My Boss 18- gosip murahan

Hari baru, hidup baru, dan aktifitas baru, itulah aku sekarang. jika dulu aku masih bisa males-malesan untuk bangun beda untuk saat ini, jika dulu aku paling males membersihkan rumah sekarang mau nggak mau aku harus membersihkannya, karena aku numpang di rumah orang, sebenernya sih bisa saja aku tinggal di rumah yang berbeda sama Bagas tapi aku masih sayang sama nyawaku, kalau aku berani tinggal di tempat yang berbeda sama Bagas bisa-bisa aku di gantung sama mama di monas, sadis banget tuh emak-emak satu.

Setelah menguncir rambut Ita menjadi dua bagian aku mengajaknya ke meja makan yang sudah tersedia masakanku saat jam 6 kurang tadi, yang kemungkinan besar sudah mendingin. sesampainya di meja makan sudah ada Bagas yang duduk di singgah sananya sembari menikmati kopi di hadapannya tak lupa koran pagi terbuka menutupi wajahnya yang ehm tampan.

"Pagi papa"sapa Ita dengan ceria, kuelus rambut berkuncir Ita sayang dan duduk di sebelah Ita.

Bagas mengangguk sebagai jawaban sapaan Ita, sepertinya mood dia hari ini sedang jelek, masih pagi udah jelek aja moodnya apalagi nanti kalau udah siang? duh nggak kebayang betapa tersiksanya aku nanti.

"Mau pake lauk apa Bagas?"tanyaku mengambil piring di meja Bagas menanti jawaban yang keluar dari bibirnya.

"Apa aja."jawabnya dingin. boleh getok pala orang pake panci nggak? heran deh aku sama nih orang, di tanya baik-baik bukannya balas baik malah dingin kek gitu. huh, sabar May sabar, orang sabar di sayang tuhan.

Dengan geram ku ambil nasi sepiring serta lauk dan pauknya tak kalah banyak dan meletakkan nasi itu ke hadapan Bagas, tanganku beralih kearah Ita, mengambil piring dihadapannya dan menanyakan hal sama seperti papanya, cuman bedanya Ita menjawab dengan antusias saat menyebutkan keinginannya.

"Banyak banget, mau ngasih makan kuli atau apa nih?"kata Bagas menatapku sebal.

Aku tersenyum manis menanggapi perkataan Bagas, suruh siapa nyebelin "di habisin ya Gas"kataku tanpa merasa bersalah dan mengambil piring di hadapanku berniat mengambil Nasi namun di hadang sama Tangan Bagas yang sudah mencekal pergelengan tanganku.

"Makan sama aku"

"Apa?"tanyaku nggak percaya. gila aja nih orang nyuruh aku makan sama dia? kesambet jin mana nih?.

"Kamu yang ngambilin makanan dan kamu juga yang harus tanggung jawab"

"Apaan sih Gas? itukan buat loe, masak gua yang makan, ogah-ogah"jawabku sekenanya menolak mentah-mentah perkataan Bagas.

Bagas hanya diam dan menatapku bengis, kutelan silvaku susah payah melihat tatapannya yang naudzubilah sadisnya, dengan berat hati kuletakkan kembali piring di meja dan berjalan kearahnya duduk di hadapan Ita di sebelah Bagas dan mulai menyendokkan nasi kedalam mulutku.

Bagas tersenyum puas melihatku yang menuruti ucapannya, kalo bukan karena nasibku nanti siang aku ogah makan sepiring bedua sama dia.

"Loe juga ikut makan"kataku jutek.

Dia tersenyum manis menanggapi perkataanku, untuk sesaat aku terpana melihat senyumannya, senyuman yang sama seperti di foto pernikahan dia sama mantan istrinya dulu, senyuman yang membuatku tertegun, dan senyuman yang mampu membuat hatiku berdetak berkali-kali lipat dari sebelumnya.

Dengan cepat kupalingkan wajahku kearah lain. bisa gawat kalau Bagas lihat aku mupeng kayak gitu, bisa turun pasaranku di hadapannya, ngomong-ngomong soal pasaran emang aku punya pasaran ya di hadapan Bagas? sepertinya nggak deh, kan laki-laki satu ini suka banget nganjlokin harga diriku di depan siapa saja.

Mataku melirik kearah Ita yang sedang tersenyum bahagia dan beralih kearah Bagas yang sedang memainkan tabnya. dasar warkoholic sejati, dia enak-enakan main tablet sedangkan aku berusaha menghabiskan makanan yang bejibun kayak gini, nggak bisa, dia harus menghabiskannya.

Kusodorkan sendok penuh dengan nasi dan lauk ke bibir Bagas, Bagas sempat melirikku nggak percaya yang aku balas delikan akhirnya dia mau membuka mulutnya, aku tersenyum senang melihatnya yang mematuhiku. jarang-jarang seorang Bagas Aditya Putra mematuhi permintaan seorang Maydha Safari Honopia.

