My Boss 19- Resign atau Cerai?
Kudorong pintu ruangan Bagas kasar mencari keberadaan Bagas dan si cabe, kepalaku menoleh ke kiri lebih tepatnya kearah sofa di ruangan ini dan berjalan kesana, tanganku terkepal kuat melihat wajah si Cabe tanpa ada bersalah sedikitpun.
"May---"
Plaaaakkkk
Tanganku sukses mendarat di pipi si Cabe membuat pipinya berwarna kemerahan atas ulahku, si Cabe menatapku bengis dan menampar pipiku sangat kasar lebih kasar dari tamparanku tadi.
Amarahku semakin meluap merasakan rasa perih di pipiku, dengan kasar kujambak rambutnya dan mendorongnya jatuh ke sofa, tubuhku siap untuk menubruknya tapi sebuah tangan menghalangi niatanku dan mendorongku kasar sampai jatuh kelantai dengan keras.
Aku tersenyum melihat Bagas yang berdiri menjulang di hadapanku, bukan senyuman manis atau senyuman sinis, tapi senyuman terluka dan kecewa, mataku berkabut dalam hitungan detik air yang kerap hadir di hidupku akhir-akhir ini kembali tumpah, tumpah karena orang yang sama dan akan selalu sama.
Aku berdari dari dudukku menatap Bagas kecewa "Loe belain dia Gas?"tanyaku lirih penuh dengan kecewa. kedua tanganku terkepal kuat penuh dengan amarah.
"Iya, gua belain dia, kenapa? nggak suka? lihat kelakuan loe yang kayak gini makin bikin gua percaya sama perkataannya."
Jantungku seakan lepas dari tempatnya, kali ini apalagi yang di ucapin wanita itu? apalagi?.
"Maksud loe apa Gas?"tanya suara dari arah pintu, kepalaku menoleh kesana melihat Andre yang sedang menggandeng Ita, sepertinya mereka baru pulang.
Langkahku berjalan kearah Andre mengamit lengan laki-laki itu "Nggak apa-apa kok Ndre, bukan apa-apa, nggak usah di urusin, ayok pergi!!"kataku mencoba bernegosiasi sama Andre, Andre menaikkan alisnya menatapku nggak suka. maaf Ndre, tapi aku nggak bisa ngejurumusin kamu kedalam masalah ini. "ayok Ndre"sambungku mencoba mengabaikan tatapan Andre dan menarik lengannya sedangkan dia masih berdiri di tempatnya.
Kepalaku menoleh menatap Andre penuh permohonan, Andre mendesah kesal dan pasrah mengikuti kemauannku, tanganku menarik gagang pintu membukanya sedikit.
"Kalo loe punya affair sama istri gua."
Deg.
Seharusnya aku sudah terbiasa dengan perasaan ini tapi kenapa rasanya masih saja sakit?.
"Maksud loe apa Gas? May punya affair sama gua? loe punya otak gak sih sebenernya? kalo May punya affair sama gua, gua nggak akan biarin loe nikah sama dia, orang bilang loe genius, tapi mana?"tanya Andre tersulut emosi.
Kueratkan ngamitanku di lengan Andre "Udah Ndre, di sini ada Ita, dia masih kecil, mendingan loe bawa pergi Ita Ndre, gua nggak mau dia liat hal yang nggak seharusnya."kataku serak, air mataku semakin tumpah seakan nggak mau berhenti.
Andre menolehkan kepalanya kearahku menatapku dengan pandangan yang aku nggak aku ngerti sama sekali arti pandangan itu, kugenggam tangan Andre menatapnya penuh permohonan.
"Ya siapa tau kalau loe punya rencana busuk di balik pernikahan ini?!"air mataku semakin tumpah, kepalaku menoleh kearah Bagas menatap peria itu terluka, seterluka-terlukanya. dia benar-benar keterlaluan, kalau dia nggak percaya sama aku itu wajar, tapi ini Andre, Andre, adik kandungnya.
"Maksud loe apa Gas?"tanya Andre dingin, nada yang belum pernah aku denger sebelumnya.
"Andre please, udah."mohonku yang tak di gubris sama peria itu.
"Dulu gua ngerebut Gladys dari loe, siapa tau kalau loe masih punya dendem sama gua karena hal itu? nggak ada yang tau Ndre"
Kepalaku menoleh kearah Bagas sengit. apa tadi dia bilang? dia benar-benar gila. kenapa aku bisa nikah sama orang yang kayak gitu?
