, umurnya pasti sama dengan Tiffany. Tentu saja lebih dewasa darinya.

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Halo, saya Andrew. Salam kenal, Marco."

Marco menyambut uluran tangan itu dan tersenyum balik. "Ya, salam kenal."

Setelah cukup berjabat tangan, Marco menarik tangannya. Dia kembali mengamati kedekatan Tiffany dan Andrew yang terasa berbeda. Mungkinkah gosip yang didengar Jupiter benar?

"Aku pamit ke sana dulu ya, Tiff. See you later," pamit Andrew. Melihat Tiffany mengangguk kemudian dia melempar senyum kepada Marco sebelum akhirnya pergi berlalu.

"Andrew keliatannya baik," ucap Marco.

Belum sempat dijawab oleh Tiffany, Belle sudah menyela lebih dahulu. "Om Ndu memang baik, Pa. Belle dibeliin banyak boneka Barbie dan sepatu baru. Kemarin aja Belle pergi ke taman bermain sama Om Ndu dan Mama."

"Jadi kamu kencan sama Andrew?" tanya Marco tanpa basa-basi kepada Tiffany.

Tiffany menjawab santai. "Nggak. Aku sama Andrew cuma temenan aja. Kemarin kamu sibuk jadi aku minta Andrew temenin."

"Yakin?"

"Iya, Marco."

Marco tidak mau bertanya lebih jauh. Ada rasa kesal yang sulit dijelaskan muncul sampai membuatnya menjauhi Tiffany secara spontan. Marco mengajak putrinya berkeliling, meninggalkan Tiffany begitu saja.

"Om Ndu sebaik itu?" tanya Marco kepada putrinya.

Belle mengangguk. "Papa kenapa ninggalin Mama? Kasihan Mama."

"Mama mau ketemu temannya dulu jadi kita berdua aja. Belle mau makan apa? Atau, mau cicipin kue?"

"Belle mau kue!"

Marco berhasil mengalihkan putrinya. Dia tiba-tiba berpikir. Apa jangan-jangan Tiffany dan Andrew memang ada something? Ketika pertanyaan itu terngiang-ngiang di kepala, dia tidak sengaja melihat Tiffany menghampiri Andrew. Keduanya tertawa santai. Dia menjadi kesal.

"Pa?" panggil Belle. Diabaikan ayahnya, Belle menusuk-nusuk pelan pipi ayahnya. "Papa? Belle mau kue yang itu," katanya sembari menunjuk.

Marco tersentak. Dia mengalihkan pandangan menuju kue yang ditunjuk putrinya. Segera dia mengambilkan kue dan memegang piring supaya putrinya dapat leluasa mengambil kue yang telah diambil.

"Papa liatin apa? Kok liat ke sana mulu?" Belle bertanya sesaat menyadari ayahnya tidak memperhatikannya, malah melihat ke arah lain.

Untuk kedua kalinya Marco tersentak. Pandangan yang tak berhenti memperhatikan kedekatan Tiffany dan Andrew membuatnya tambah kesal. Dia memaksakan senyum dan mengabaikan pertanyaan Belle.

"Gimana, enak?" tanya Marco mengalihkan pembahasan.

"Enak, Pa. Ini Papa coba juga."

Marco melahap kue yang disuapi putrinya. Perasaannya menjadi tidak enak. Namun, dia tidak ingin menunjukkan di depan Belle. Terserah gosip itu benar atau tidak. Dia harus mengutamakan Belle dulu.

"Papa jangan khawatir." Belle tiba-tiba memeluk leher Marco dan mendaratkan kepalanya di pundak kokoh sang ayah. "Mama nggak suka sama Om Ndu."

"Oh, ya?" Marco mengusap kepala putrinya. "Kenapa Belle bisa bilang gitu?"

Belle menarik diri dan memasang wajah pura-pura marah. "Soalnya Belle bilang sama Om Ndu untuk jauhi Mama. Jadi nggak ada yang boleh sama Mama kecuali Papa." Di akhir kalimatnya, Belle menggembungkan pipi supaya kelihatan galak, tapi yang terjadi malah terlihat menggemaskan.

Marco tertawa kecil sambil mengacak-acak rambut putrinya. Dia menatap iris biru sang putri merasa bersyukur. Di kala hatinya tidak karuan, masih ada putrinya yang menghibur. "Makasih ya, Belle. Anak Papa hebat. Papa bangga punya pahlawan kecil kayak Belle."