Kusodorkan lagi sendok kehadapan Bagas yang langsung di terima tanpa protes begitu seterusnya sampai suara cekikikan orang mengintrupsi kegiatanku yang sedang memanipulasi keadaan.

Kepalaku mendongak melihat Andre yang sedang cekikikan menatapku jail. huh dia lagi, dia lagi, dia lagi dan dia lagi.

"Apa?"tanyaku jutek menatapnya bengis yang di jawab senyuman miring miliknya, senyuman yang biasanya aku dapat saat melihat dia berhasil melumpuhkan lawan, alisku terangkat melihat senyumannya yang terasa janggal di mataku.

"Udah suapin lagi laki loe."katanya santai.

Ku angkat kedua alisku mendengar perkataan Andre dan kembali menyuapi Bagas sampai aku benar-benar sadar apa maksud Andre barusan, kepalaku mendongak untuk memarahi bocah itu tapi sayang bocah itu sudah hilang sama Ita. sejak kapan mereka pergi?.

"Mau sampai kapan tangan kamu di awang-awang begitu?"

Spontan kepalaku menoleh menatap Bagas dengan kening mengkerut, Bagas mendesah nafas lelah matanya beralih menatap sendok di hadapanku yang aku ikuti dan seketika rasa malu menggrayangi kepalaku, aih May malu-maluin banget sih jadi orang.

Dengan cepat aku berdiri dari kursi dan mengambil piring kotor di hadapan Bagas yang masih tersisa sedikit dan membuangnya ketempat sampah lalu mencucinya meletakkan di pengering cucian piring.

Kepalaku menoleh kearah belakang melihat Bagas yang tekekeh, untuk sesaat aku lagi-lagi terpana melihatnya terkekeuh seperti itu. ya tuhan!! apa kiamat benar-benar akan sebentar lagi? kenapa aku bisa liat pangeran kutub terkekeuh? apa ini salah satu tanda-tanda di kitabmu?

"Kenapa?"

Dengan cepat kepalaku menggeleng dan berlari kearah kamar Ita, buset...  apa yang terjadi saat ini? kenapa aku kayak orang yang lagi terpesona? ya ampun, ya ampun, ya ampun!! ini nggak boleh di biarin, nggak boleh, harus di hentiin sebelum aku benar-benar jatuh ke pelukan cowok brengsek itu. jangan sampe, jangan sampe, jangan sampe!!!.

.

.

.

"Mbak May ,mbak Tanti ada di sini."

Double sial!! kenapa sih tuh mak lampir ke sini di saat keadaanku yang ingin menjauh dari Bagas? setan bener tuh orang. aku harus bagaimana dong? sumpah aku nggak mau deket-deket sama Bagas, bukan karena Bagas lagi ngamuk atau ngeselin, terlepas dari itu aku takut kalau aku bener-bener cintrong sama tuh mahluk satu. duh gusti gini amat sih, baru aja sehari jadi istri, apalagi kalo sebulan? dua bulang? setahun? aaaahhhh nggak bisa di biarin!!.

"Halo mbak May??"

"Ah, maaf mbak, iya makasih infonnya."kataku setelah sadar dari fikiranku sendiri dan berjalan kearah ruangan Bagas lesu.

Mikir dong May mikir, apa yang bisa membuat Tanti jauh sama Bagas tanpa aku harus deket-deket sama Bagas? bisa nggak sih? aaarrrggghhh tuh manusia gila beneran bikin hidupku hancur.

Huh!! loe bisa May, loe bisa!! kataku dalam hati menyakinkan diriku sendiri.

Aku harus bisa jauhin Bagas dari cewek gila itu, harus, kalau masalah hati aku bisa mengurusnya belakangan.

Kubuka pintu ruangan Bagas dan masuk kedalam tanpa ketuk pintu, melihat Bagas yang sedang serius seperti itu membuat kadar tampannya bertambah berkali-kali lipat. sadar May sadar. kepalaku menggeleng mencoba mengenyahkan fikiran aneh itu di tambah jantungku yang berdegub cepat. sial!!

Dengan cepat aku berjalan kearah Bagas menarik lengan laki-laki itu membawanya kedalam toilet dan mengurung tubuh Bagas dengan hati berdebar-debar.

Alisnya terangkat satu melihat kelakuanku, tanganku bergetar di kedua sisi tubuhnya, sedangkan fikiranku sibuk menenangkan debar jantungku yang sudah gak karuan detakkannya.

Kalau sampai aku jatuh cinta sama Bagas orang yang pertama kali aku salahin adalah Andre, karena anak itu selalu berkata cemburu dan cinta, ya tuhan jangan sampai aku kemakan omonganku sendiri, dan yang terpenting jangan sampe aku mencium Zain.