"Gua nggak nyangka loe segitunya benci sama Andre, Gas, dia adik loe, loe nggak berhak ngatain dia kayak gitu Gas!"kataku menatapnya sengit. tega banget dia ngatain Andre kayak gitu? dia kakaknya bukan sih?
"Kenapa--? ah gua tau sekarang, loe selalu ngebelain simpenan loe karena loe cinta sama dia, dan loe juga nggak mau tidur sama gua karena loe takut loe udah kepake sama dia kan?"
Entah untuk keberapa kali hatiku seakan di remas-remas. air mataku tumpah semakin banyak, mataku terpejam mencoba nggak terpancing emosi sama kata-katanya.
BUUGGHHH, BUUGGHH, BUUGGHH
"Papa!!"
Mataku terbuka lebar mendengar suara bogeman di ikuti lengkingan Ita dan terbelalak nggak percaya sama apa yang di lakuIn Andre.
"Papa!!! Om Andre lepasin Papa om, kasian papa!!"
Mataku beralih kearah Ita yang mencoba memisahkan kedua laki-laki itu, langkahku terbuka lebar menarik Ita untuk menjauh dari sana, mataku melirik Tanti yang sedang tersenyum sinis menatap kedua peria ini sedang berantem tanpa ada niatan untuk memisahkan.
"Om Andre!! mama lepasin Ita, lepas ma lepas!!"protes Ita mencoba melepaskan tubuhnya dari pelukanku, aku hanya diam dan semakin mengeratkan pelukanku membiarkan Ita menangis di dadaku.
Kini bukan Andre yang ada di atas tapi Bagas, aku ingin menyelamatkan Andre tapi bagaimana dengan Ita? aku nggak bisa ngelepasin Ita, tangisku semakin pecah mendengar Ita memanggil nama Andre dengan tangisannya, bahkan isakanku lolos begitu saja dari bibirku.
"Cukup!! cukup mama bilang cukup!!"teriakan melengking berasal dari arah pintu, teriakan yang aku hafal siapa pemilik suara, teriakan yang berhasil menghentikan aksi kedua pria itu.
.
Kuhapus air mataku dan mencoba meredakan isakanku yang tadi keluar, Ita masih menangis dan melukku erat, aku tau dia shok sama apa yang terjadi sekarang, seharusnya aku nggak melakukan tindakan seperti tadi, kalau aku nggak jambak rambut cewek gila itu ini semua nggak akan terjadi.
"Kalian ini sudah dewasa tapi kelakuan masih kekanakan, liat ulah kalian, mereka berdua masih menangis seperti itu,"Kata mama Ningsih terdengar menahan emosi "Bagas. mama sudah bilang sama kamu, jangan pernah membuat cucu dan menantu Mama menangis, tapi apa yang kamu lakukan sekarang? kamu lagi dan lagi membuat mereka menangis, kalau kamu nggak bisa membahagiakan mereka seharusnya bilang sama mama, kalau kamu bilang mama nggak akan nikahin kamu sama May!!"
Dan air mataku kembali jatuh, kakiku rasanya lemas tapi aku masih berusaha sekuat mungkin untuk berdiri, aku nggak mau di pandang rendah sama Bagas, meski dari sudut pandangnya kalau aku terlihat murahan. pukulan talak untuk hatiku
"Ma---"
"Apa? mama sudah susah payah membujuk bundanya agar ngelerain May dengan jaminan dia akan bahagia tapi apa yang kamu perbuat Bagas? kamu kembali membuatnya menangis. sudah berapa kali kamu membuatnya menangis? berapa kali mama tanya?"
Kuhela nafas panjang dan menatap luar jendela saat Bagas melirikku. aku nggak bisa terus-terusan kayak gini, aku nggak mau terus merasakan rasa sakit ini.
"Sebuah hubungan di dasari dari kepercayaan, kalau loe nggak bisa percaya sama gua mendingan kita udahan, gua nggak bisa sama cowok yang hanya bisa nyakitin dan nggak percaya sama gua."Kataku lirih menatapnya sayu. matanya terbelalak mendengar perkataanku. "bye"sambungku dan melangkah pergi dari ruangannya tak memperdulikan teriakan Bagas yang memanggil namaku.
Kutekan pintu lift dan masuk kedalam, sebelum pintu lift benar-benar tertutup aku melihat Bagas berlari kerahku. pelukan Ita semakin kencang di leherku, daguku bertumpu di pundak Ita mencoba menjernihkan fikiranku.
Konyol. aku baru nikah sehari dan sudah minta gugatan cerai, permainan yang paling konyol di sejarah hidupku.