👠👠👠

"Sialan!"

Umpatan kasar itu lolos dari mulut Marco setelah gagal memasukkan bola kecil ke dalam lubang yang jauh di sana. Marco sedang bermain golf bersama kedua sepupunya, Gavin dan Yudo. Di belakangnya ditemani asisten pribadinya.

Lulove merasa sial karena disuruh ikut. Selain karena dia benci panas-panasan dan melakukan hal tidak penting kayak begini—menunggu manusia semenyebalkan Marco—dia juga bertemu dengan Kara yang ternyata diajak oleh Gavin.

"Kalau ketauan kita nggak pacaran, mampus lo," bisik Kara pada Lulove.

"Makanya kita harus pura-pura mesra," balas Lulove pelan.

"Aduh, lagi kenapa sih lo bikin drama pacaran sama gue? Untung aja ya Pak Gavin bisa diajak kompromi, kalau nggak mampus deh. Takut ditaksir sama Marco?" tebak Kara.

"Bukan. Gue males dengerin gombalan menjijikan dia. Lo nggak tau aja tiap dia ngegombal udah kayak anak ABG. Norak banget."

Kara tertawa geli sambil menutup mulutnya, takut ketahuan menertawakan Marco meskipun posisi mereka berdua saja sudah cukup jauh dari Marco.

"Marco kan masih ABG. Umurnya belum tua-tua amat kayak kita," kata Kara. Tepat saat melihat Marco berbalik badan, dia berpura-pura mengusap kepala Lulove—yang mana membuat sahabatnya menatap aneh. "Pak Marco ke sini. Pura-pura senyum dong. Buruan belagak bego."

Lulove mengikuti instruksi Kara padanya. Dengan sengaja Lulove merapikan poni depan Kara yang tidak berantakan sama sekali. Mereka memasang senyum berpura-pura menatap penuh cinta.

Marco yang sudah berada di depan keduanya langsung berdeham seraya mengambil botol air minum. "Kalian nih ya, nggak tau tempat banget mau mesra-mesraan. Jangan bikin iri dong," semprot Marco.

Lulove menyenggol kaki Kara dengan kakinya. Dia memberi kode untuk berhenti. "Maaf, Pak. Namanya juga baru ketemu lagi. Kemarin-kemarin kami berdua sibuk jadinya susah ketemu."

Marco duduk sambil menghela napas. "Iya deh. Lanjutin aja. Asal jangan ciuman di depan muka saya."

Kara yang berada di belakang punggung Marco pura-pura muntah. Dia melihat Lulove dan menggambar garis miring di dahinya. Dengan isyarat bibir tanpa suara, Kara bertanya kepada Lulove, "He's okay? Kok ketus banget?"

Lulove mengedipkan mata meminta Kara diam. Dia mengambil minuman isotonik yang disediakan, lalu menyodorkan kepada Marco. "Diminum dulu, Pak. Mungkin Bapak perlu ini," katanya.

Marco menggeleng. "Saya butuh cinta nih, Lulopi."

Lulove mengangkat sebelah alisnya. "Mau saya carikan, Pak? Tetangga saya namanya Cinta Kasih."

"Jangan bercanda. Saya lagi serius ini, Lulopi."

"Saya sama seriusnya. Pak Marco mau cintanya siapa?"

Marco menoleh ke belakang dan mengedipkan mata genitnya kepada Kara. "Cintanya Kara bisa nggak? Berbagi sama saya gitu, Lulopi."

Lulove merangkul pundak Kara, berpura-pura menjadi pacar posesif demi meyakinkan Marco akan aktingnya. "Maaf, Pak. Cintanya Kara cuma buat saya seorang. Bapak boleh pilih cinta yang lain asal jangan pacar tercinta saya ini."

Marco kembali menghela napas berat. "Tau ah. Mood saya berantakan nih. Tiffany ngeselin banget," ceritanya tiba-tiba. "Pijatin saya deh, Lop."

"Apa yang dipijat, Pak?" tanya Lulove.

"Pundak saya lah. Masa bagian bawah."

Lulove menahan sabar. Kalau saja dia tidak sabar, dia sudah memukul kepala Marco. Beruntung saja dia masih termasuk asisten sabar dan tidak berani melakukan hal gila semacam itu. Dia segera menuruti permintaan Marco, memijat pundak kokohnya.

