My Boss 6 - Astaga!?

May pov

Kuhembuskan nafas jengkel dan menatap boss rese di sebelah, rasanya ingin sekali 'ku gorok lehernya dan menyumbangkannya sebagai kurban idul adha. tapi sayang, idul adhanya masih lama.

"Ini kekecilan May, harusnya lebih besar,"

Pak. kubanting pisau dapur geram dan menatapnya sebal.

Habis sudah kesabaranku.

"Denger ya pak boss yang terhormat. saya kesini ingin masakin Ita bukan anda, jadi tolong jangan ikut campur!"

"Ita itu anak gua, kalau dia keracunan gimana?"

Pipiku mengembung sebal. apa dia bilang? keracunan? emang dia pikir aku mau bunuh Ita? kalau pun mau ngebunuh itu yang aku bunuh bukan Ita melainkan bapaknya.

"Denger ya pak! saya nggak ada cita-cita buat masuk kedalam penjara, jadi tolong pergi dari dapur!"

Dia memutar kedua bola matanya malas yang makin membuatku bernafsu untuk mencolok mata sipit-nya itu.

"Mama cepet dikit, Ita lapar."

Kepalaku menoleh kesamping melihat Ita yang cemberut dan Andre yang mengangkat kedua alisnya. salahkan papa resekmu ini Ta! kalau bukan karena dia, masakanku udah jadi sejam yang lalu!.

Kuhembuskan nafas panjang, menjauh darinya, duduk di sebelah Ita. mengacak rambut hitam legam-nya yang curly alami.

"Biar papa Ita aja yang masak, kan Ita denger sendiri tadi kalau papanya Ita takut kakak masukin racun di dalam makananya." kataku penuh penekanan dan melirik boss rese yang sedang menyincang Wortel dengan lihai.

Dengan berat hati Ita mengangguk. yaelah Ta kalau mau di masakin sama papanya sendiri kenapa harus nangis kejer nyuruh aku datang ke sini? tau gini mending aku tiduran di rumah, menikmati hari weekend!.

Kuhembuskan nafas kasar, bertopang dagu menatap Bagas yang lagi menyincang semua bahan dengan lihai.

Satu yang ada di kepalaku saat ini. wow. yah, aku akui dia cekatan di dalam dapur, dia nggak merasa kagok - kaku- atau apa, mengingat dia seorang CEO. aku masih bingung dengan mamanya Ita, dia itu meninggal atau pergi?? menurut rumor mamanya Ita pergi ninggalin Ita dan Bagas demi karirnya, sedangkan Andre kemaren bilang kalau mamanya Ita meninggal, yang bener yang mana?.

"Mulai terpesona sama kakak gua, May?!"

"Eh?"

Dengan spontan tangan yang tadi buat nyangga kepalaku jatuh dan menatap Andre bingung.

"Siapa yang mulai terpesona?"

Andre terkekeh mendengar perkataanku dan menatapku jenaka.

"Ya loe lah May, siapa lagi? masak gua? yang bener aja." jawabnya dan kembali terkekeh geli.

"Siapa yang bilang gua mulai terpesona, Ndre?"

"Loh nggak?"

Kepalaku menggeleng menjawab pertanyaan Andre.

"Masyaaaakk?"

Kuputar kedua bola mataku malas menjawab perkataan Andre "Iya. lagian dunia kebalik kalau gua sampai terpesona sama dia."

Lagi-lagi Andre terkekeh, merasa nggak percaya sama perkataanku.

"Gua yakin suatu saat nanti pasti loe akan jatuh cinta sama dia"

Kutatap mata Andre malas. aku nggak ngerti sama pemikiran Andre untuk saat ini, serius aku beneran nggak ngerti. diakan benci sama kakaknya, seharusnya kalau dia benci sama kakaknya nggak bicara seperti itu dong? aku sahabatnya gitu, seharusnya dia narik aku agar aku nggak jatuh cinta sama kakaknya bukan malah makin dorong aku... eh tunggu? makin dorong? kamu mikir apasih May? ya ampun sepertinya otakmu perlu di rukiyah deh. makin dorong? yang bener saja?!!. mungkin maksudku tadi mendorongku bukan makin dorong. ck.

