My Boss 15- Gila itu menular
holaa semuanya. aku datang lagi dengan cerita Bags dan May. aku nggak main-main waktu bilang mau namatin cerita ini, terus habis cerita ini baru cerita dedek Riska sama abang Bagas -beda pemain loh yaaaa- dan aku usahain cerita ini bakal ending sebelum akhir agustus. semoga aku terus semangat dan ide terus mengalir, karena jujur saja idenya sekarang lagi nge stuck, padahal nanggung banget, udasampe 22 bab, tinggal beberapa bab lagi malah nge stuck. ok lah dari pada kalian bacs curhatan nggak pentingku langsung aja ya guys. over all happy reading.
>>>>>>>
Seminggu telah berlalu setelah incident nggak menyenangkan itu membawa dampak buruk bagi hunganku sama Bagas, jika dulu kita sering bertengkar karena hal yang nggak penting sekalipun kini kebalikannya, kami sama-sama diam jika hanya berdua, sama seperti hari ini, nggak ada yang mau membuka suara untuk memecahkan kesunyian, aku yang malas bicara sama Bagas sedangkan Bagas? dia sibuk dengan dunia khayalnya, entah apa yang sedang di khayalkan laki-laki ini, aku nggak tau dan nggak mau tau.
"May coba deh sini, gua mau ngasih liat sesuatu."teriak Andre dari lantai dua.
Kepalaku mendongak menatap Andre dengan pandangan malas "Nggak ah Ndre, gua lagi males naik tangga, mendingan loe yang kesini."balasku tanpa berteriak.
Andre memanyukan bibirnya dan melangkah menjauh dari tempatnya tadi berdiri. aku ngak tau apa yang di lakukan laki-laki itu sekarang, mungkin lagi telponan sama Dewi, Bayu, Inta dan Prita bergosip ria tentang kelakuanku yang tadi, entahlah, aku sedang malas untuk berfikir, bahkan seminggu ini rasanya otakku seakan malas untuk berfungsi, semua pekerjaanku salah kaprah, meski begitu, Bagas nggak memarahiku malah membenahinya, anehkan?!.
Bukan aneh lagi tapi super duper aneh, seorang Bagas Aditya Putra yang sok perfeck nggak marah sama asistentnya apalagi kesalahan itu bisa di bilang sangat amat berpengaruh untuk kelangsungan perusahannya. Wow, bener-bener wow.
Mataku melirik kearah Mama yang sedang bermain sama Ita dan tante Ningsih di taman. kenapa sih tuh mak-mak satu rempongnya kebangetan? diakan bisa nyetir sendiri kenapa harus maksa aku buat ikut ke sini? aku kira setelah nganter tuh mak-mak satu ketempat tujuan aku boleh pergi tapi nggak taunya..., entah kesambet setan mana emakku itu yang tumben-tumbennya menyuruhku masuk pake segala jenis ancaman kalau aku nggak nurut.
Hening di ruang TV yang aku tempati membuatku mengantuk dan menghela nafas sebal, gimana nggak sebal kalau di ancam nggak boleh kemana-mana, kalau aku sampe berdiri dan beranjak dari samping Bagas aku bakal dapat hukuman, lagian aku juga oon main nurut aja jadi orang. emakku benaran ajaibnya.
Semakin lama mataku semakin memberat akibat bosen yang sangat pekat sampai warna hitam menyambut retinaku dan aku nggak tau apa yang terjadi selanjutnya.
.
.
Keningku saling berkerutan melihat tempat yang asing di mataku, mataku beralih kekiri kearah nakas melihat foto cowok yang sangat ku benci sedang tersenyum manis dengan cewek cantik berambut sebahu, wait-- mataku melotot melihat figura itu dan langsung mengambilnya menatap wajah si cewek seksama.
Kenapa aku bisa di sini? dan setauku aku nggak kenal sama Bagas sebelumnya, apalagi rambut cewek itu yang sebahu, uh oh sejak kapan aku suka rambut sebahu? aku paling nggak suka rambut segitu, bagiku rambut segitu itu nanggung, mau di apa-apain aja nggak bisa.
"Itu foto mantan istri Bagas,"
Sontak kepalaku mendongak mendengar suara wanita yang sudah ku hafal dan menatap kearah beliau yang sedang berjalan kearahku menatapku dengan senyuman manis sedangkan aku hanya tersenyum kikuk dan mengembalikan figura itu ketempatnya.
Tante Ningsih duduk di tepi ranjang sebelahku dan mengambil figura di nakas yang baru saja ku taruh tadi dan menatap wajah di foto itu dengan pandangan yang sama sekali aku nggak tau artinya.
"Dia sangat mirip sama kamu May,"kata beliau menatap figura itu dan beralih kearahku.
Aku hanya tersenyum kikuk menanggapi perkataan beliau. ia kita sangat mirip, cuman selera kita beda, aku nggak suka pakaian seketat itu, kalau aku mau pakai-pakaian seketat itu aku harus menahan nafas supaya perutku nggak keliatan kalau ada lemaknya, dan aku paling benci hal itu, karena itu aku berasa di kekang, nggak bisa melakukan apapun yang aku mau.
"Perbedaanya hanya usia kalian."lanjut beliau mengembalikan foto itu di tempatnya dan beralih menatapku, helaan nafas berat terdengar di telingaku, keningku kembali berkerutan mendengar tante Ningsih yang menghela nafas dan mimik wajahnya berubah murung. apa yang terjadi?