"Bagaaassss!!"panggilan dengan nada menjijikan mampu membuat jantungku semakin berdetak kencang. please jantung jangan berdetak segini kencangnya, kalo loe terus-terusan kayak gini gua nggak akan bisa berfikir, tenang lah kawan!!.

Bagas menatapku dengan alis terangkat satu. darahku seakan mendidih, mulutku terbuka untuk berbicara sesuatu tapi nggak ada kata yang mampu keluar dari bibirku, aku sekarang persis ikan Koi yang sedang di kasih makan.

"Bagaaaassss?!, kamu di dalam ya?"tanya Tanti di ikuti gedoran di daun pintu membuatku semakin berkeringat dingin nggak jelas.

Kepalaku menggeleng dan menutup mulut Bagas yang ingin menyahut perkataan si cewek gila itu. please deh Gas nggak usah bikin aku kayak orang begok dong, ngertiin apa yang aku ingini.

"Jangan menyahut"bisikku pelan sangat pelan.

Bagas kembali menaikkan alisnya dan menyingkirkan tanganku dari mulutnya, tubuhnya bergerak maju dan membalikkan keadaan, kini aku yang sekarang ada di kurungan tangannya.

"Kenapa aku nggak boleh nyahut?"tanyanya tak kalah pelan sama ucapanku tadi.

Mataku melirik kearah lain mencoba berfikir rasional, apa yang harus kujawab? tangan Bagas menyentuh daguku membawa wajahku menghadap kearahnya.

"Kenapa kamu selalu bermain petak umpet sama Tanti? apa yang sedang kamu rencanain May?"

Apa aku segitu jeleknya di mata dia? kenapa dia selalu berfikiran negative sama aku?

Dengan kasar ku tampik tangan Bagas menatapnya kecewa dan membuka pintu wc berjalan keluar begitu saja dari hadapan Tanti yang sedang duduk di sofa menatapku tanya.

Blaaamm.

Mataku melirik kearah pintu ruangan Bagas yang baru saja jadi sasaran empukku sinis, kuhentakan kaki sebal dan melenggang pergi berjalan menjauh dari ruangan Bagas, dadaku bergemuruh penuh dengan sesak, segini dahsyatnya dampak dari fikiran buruk seseorang untukku?.

Kenapa rasanya sakit banget? seharusnya aku biasa saja, toh selama ini banyak yang berfikiran buruk tentangku tapi kenapa aku harus merasakan sesak ini? ada apa sama hatiku? apa benar kata Andre dan yang lainnya kalau aku cinta sama Bagas? nggak! itu nggak mungkin! nggak mungkin! masak aku cinta sama cowok sedingin dan sebrengsek dia?

Lelah dengan jalan fikiranku sendiri aku memilih berjalan keluar kantor tak memperdulikan tatapan kasihan dari mbak-mbak resepsionist.

Langkahku terus maju kedepan dengan gontai, ada beberapa orang ada yang memandangku sinis, meremehkan dan berbagai pandangan lainnya, berita tentangku yang menikah dengan Bagas kemungkinan besarnya sudah tersebar luas. ah...!! kenapa hidupku harus seruwet ini sih? kalau aja aku nggak kenal sama Bagas, ini nggak mungkin terjadi.

Kudorong pintu cafe-taria di sebelah kantorku dan duduk di pojok kanan tempat yang paling setrategis untuk melihat jalanan di luar.

"Mau pesan apa mbak?"tanya waiters menyodorkan buku menu kearahku.

Kulihat makanan di buku menu tanpa minat, tapi mau nggak mau aku harus memesan kalau nggak ingin di depak dari sini "Jus jeruk satu, air putih satu dan rainbow cake satu."setelah memesan itu kukembalikan menu itu ke mbak waiters yang langsung pergi dari hadapanku setelah mengambil buku menu tadi.

Tanganku bersidakap di meja, mataku menatap jalanan yang mancet khas ibu kota, memikirkan apa ada yang salah sama hatiku, kenapa rasanya sangat sesak seperti ini? bahkan sesaknya sama sekali nggak berkurang malah makin nambah.

"Iya. nggak nyangka banget gua kalau dia kayak gitu, keliatannya aja polos tapi ternyata bitch juga, heran gua, apa semua asisten kayak gitu?"

Tubuhku menegang mendengar perkataan orang yang sepertinya nggak jauh dariku, mataku menatap kaca di depanku menatap karyawan yang terlihat di mataku dari kaca ini.

"Bukannya udah lumrah kalo asistent itu kayak dia? melakukan hal apapun biar cepet kaya?"

Sekarang aku sangat yakin kalau mereka lagi gosipin aku, apalagi dagu cewek yang berambut ikal buatan menunjuk kearahku saat bibirnya mengatakan 'dia'.