"Mau taruhan?"

Keningku mengkerut mendengar perkataan Andre. Taruhan?.

"Kalo loe sampe jatuh cinta sama papanya Ita loe harus cium Zain di depan gua sama yang lain."

Mataku membelo mendengar omongan Andre. nyium? yang bener saja? no, no, big no.

"Kenapa natap gua gitu? nggak mau? kalo loe nggak mau berarti loe ngakuin kalo loe udah jatuh cinta sama dia?" kata Andre menunjuk Bagas dengan dagunya.

"Enak aja! nggak lah, gua mana mungkin jatuh cinta sama orang songong kayak dia"

Andre tersenyum culas mendengar perkataanku. oh for god sake, kenapa aku punya sahabat kayak Andre?.

"Gua telpon yang lain dulu ya buat jadi saksi"

Aku mendengus mendengar perkataan Andre, apalagi melihat kerlingan jail di matanya.

Dengan sebal aku meniup poniku dan memutar kedua bola mataku, melihat Andre sedang berbicara Via telpon melalui WA, sedangkan Ita menatap kami dengan kening mengkerut. oh Ita sayang kenapa kamu natap aku seperti itu?.

"Ayo ucapin janji loe," kata Andre menodongku dengan handphone keluaran terbaru -yang pastinya di Indonesia belum ada- 5 wajah sahabatku sudah terpampang nyata di depanku, mereka semua sedang tersenyum jail.

kuhela nafas jengkel sebelum berbicara "Gua, Maydha Safari Honopia berjanji, kalau gua melanggar perkataan gua tadi sama Andre, gua akan nyium Zain di depan kalian sampai kalian bilang berhenti."

Dan aku langsung bisa melihat kalau mereka terkik, begitu juga Andre yang tertawa, senang sekali mereka? ok, aku akan buktiin sama mereka kalau aku nggak akan pernah jatuh cinta sama boss rese'nya amit-amit itu.

Andre menarik handphonenya dan mematikan video call masih terkikik geli. oh ayolah Ndre jangan bikin moodku tambah buruk.

"Ini sayang, makanan kesukaan Ita."

Mataku menatap omelet di piring Ita, Andre dan dia. aku nggak di masakin gitu? dasar raja tega, kalau tau begini mendingan aku di rumah aja tadi, aku makin nyesel ngiyain perkataan Andre yang nyuruh aku untuk kesini hanya karena Ita menangis ingin aku masakin. oh ya tuhan!!!.

"Loh mama nggak di masakin sekalian pa?" tanya Ita menyadari kalau di depanku tidak ada piring, hanya ada gelas putih berisi air.

"Mama katanya lagi diet sayang,"

Wuapa?? sejak kapan aku bilang diet sama manusia bercula sepuluh kayak dia? ck, anak kecil udah di bohongin, dasar orang tua nggak berperi kebapak-an.

"Mama May makannya sama om Andre Ita, dia lagi diet."

Ini juga, ngapain ikut-ikutan bohong sih? sahabat macam apa itu? seharusnya dia mojokin laki-laki di sebelahnya itu.

"Aaaa,"

Dengan dongkol aku membuka mulut menerima suapan Andre dan mengunyahnya kasar. kalau aja dari tadi perutku gak bunyi, aku ogah nerima suapan dia. kunyahanku berubah menjadi lembut saat merasakan halusnya omelet ini, aku nggak pernah merasakan omelet sehalus ini, bahkan aku sendiri nyakin kalau aku nggak akan bisa membuat omelet selezat ini. masakannya benar-benar lezat, dia manusia apa robot sih? kok aku nggak bisa nemuin celah kekuranggannya kecuali sifat-nya yang bikin aku gondok setengah mampus.

"Enak nggak May?" tanya Andre kembali menyuapi.