"Jangan tinggalin Ita Ma!"pinta Ita masih dengan tangisnya.
Aku hanya diam dan mengelus punggung Ita sebagai jawaban. maafin Mama sayang, mama nggak bisa nempatin janji mama, maaf dan maaf, tapi mama Janji mama nggak akan ninggalin Ita.
Pintu lift terbuka di lobby yang sedikit lenggang, kuayunkan kakiku keluar lift tak memperdulikan tatapan para karyawan yang menatapku dengan pandangan kepo, terlebih Ita yang menangis di pelukanku. tanganku terulur keatas menghapus air mata yang kembali tumpah.
Langkahku berhenti saat tanganku di genggam erat sama seseorang, kepalaku menoleh kebelakang. apalagi yang mau di lakukan sekarang?
"Hah... hah... hah... ma... afhhh"
Aku hanya menatapnya datar dan menyentakkan tanganku dari genggamannya meski dia terus kembali menggenggamnya erat.
"May..."
Duuuggghh.
"Awww!!"
Dengan cepat aku berjalan menjauhinya yang sedang berjongkok akibat tendanganku di adek juniornya. maaf? setelah apa yang tadi dia lakuin dan omongin dia baru meminta maaf? dia kira gampang memaafkan orang yang seperti dia? nggak. aku nggak akan pernah memaafkannya, ini bukan karena harga diriku yang dia injek-injek tapi ini kepercayaan, segitu dangkalnya dia percaya sama orang yang nggak patut di percayai.
Tak kuperdulikan teriakannya memanggil namaku aku terus melangkah kedepan dengan lebar, langit yang tadi terlihat cerah ceria kini nampak mendung seperti hatiku saat ini, angin yang sedikit kencang menerpa tubuhku dan Ita, mengombang-ambingkan rambut kami.
Tanganku terulur kedepan menyetop taxi yang kebetulan lewat dan masuk kedalam.
"Apartement Star"kataku singkat yang di jawab anggukan mengerti oleh pak supir dan mulai melajukan taxinya, tubuhku bersender di jok mencoba memejamkan mata, mencoba menghilangkan perkataan Bagas yang seperti belati tak kasat mata.
.
.
Matahari sudah menyingsing di gantikan bulan dan bintang menerangi malam yang gelap, sejak tadi suara gaduh di apartement ini belum berhenti, suara gaduh yang berasal dari Mama Ningsih, kak Carla dan entah siapa lagi, aku nggak tau, suara gaduh yang terdengar sejak 1 jam lalu, lebih tepatnya sejak jam 9 lalu.
"May buka pintunya!!"
Aku hanya diam tak menyahut permintaan Bagas, rasa pening di kepalaku semakin menjadi-jadi di tambah gedoran di pintu, aku hanya bisa berharap kalau Ita nggak akan kebangun atas suara di luar.
"Mangkanya jadi orang jangan murahan."
Aku tersenyum sinis mendengar perkataan Andre, sepertinya laki-laki itu masih tersulut emosi atas perkataan kakaknya.
"Andre sudah dong, kan tadi siang sudah jelas semua, jangan kayak anak kecil ah dek."suara lembut dan geram itu berasal dari kak Carla. entah apa tanggapan Andre kali ini.
"May!!"
Kusibakkan selimut di tubuhku dan berjalan lelah kearah pintu, memutar kunci, memutar knop pintu membukanya sedikit, helaan nafas lega keluar dari hidung, bibirnya tertarik keatas, sedangkan aku menatapnya datar.
"Mana?"tanyaku sembari menyodorkan tangan kearahnya.
Keningnya berkerut mendengar perkataanku, aku menghela nafas lelah dan menatapnya dingin, mencoba meredam semua emosi yang aku punya "Surat perceraiannya mana?"
Seketika suasana menjadi hening, mataku melirik kearah dapur dan ruang Tv melihat ekspresi orang yang ada di sana, shok, kecewa dan datar, ekspresi datar sudah di pastikan dari wajah Bagas.
Dia mengatupkan rahangnya dan menarik tanganku membawanya kearah kamar, sedangkan aku hanya diam saja, tenagaku sudah terkuras habis akibat menangis tanpa henti selama berjam-jam, entah apa yang aku tangisin, aku hanya ingin meredamkan rasa sesak di hatiku.
Tubuhku di banting ke bad cover kasar di ikuti pintu yang berdebum kencang tak lupa dia membuang kuncinya kesembarang arah, aku hanya bisa menghela nafas pasrah, ya aku pasrah, dia mau membunuhku saat ini juga aku nggak perduli.