Gavin dan Yudo yang baru datang langsung geleng-geleng kepala. Mereka berdua ingin protes karena Marco kabur seenaknya sebelum permainan mereka selesai.

"Bisa-bisanya Markonah kabur dan minta dipijat sama Lulove," kata Yudo.

"Capek, Bro! Menang nggak, kalah mulu," sahut Marco.

"Tumben. Biasanya nggak gampang capek. Pasti mood lagi berantakan nih. Kenapa?" tanya Yudo penasaran.

"Tiffany," jawab Marco. Namun, dia tidak melanjutkan. Dia memejamkan mata merasakan nikmatnya dipijat sang asisten. "Lulopi, kamu jadi tukang pijat aja deh. Ini enak banget pijatannya."

"Iya, Pak. Niatnya begitu setelah udah nggak bekerja jadi asisten Pak Marco," balas Lulove santai, sukses menimbulkan tawa Gavin, Yudo dan Kara. Sementara Marco tak bersuara lagi.

"Kenapa sama Tiffany? Kalian berantem?" tanya Gavin ikut penasaran.

"Dia deket sama Andrew Winata. Ngomongnya rekan bisnis, tapi akrabnya beda," jawab Marco, masih dengan memejamkan mata.

Gavin tertawa pelan. "Haha... gue pikir apaan."

"Mereka temenan doang kali, Mar. Andai mereka pacaran, kenapa lo marah? Lo kan bukan suaminya lagi," timpal Yudo sekenanya.

"Susah deh punya sepupu nggak pengertian kayak kalian berdua." Marco mendengus kesal. Ingatan akan kejadian semalam semakin memperkeruh hatinya.

"Mar, kalau jodoh nggak akan ke mana," ucap Gavin.

Yudo menambahkan, "Itu benar. Lo dengar deh tuh petuah suhu kita yang bertahun-tahun nungguin mantan. Contoh Gavin yang berulang kali jatuh terus tetap bangkit ngejar idamannya."

"Gavin mah bego," ceplos Marco.

"Oke, lo bisa bilang bego sekarang. Tapi kalau nanti lo ketemu perempuan dan berhasil bikin lo galau, kalang kabut, bahkan nangis-nangis, gue orang pertama yang akan ketawain lo," kata Gavin mengingatkan.

Seketika itu Marco membuka mata. Dia memelototi Gavin yang hanya tertawa santai. "Sialan! Itu namanya nyumpahin! Kampret bener punya sepupu kayak lo. Diem-diem omongannya tersirat sumpah."

"Gue aminin. Gue mau liat Marco bertekuk lutut lagi karena perempuan," tambah Yudo.

Marco geleng-geleng kepala. "Kalian ya, demen banget lihat sultan kesusahan. Kali-kali berdoa ada perempuan yang tergila-gila sama gue dong. Masa gue mulu yang tergila-gila sampai beneran mau gila."

Gavin tertawa cukup keras. "Hahaha... ada tuh, banyak. Lo mungkin nyebut mereka boneka Barbie kesayangan lo. Belasan atau kayaknya puluhan."

"Sialan! Besok gue nggak mau main sama kalian ah. Lagi bete gini diledekin mulu. Makin bete," sungut Marco tambah kesal. Kemudian dia bangun. "Ayo, Lulopi. Temenin saya."

"Ke mana, Pak?"

"Pungutin sampah."

"Eh?"

"Ya, nggak lah. Kita pulang. Nanya lagi," cetus Marco.

"Ya elah... kalau hatinya nggak jelas gitu tuh, sok galak," ledek Yudo.

Marco berdiri dan menenteng beberapa keperluannya. "Gue pamit. Besok kita main lagi kalau mood udah kembali. Bye, Buciners sejati." Dan setelah berpamitan, dia melenggang pergi, yang kemudian diikuti Lulove dari belakang.

Yudo berteriak, "Bucin teriak bucin. Mantul, Mar!"

Marco tidak menjawab dan mengacungkan jari tengahnya tinggi-tinggi untuk kedua sepupunya.

👠👠👠

Jangan lupa vote dan komen kalian<3<3

Follow IG: anothermissjo

Marco versi unyu unyu :3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top