Kepalaku mengangguk "not bad lah."

Andre terkikik dan menyodorkan gelas berisi air putih ke mulutku. aku berasa sakit kalau kayak gini.

"Ndre yang sakit Ita bukan gua,"

Andre kembali terkikik dan mengangguk "Gua tau princess," jawabnya mengacak rambutku, keningku makin mengkerut merasakan usapan tangan Andre di kepalaku, bukan maksud untuk berfikir neting -negative thinking- tapi entah kenapa firasatku mengatakan kalau Andre melakukan ini karena suatu hal. tapi apa?

Dering ponsel bernada lagu maroon 5, membuyarkan lamunanku, dengan segera kuambil handphone yang terletak di sebelahku dan mengangkatnya setelah tau siapa yang menelpone. Zain.

"Ha... eumh," sapaku sembari mengunyah, mataku melotot kearah Andre yang di jawab kikikan. sialan, udah tau lagi ngangkat telpon malah di sodorin mulu sama omelet.

"kenapa kamu kak?"

Dengan susah ku telen omelet itu di bantu air mineral "Nggak papa. kenap... pahh?" mataku kembali melotot kearah Andre yang langsung jejelin omelet ke mulutku tanpa perasaan, sedangkan orang yang jejelin lagi-lagi terkekeh gak berdosa.

Tanganku terjulur kearah bibir menutupinya dari jangkauan tangan jail Andre sembari mengunyah.

"Oh kirain kenapa. kakak bisa temenin aku kebunbin nggak hari ini? aku lagi males jalan sama temen-temen,"

Loe kira gua tour guide? bukannya menereriakan kata-kata itu yang keluar malah sebaliknya "Kebun binatang?"

"yo'a. mau nggak?"

Aku terdiam beberapa sesaat, kalau di fikir-fikir nggak ada ruginya lah, dari pada balik kerumah.

"Aku tunggu sekarang ya kak. dah kak."

Belum sempat mengucapkan protes sambungan telpon sudah terputus secara sepihak. dasar adik kurang ajar.

"Zainudin?"

Kepalaku mendongak menatap Andre dan terkekeh "Iya Zain Malik." jawabku membuatnya mengangguk dan tersenyum jail.

"Ita, mama harus pergi dulu, ketemu temen, bolehkan?" pamitku menatap Ita penuh harap.

"Kemana Ma?"

"Kebun Binatang, mau cari saudara om Andre yang hilang." kataku yang di jawab mata melotot, bukannya takut aku malah terkikik. ya unik aja melihat mata sipit Andre di buat belo, nggak ada serem-seremnya, yang ada malah terlihat lucu.

"Saudara om Andre??"

Kutepuk keningku ringan, ya ampun! Ita kan polos banget, dia mana tau kalau aku lagi bercanda, dia pasti ngira kalau perkataan konyol-ku tadi serius.

"Nggak Ita. tadi mama bercanda kok. mau kekebun binatang, jalan-jalan sama temen mama, boleh kan Ita? lagian papanya Ita-kan ada di rumah."

Ita menatapku lama sembari mengunyah "Ita ikut ya Ma?"

Keningku mengkerut mendengar perkataan Ita, ikut? dia kan lagi sakit.

Tanganku terjulur keatas dahinya mengecek suhu badan tubuh Ita, masih panas sih tapi nggak sepanas tadi subuh.

"Ita izin dulu sama papa-nya Ita boleh nggak," kataku mengelus pipi chabynya.

Ita menatap papanya yang sedang berselancar di dunia-nya, Tablet berada di tangan Kiri sedang kan tangan kanan mengambil Omelet dan sesekali menyentuh layar. dasar warkoholic.

"Papa," panggil Ita tapi nggak ada respon.

"pap---"

"Ita, papa nggak bisa nemenin kamu hari ini, kamu sama om Andre yah, papa ada urusan di luar bentar," kata Bagas memotong perkataan Ita, mencium pipi chaby Ita kemudian melenggang pergi menuju kamar. menurut prediksiku dia mengganti baju kasual-nya dengan kemeja.