"Bagas jangan macem-macem kamu!!"teriakan mama Ningsih di ikuti gedoran di pintu tak di perdulikan laki-laki itu.
Bagas malah merogoh sakunya mengambil handphone dan seketika telepone ruang keluarga terdengar.
"Aku nggak akan macam-macam."katanya singkat dan membanting handphone ke lantai, mataku beralih menatap handphone di lantai datar.
"Aku tau aku salah May, aku minta maaf soal itu, tapi please jangan pernah ucapin kata itu lagi!!"katanya berjongkok di hadapanku, wajahnya tenggelam di kedua pahaku yang entah sedang berekspresi apa, aku hanya diam menatapnya datar, meski hatiku goyah mendengar nadanya yang terdengar--- sungguh-sungguh.
"May aku mohon cabut kata-katamu tadi,"katanya mendongakkan wajahnya, hatiku semakin terkoyak melihat air mata jatuh di matanya. nggak, aku nggak akan pernah luluh hanya karena air mata itu, siapa yang tau kalau itu air mata buaya?, dan air matanya yang pertama kali jatuh nggak sebanding dengan air mataku yang kerap jatuh karenanya.
"May please"
Aku hanya diam tak menyahut perkataanya, menatapnya datar dan dingin, lagian untuk apa aku mencabut kata-kataku tadi? seharusnya dia bahagia kalau aku minta cerai, kalo itu terjadi dia kan bisa menjalin kasih dengan Tanti tanpa ada duri dalamnya. dia menghela nafas berat, kedua tangannya merangkup pipiku dan mengelusnya dengan ibu jari lembut.
"I Love You."
Mataku terbelalak mendengar perkatannya, apa aku baru saja mendengar kalau dia mengucapkan 3 kata ajaib itu? apa aku nggak salah denger tadi.
"Maaf tadi aku kepancing emosi, aku tau kata-kataku tadi kasar aku minta maaf, bahkan kata maaf pun nggak akan pernah bisa ngehapus rasa bersalahku."
Itu tau, dan kenapa harus minta maaf kalau akhirnya sia-sia?.
"Tapi aku nggak tau aku harus berbuat apa selain minta maaf,"ceraikan aku, itu sudah cukup "jangan pernah berfikiran untuk ninggalin aku May, aku nggak akan pernah bisa ngelepasin kamu."perkataanya yang aku jawab dengan kedipan mata datar.
"Jangan diem aja, bilang sesuatu May."
Aku harus ngomong apa? aku rasa nggak perlu, karena aku yakin itu nggak ngaruh buat hidupnya.
Kepalaku menoleh kedepan kearah dinding di mana foto pernikahan dia dan man---- kami? sejak kapan foto itu ada di sini? perasaan tadi pagi belum ada.
Kedua pipiku kembali di tangkup menyuruhku untuk menatapnya dan sedetik kemudian aku bisa merasakan sesuatu yang hangat dan manis menyentuh bibirku, bermain dengan leluasa di sana, aku hanya diam tak membalas atau menolak ciumannya, aku masih dalam rangka marah ingat? jadi aku nggak mungkin membalas ciumannya yang kalau boleh aku akui sangat manis dan lembut, bibir yang membuatku terlena, bibir yang ingin aku kecup setiap melihatnya.
Dia melepaskan ciumannya dan beralih mencium keningku lembut, bibirnya tertarik keatas dengan sempurna, kedua tangannya menarik lenganku menyuruhku untuk berdiri membaringkanku di bad covernya di susul tubuhnya yang memelukku posesive. aku seperti patung kalau di perlakukan kayak gini.
"Aku mau resign."
"Sayang??"
"Resign atau cerai?"tanyaku talak meliriknya sinis.
Dia menatapku dengan pandangan lelah dan semakin menarik tubuhku kearahnya. eh wait?? apa dia baru saja manggil aku sayang? sayang? seriusan? lah, lah, lah, ini kenapa hatiku seneng? heyy kita masih dalam rangka marah!!!
"Ok resign"jawabnya terdengar nggak ikhlas.
Aku harap ini yang terbaik, lagian aku nggak mungkin bisa fokus kerja kalau ada masalah yang kayak gini, ini bukan masalah yang hanya dengan ucapan maaf selesai. aku harap Bagas sungguh-sungguh sama permintaan maafnya.
>>>>>>>>>
horeeee. mulai part besok May akan nyiksa Bagas dengan caranya sendiri. uhuuyy siapa yang nggak sabar liat Bagas di siksa sama May? yang nggak sabar angkat tangannya keatas setinggi langit *kalau bisa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top