"Iya sih gua tau, cuman nggak nyangka aja kalau dia berbuat nekat seperti itu. gila!! segitu kerenya dia sampe ngejual tubuh biar bisa nikah sama pak Bagas?"

Air mata yang sedari tadi kutahan kini jatuh juga. hatiku seakan di remas-remas sama tangan yang tak kasat mata. ngejual tubuh? aku bener-bener nggak habis fikir sama orang yang menyebarkan gosip nggak bermutu seperti ini. demi tuhan rasanya sangat sakit.

Kepalaku menggeleng nggak percaya dan meraup wajahku kasar, kalau aku ingin ngejual tubuh biar bisa kaya aku nggak mungkin melakukan hal itu sama Bagas, orang yang sangat aku benci.

"Hay lagi gosipin apa sih? kok keliatannya seru banget?!"kata seorang cewek yang baru datang dan duduk di kursi yang kosong di sana.

"Ini mbak pesananya."kata mbak-mbak waiters meletakkan pesananku tepat setelah cewek itu duduk.

Kepalaku hanya mengangguk lesu menjawab perkataan mbak-mbak ini, aku jadi semakin malas untuk makan.

"Ituh lagi gosipin dia."kata cewek berambut sepundak menatapku sinis lengkap dengan senyuman merendahkan.

Aku menghela nafas mencoba nggak berpengaruh dengan perkataan mereka dan mulai meminum juss jeruk di hadapanku, kalo biasanya juss jeruk rasanya segar dan manis tapi kali ini aku merasakan hal yang sebaliknya, juss jeruk ini terasa hambar, bahkan rainbow cakenya juga.

"Gosipin mbak May? emang ada apa sama dia?"tanya si cewek yang baru duduk.

"Masak loe gak tau Sis?"tanya cewek berambut ikal gantung menatap orang yang di apnggil Sis aneh.

Gadis itu menggeleng polos "Nggak, emang ada berita apa?"

Bukan berita tapi gosip. ralatku dalam hati. meskipun aku sudah berusaha untuk nggak ngedengerin perkataan mereka tapi telingaku dengan sompretnya malah nggak mau nurut sama keinginanku.

"Dia kan nikah sama pak Bagas karena hamil di luar nikah."

Mataku terpejam mencoba mengontrol emosi yang bermunculan saat cewek berambut sebahu itu selesai berbicara.

"Masak sih? kok gua nggak tau?!"

"Mangkanya gua kasih tau!"jawab kedua temennya kompak.

Gadis itu menggaruk kepalanya dan menolehkan kepalanya kearahku, menatapku dari ujung rambut sampai ujung kepala dengan pandangan yang nggak aku tau artinya, memang aku nggak menatap mereka tapi aku melihat mereka dari kaca sebelahku.

"Kok gua nggak percaya. emang loe pada tau dari siapa?"tanya cewek berekor kuda -cewek yang baru datang- penasaran. aku menghela nafas, ini yang aku tunggu, aku pengen tau siapa orang yang nyebarin isu murahan seperti ini.

"Adalah."jawab mereka berdua kembali kompak, mataku memincing menatap glagat aneh dari mereka, apa jangan-jangan mereka yang nyebarin isu itu?.

"Ya gua tau ada, tapi gua pengen tau kebenarannya. kita nggak bisa langsung ngehakimi orang tanpa berita yang jelas, apalagi yang kalian ucapkan itu nggak pantas buat dedangar, so. kalian lebih milih ngasih tau siapa orangnya atau gua laporin langsung ke pak Bagas? dan kalian tau konsekuensinya?"kata cewek berambut kuda. alisku terangkat mendengar perkataan cewek itu. masih ada ya orang indonesia yang berfikir realistis?.

Kedua temennya menatap satu sama lain dengan gesture tubuh yang seperti ragu, mulutku sudah gatal ingin bertanya sama mereka tapi aku urungkan, kalau aku bertanya yang ada malah dia nggak bakal mau ngasih tau.

"Tania? Klarisa?"panggil cewek berambut kuda itu terdengar sedikit nggak sabar.

"Gua dapat Info dari mbak Tanti, dia kekasih pak Bagas."

Uhuk uhuk uhuk.

Sontak juss jeruk yang sempat masuk kedalam tenggorokanku keluar begitu saja. Tanti? cewek psyco itu? seharusnya aku udah duga hal ini.

Dengan cepat ku ambil uang ratusan di kantong balzer yang kukenakan, kutaroh di meja sebelah gelas juss jeruk dan keluar dari cafe ini. Tanti? awas aja kamu, berani banget kamu memfitnah aku kayak gini Tan!! aku nggak akan biarin kamu menang, kali ini bukan karena mama Ningsih, tapi karena harga diriku yang kamu jatuhin. dan harga diriku inilah harga mati yang nggak akan bisa bikin aku mundur, meski nyawaku yang jadi korbannya.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top