Kutatap Ita yang menunduk sedih, garpu dan sendok yang tadi ada di tangannya di letakkan begitu saja. apa dia nggak bisa menunggu kata-kata anaknya kelar dulu baru dia bicara? sebenernya yang penting itu anak-nya atau perusahaan? ingin sekali aku menggedor pintu kamar Bagas dan meneriaki makian yang ada di kepalaku saat ini. tapi aku nggak melakukannya, kenapa? karena aku melihat Ita sudah meneteskan air mata di pipinya.

Mataku menatap Andre minta pendapat yang di jawab anggukan.

Dengan pelan, aku mengelus rambut Ita, membuat Ita mendongak dan menatapku sendu.

"Abisin makananya sayang, baru ikut kakak ke kebun binatang ya," kataku mengusap air mata di pipinya.

Dengan semangat Ita mengangguk, kembali memakan omelet-nya. kuhembuskan nafas lega melihat Ita berhenti menangis.

"Dia emang warkoholic May, Ita sering di titipin ke rumah mama atau bisa di bilang Ita jarang nginjekin kaki di apartement saat matanya terbuka. loe taulah maksud gua."

Aku tersenyum tipis mendengar perkataan Andre. yah aku nggak kaget denger itu, Bagas kan sering lembur ah salah, dia selalu lembur, emangnya harta lebih penting ya dari anak? anak kan segalanya dari apapun. sebenarnya yang ada di kepala orang itu apa sih? sampe tega ninggalin anak-nya demi pekerjaan.

Kepalaku menoleh kesamping kearah Bagas yang sudah rapi dengan setelan kerjanya, langkahnya berbelok ke dapur, berdiri di sebelah Ita, mengecup pipi chabby anak-nya.

"Papa berangkat ya sayang," pamitnya mengacak rambut Ita dan pergi gitu aja tanpa bicara sepatah katapun dengan Andre. dia emang manusia ternyebellin sepanjang masa. kok bisa Andre punya kakak kayak gitu? kakak adopsi kali ya?.

.

Aku terus mendial nomor Zein sembari menggendong Ita. dalam hatiku terus menggerutu sama sifat bocah tengik satu itu. dia yang ngajakin ketemuan eh dianya yang ngeret. ya tuhan Zeiin minta aku gantung di monas kali, dan sekarang aku berasa ABG labil, mood-ku kayak rooler cooster, tadi marah-marah sampai ke ubun-ubun, terus merasa kasian, sebel, dan sekarang semakin sebel. oh Zein kau menjengkelkan.

"Maaf banget tel... loh??? dia anak siapa?"

Aku mendengus sebal mendengar perkataan Zein "Anak gua. loe tuh ya, bisa nggak sih nggak usah bikin gua gedeg?!" makiku menjitak kepala Zein yang di jawab aduhan dari bibir-nya.

"Sory-sory, Jakarta macet,"

"Basi Zein. cari alasan lain napa? lagian Jakarta apa pernah nggak pernah nggak macet?" semburku yang membuatnya terkekeh. aku rasa otak anak ini sudah menggeser ke belakang, orang di marahin bukannya takut malah tertawa geli gitu.

"Kamu itu kayak istri yang nungguin suaminya pulang terlambat,"

Aku sukses melongo mendengar perkataan Zein. sekarang aku yakin kalau otaknya nggak cuman geser, tapi udah pindah ke dengkul. astaga Zeiiin!!.

"Serah loe ah." jawabku pasrah, menatap Ita yang menatap Zein bingung, tangannya mengalun di leherku keuat, seolah takut kehilangan jika dia mengendurkan pelukan tangannya di leherku.

"Sayang kenalin, ini om Zein, Zein dia anak bos gua namanya Ita,"

Ita menatap Zein waspada yang membuatku terkekeh gemes, ya ampun Ita, kamu bener-bener moodboosterku.

"Kok dia bisa sama kamu?"

"one somthink's,"

kepala Zein mengangguk dan tersenyum manis "Halo sayang. nama om Zein, om nggak jahat kok, nggak gigit," kata Zein mengulurkan tangan.

Cukup lama Ita memandangi uluran tangan Zein sampai ia memilih menyambutnya masih dengan muka was-was.

"Muka loe kayak teroris sih makanya dia takut."celaku terkekeh. Zein memberengut sebel dan itu malah membuat Ita tertawa.

"Iih om lucu, kayak bayi kalo lagi cemberut,"

Aku semakin tergelak mendengar perkataan Ita "Dia emang bayi sayang, bayi gorila lebih tepatnya." dan meledaklah tawaku sama Ita, sedangkan Zein semakin bersungut-sungut.

"Sayang sama Om Zein aja, jangan sama dia, nanti ketular Virus Tetelo," kata Zein mengambil Ita dari gendonganku dan berjalan cepat sebelum aku berteriak protes akan ucapannya.

"Loe kira gua unggas yang terkena virus mematikan itu Zeiiiinnn?!" teriakku sebal dan menghentakkan kaki, nggak perduli tatapan orang-orang yang memandangku aneh. Zein sialan!!.

Virus Tetelo itu Virus yang menyerang bangsa unggas terutama ayam penyebabnya adalah new castledisease virus (NCDV). Ayam yang terjangkit penyakit ini harus di musnahkan karena dapat bertindak sebagai sumber pencemaran dan penular diikuti oleh gangguan syaraf serta diare. dasar adik durhaka!! masak nyamain aku sama unggas. awas saja dia!.

.

Aku masih memanyunkan bibirku gak perduli Ita dan Zein yang sedang berdebat mengenai angsa. aku berasa orang asing di lingkungan mereka berdua.

Jujur aku sedikit kagum dengan sifat dewasanya Zein yang nggak pernah aku liat sebelumnya, aku berasa nggak kenal Zein yang ini. dia terlihat jauh lebih masculin dari pada biasanya. bahkan sejak tadi selalu ada wanita yang menatap Zein kagum dengan terang-terangan, ada pula yang menggoda Zein meski di sebelah wanita itu ada laki-laki. contohnya ya saat ini.

Mataku nggak pernah lepas melihat keganjenan wanita di sebrang Zein yang nggak di gubris sama sekali, sedangkan pria di sebelah wanita itu menatap Zein nyalang, seolah Zein merebut mainannya.

Tanpa sadar aku terkekeh melihat tingkah mereka, sungguh aku merasa kasihan sama kedua mahluk di sebelah Zein saat ini, ternyata adiku sudah tumbuh dewasa ya? ya jelas saja sudah tumbuh dewasa dia kan sudah SMA, papa saja yang lebay menganggap Zein masih 7 tahun.

Zein menoleh kebelakang menatapku yang sedang terkikik geli. sepertinya aku salah, Zein bukannya nggak perduli tapi mencoba nggak perduli, aku semakin terkikik melihat raut frustasi Zein saat ini, dua cewek yang nemplok di sebelahnya dan dua cowok yang menatapnya siap melayangkan tinju. ya ampun Zein, nasibmu. hahaha.

Aku beneran berasa ABG labil, tadi bersungut-sungut sekarang terkekeuh geli. ya ampun May!! ingat umur wooy.

"Bisa nggak sih kalian nggak usah ganggu gua?" bentak Zein membuatku berhenti terkikik dan menatap Zein yang terlihat sedang menahan emosi. "kalo istri gua salah paham gimana hah? jangan kecentilan jadi cewek!"

Keningku mengkerut mendengar perkataan Zein. Istri? siapa? kepalaku menoleh kekanan, kekiri dan belakang, mencoba mencari cewek yang di maksud Zein.

"Kamu ngapain di belakang? seneng lihat aku di goda?"

Eh? mataku menatap Zein bingung. dia bicara sama siapa? kenapa tanganku dia tarik?.

"Di sini saja."

Aku masih bingung sama keadaan ini yang membuatku diam saja ketika Zein melingkarkan tangannya ke pinggangku, mencium pipiku sekilas. sungguh aku masih bingung saat ini.

Oh May kenapa otakmu harus tertinggal di saat begini? kenapa loadingnya lemot banget? otak oh otak kenapa di saat begini kamu harus tertinggal?.

"Aku mau di gendong mama," nyawaku kembali saat mendengar kata Ita.

Dengan lembut ku ambil Ita dari gendongan Zein di temani tatapan membunuh dari kedua wanita tadi.

Zein, kalo mau nyelametin diri dari cabe-cabean itu jangan gunain aku sebagai kuncinya?!

Aku mendesah pasrah mencoba mengabaikan tatapan membunuh dari kedua cabe-cabean di sampingku dan di samping Zein.

Aku tersenyum menanggapi perkataan Ita yang sesekali menyangkut pautkan aku kedalam obrolan mereka yang masih seputar angsa.

"Papa aku mau naik angsa,"

Mataku membelo mendengar perkataan Ita. Papa? Ita manggil Zein Papa?? demi apa?.

"Ok princess, kita kesana naik Angsa yang gede," jawab Zein berjalan, tangannya masih melingkar di pinggangku. ku hembuskan nafas pasrah. yasudahlah terima saja kalau nanti pas pulang di kulitin sama tuh dua cewek kecentilan di belakang. terima nasib aja.

.

Setelah sampai di tempat yang di maksud sama Zein, Zein langsung memesan 1 angsa buat kita bertiga yang seharusnya 2 orang, sedangkan ke empat orang itu masih stay ngikutin Zein, eumm lebih tepatnya 2 cewek ngikutin Zein 2 cowok ngintilin ceweknya.

"Ita sama papa ya?" tawar Zein yang sudah lebih dulu duduk di angsa.

Ita mengangguk dengan ceria dan duduk di pangkuan Zein, aku ikut duduk di sebelah Zein dan memulai mengayuh angsa-angsaan ini.

Ita terlihat sangat menikmati permainan ini, terbukti dengan matanya yang berbinar-binar, melihat Ita yang seperti itu mampu membuatku tersenyum manis.

"Ini pertama kalinya Ita kesini," kata Ita memandangku dan Zein bergiliran.

Keningku mengkerut mendengar perkataan Ita, kebun binatang ini kan nggak jauh dari rumah Ita, masak Bagas nggak pernah ngajakin Ita kesini?

"Memangnya Ita nggak pernah kesini sama papa Ita?"

Kepalaku menoleh kesamping menatap Zein yang sedang menatap Ita.

Kepala Ita menggeleng sedih "Papa sibuk, papa nggak pernah main sama Ita, papa lebih sayang sama perusahaannya ketimbang Ita"

Aku dan Zein saling pandang dengan pandangan yang sama, kaget akan cerita Ita.

Dia benar warkoholic sejati. masak anak-nya di telantarin kayak gitu?

"Sudah jangan sedih Ita sayang, besok-besok kesini lagi ya sama mama May dan papa Zein. Mau?"

Ita menatap Zein berbinar dan mengangguk, aku tersenyum manis melihat keakraban dua manusia di sebelahku, tanganku menjulur kearah kepala Ita mengacak-nya sayang.

"Jangan sedih lagi ya Princess? kan di sini ada mama dan papa Ita," entah kenapa aku berbicara seperti itu, yang ada di fikiranku hanya nggak ingin melihat Ita sedih. udah itu aja, nggak ada maksud lain.

Ita terus saja berceloteh mengenai sekolahnya, sepertinya Ita sudah sembuh, melihat Ita yang aktif menggerakkan mulutnya dan sesekali ada saliva yang keluar dari bibir mungil itu dan Zein selalu mengusapnya, menikmati setiap kata yang keluar dari bibir mungil itu. aku sebagai penonton melihat kedekatan kedua orang itu merasa bahagia, dan untuk pertama kalinya aku kagum sama Zein, laki-laki menyebalkan itu kini berubah menjadi laki-laki penyayang, siapapun yang berjodoh dengan Zein pasti gadis itu sangat beruntung.

.

"Makasih ya Zein," kataku tersenyum manis saat Zein baru saja menutup pintu sebelah kemudi, meletakkan Ita hati-hati yang sedang tertidur kelelahan.

"Sama-sama. lagian harusnya yang ngucapin makasih itu aku bukan kamu, makasih udah nggak bikin hariku boring."

Aku terkekeh mendengar perkataannya.

"Loe hebat Zein, udah pantes jadi ayah," dan tawa kami pecah di keheningan malam. mataku melirik ke belakang Zein di mana keempat orang itu masih stay "kayaknya loe punya fans Zein," kataku menunjuk keempat orang itu dengan dagu.

Zein terkekeh dan mengacak rambut panjangku.

"Cepet pulang yah, jangan kelamaan di sana."

Aku terkekeh dan mencubit pipi Zein "Iya big booss... adduhhh," seruku sembari mengucek mata yang seperti kemasukan sesuatu.

"Jangan di kucek," printah Zein menarik tanganku.

"Aduh Zein. ganjel ini," kataku mencoba menarik kedua tanganku dari genggamanya.

"Aku tiupin?"

Aku mengangguk mendengar tawaran Zein.

Mataku mengerjap beberapa kali setelah di tiupin, mencoba untuk membukanya meski rasa ganjel masih terasa.

"Masih ganjel Zein, iih."protes berniat untuk mengucek mata kembali tapi tertahan merasakan bibir Zein mengecup kedua mataku.

"ZEIIINNN!!" teriakku sesaat tersadar dari keterpakuan, sedangkan orang itu tertawa terbahak dan berjalan kearah montorya. aku masih bete sama manusia itu. Zein tetep Zein, nggak bakal bisa berubah.

"AKU TUNGGU DI RUMAH YA HONEY. BYE." teriak Zein di sela deru mesin motornya dan melenggang pergi.

Ingin sekali aku ngambil batu dan melempar kearah Zein, nggak perduli Zein bakal jatuh atau nggak. tapi sayang itu hanya niatan, nyatanya aku masih berdiri di sebelah mobil menatap kepergian Zein dengan pandangan sebal.

"Zein tetep Zein." gerutuk,u berjalan mengelilingi mobil, duduk di kemudi dan mulai melajukan mobil ke jalan Raya, meninggalkan parkiran kebun binatang.

Selama perjalanan perkataan Ita masih terus mengingan di kepalaku 'Papa sibuk, papa nggak pernah main sama Ita, papa lebih sayang sama perusahaannya ketimbang Ita' dadaku berdenyut nyeri setiap kali kata-kata Ita itu terngiang di kepalaku, seolah mengingatkan aku bahwa aku lebih beruntung dari Ita, meski aku hanya anak adopsi tapi dulu papa dan mama menyangiku selayaknya anak mereka, cuman semenjak Zein lahir kasih sayang mereka berkurang, tapi aku masih mendapat kasih sayang dari mereka melalui Bunda.

Kuhela nafas panjang, memakirkan mobil-ku di parkiran apartement.

Dengan hati-hati aku menggendong Ita dan menutup pintu mobil pelan.

.

Kupencet bel apartement satu kali menunggu Andre keluar membukakan pintu untuk ku.

Kakiku sudah siap melangkah namun terhenti saat melihat sebuah kaki menghalangi niatanku, kuangkat kepalaku menatap seseorang di ambang pintu apartement.

Nafasku tercekat di tenggorokan dan mataku membelo. ini jam berapa? kok dia sudah pulang?.

Tubuhnya bergeser sedikit menyisikan cela untukku masuk. Andre kemana? kok bukan dia yang bukain pintu?.

Dengan hati-hati, aku menaruh Ita di ranjangnya, melihat wajah damai Ita membuat sesuatu dalam hatiku berdesir hangat.

"Good night princess," kataku mencium kening Ita menyelimutinya sampai leher, sekali lagi kutatap wajah damai Ita baru berjalan keluar dari kamar Ita.

Tanpa menggubris keberadaan boss-ku, aku masih melangkahkan kaki menuju pintu sampai sebuah tangan menyeret tanganku untuk masuk kedalam salah satu ruangan, ruangan yang aku yakini kamar tidurnya.

"Bukannya loe tau kalo Ita lagi sakit?" katanya dingin, melepaskan tangannya dari pergelengan tanganku dengan kasar.

"Gua tau."

"Kalo tau kenapa loe ajak Ita jalan-jalan sampai malam?"

Aku mendengus geli mendengar perkataanya.

"Kenapa? loe nggak suka? emangnya loe masih perhatian sama anak loe?"

Matanya membulat menatapku marah. mudah sekali dia terpancing emosi.

"Ya jelas gua nggak suka. Ita lagi sakit, di butuh istirahat penuh, bukan malah jalan-jalan sampai malam, kalo loe sayang sama Ita seharusnya loe tau itu kan?"

Tanganku terkepal di kedua sisi tubuhku.

"Loe tau apa soal Ita? loe hanya tau cara mencari uang kan? Ita sakit gara-gara siapa, hah?! loe. dia sakit karena loe selalu ninggalin dia sendiri. kalo loe masih ngerasa jadi bapaknya, seharusnya di hari weekend loe ngajak dia jalan bukan malah ninggalin dia, kalo loe masih nganggep diri loe bapak-nya seharusnya loe lebih mentingin anak-loe dari pada perusahaan. kalo loe masih...."

"TAU APA LOE HAH?!!"

Aku tertawa sinis mendengar teriakannya "Gua tau apa yang loe nggak tau."

"Nggak usah sok merasa tau tentang anak gua. yang tau dia itu gua, bukan loe. jadi lo..."

"Apa? nggak usah ikut campur? kalo loe tau Ita melebihi gua, gua tanya sama loe. siapa temen Ita di Tk? siapa guru yang di sayangi Ita di sekolahnya? apa keinginan Ita? loe tau? nggak kan? dan sekarang loe mau bilang gua nggak usah ikut campur? loe tau? loe orang tua terbodoh dan ter-egois di dunia ini." kataku memotong perkataannya, menatapnya sengit.

Kedua tangannya sudah terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya. "Loe nggak usah merasa perfect, tapi nayatanya loe nggak perfect. Ita itu hanya butuh kasih sayang bukan harta, dia udah kehilangan nyokapnya apa loe juga mau Ita kehilangan figur papanya? loe nggak sendirian di dunia ini Bagas. loe punya Ita, anak loe, dia butuh kasih sayang loe Gas, bukan materi, dia ing..."

"Cukup!!"

"Kenapa? kenapa loe bilang cukup? loe nggak suka gua ceramahi? loe nggak mau di ceramahi sama bawahan loe? picik tau nggak loe. manusia itu---"

"Gua bilang cukup ya cukup. loe ngerti nggak sih?"

"Nggak. gua nggak akan cukup sebelum gua ngeluarin uneg-uneg gua keluar. loe jangan merasa sok Bagas. kadang kala loe harus dengerin omongan orang lain bukan hanya orang lain yang harus dengerin loe ngomong--- AAA,"teriakku terjatuh kekasur atas ulah Bagas. ya di menindihku karena aku terus bicara nggak menuruti perintahnya untuk diam.

"ASTAGA!!!"

Kepalaku menatap keluar kamar di mana dua wanita sedang menutup kedua mulutnya, menatap kami shock. aku kembali menatap bagas dan baru menyadari kenapa mereka shock. dengan spontan aku mendorong tubuh Bagas membuatnya terjungkal kelantai.

"Awwww!"

Dan sekarang aku ingin mati, di tatap ke tiga orang dengan pandangan berbeda. oh ya tuhaaannn!!!! apa yang harus aku lakukan??




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top