"Mama tau kalau kamu sedang bertengkar sama Bagas May, mama juga tau apa alasan di balik kalian bertengkar hebat seperti ini,"kata beliau menggenggam tanganku dan meremasnya lembut, kepalaku menunduk nggak berani menatap wajah tante Ningsih.
"Mama memang nggak tau kenapa kalian bisa bertengkar seperti ini, cuman satu opsi yang mama tau kalau ini terjadi karena Tanti kan?"
Sontak kepalaku mendongak menatap tante Ningsih heran. beliau tau tentang Tanti? sebenernya siapa Tanti ini?
"May,"panggilnya membuyarkan semua kemelut di benakku dan kembali fokus menatap tante Ningsih penasaran. Menunggu apa kata yang akan kembali beliau ucapkan saat ini?. "mama boleh minta tolong?"
Keningku kembali berkerutan mendengar perkataan tante Ningsih, dengan ragu aku menganggukkan kepala.
"Tolong jauhin Tanti sama Bagas"
Hah? mulutku sontak membuka lebar dan kembali menutupnya, menatap tante Ningsih nggak porcaya, jauhin Tanti sama Bagas? itu sama artinya aku harus berurusan sama orang gila itu? lagi?
"Tanti itu anak dari adik suami mama, kita ah maksud mama, Andre, Carla dan mama tau seberapa ter-obsesinya Tanti sama Bagas, bahkan semua pacar Bagas putus karena Tanti, mama nggak tau apa yang di lakukan anak itu sama Bagas, mama cukup setres untuk menjauhkan Tanti dari hidup Bagas. mama kira setelah Tanti ikut pergi ke Korea sama keluarganya anak itu nggak akan datang lagi, tapi mama salah, ternyata anak itu datang lagi setelah 9 tahun lebih dia di Korea, dan selama itu pula mama memutuskan semua kontak keluarga ini sama keluarga dia, mama sengaja mengganti rumah, mengganti nomor telephone, tapi sayangnya anak itu masih bisa nemuin Bagas, Bagas memang nggak tau kalau Tanti membuat dia obsesinya, anak itu terlalu.... nggak peka sama sekelilingnya, jadi mama mohon sama kamu May, jauhkan mereka gimanapun caranya."
Aku mendesah frustasi dan memijit pelipisku yang terasa berdenyut-denyut.
"Apa Tanti tau kalau Bagas sudah menikah dan punya anak tan?"tanyaku lemas. iya lemas, ini semua karena dua orang yang sangat amat aku benci.
"Kok masih manggil tante? manggil mama dong saying."protes tante ah salah mama Ningsih di keadaan yang nggak memungkin seperti ini, menghela nafas pendek dan tersenyum tipis menanggapi perkataan mama Ningsih.
"Iya, apa Tanti tau kalau Bagas udah nikah sebelumnya Ma?"tanyaku meralat ucapanku tadi.
Mama Ningsih tersenyum untuk sesaat sebelum senyumannya berubah menjadi wajah yang murung, alisku terangkat melihat perubahan wajahnya.
"Awalnya nggak tau, cuman pas setelah dia Indonesia dia tau, dan saat dia tau dia murka sama kita semua, bahkan sampai membanting apapun."
Kepalaku terasa semakin pusing, semua perkataan tante ah mama Ningsih cukup menjawab semua pertanyaan batinku, bagaimana Bagas menikah sama istrinya kalau Tanti ada di dekatnya, sedangkan Andre bilang kalau Tantilah sebab putusnya hubungan Bagas sama sang pacar, semua terasa begitu jelas sekarang. Tanti nggak tau kalau Bagas sudah menikah, dan dia baru tau setelah dia balik ke Indo. sebenernya seberapa besar tante ah mama Ningsih mencoba mengusir hama nggak bermutu itu? kalau mama Ningsih sama kak Carla menyerah gimana sama aku? heeyyy mereka berdua, dan aku sendiri, coba tebak siapa yang menang pada akhirnya? pasti si gila Tanti. gimana ini dong? sedangkan aku nggak bisa menolak permintaan tante ah mama Ningsih yang begitu berharap. ck. Bagas kenapa sih loe selalu bikin hidup gua runyam?
"Kamu mau kan sayang? dan kalau kamu bisa jauhin Bagas sama Tanti itukan ada untungnya di kamu."
Hah? untung? emang untungnya di aku apa coba? yang ada bukan untung tant-- eh mama, tapi buntung.
1. Kalau aku mau jauhin Bagas sama Tanti itu artinya aku harus deket-deket Bagas, dan itu adalah hal yang paling aku benci di dunia. so?? bukan untung tapi buntung.
2. Aku sama saja bermain sama orang gila yang sudah overdosis, dan itu sama artinya aku nyerahin nyawaku untuk di bunuh sama manusia gila itu. apa ini bisa di sebut untung? nggak, yang ada malah buntung.
3. Aku harus membuat rencana untuk menjauhkan mereka dan otomatis itu menyita kapasitas otakku yang sudah anjlok makin anjlok jadinya. apakah ini juga bisa di sebut untung? nggak, ini buntung.
Soooooo??? di mana untungnya buat aku Mama?? di mana??? di mana??? ahk!! aku bisa gila beneran kalau begini ceritanya. Tanti, Bagas, kenapa sih loe berdua nggak kelaut aja? nyusahin tau nggak!!
"Sayang?!"panggilan bernada lembut membuatku kembali menatap mama Ningsih dan mengangguk lemas, aku harus pesan kamar 2 kali 3 di TPU kayaknya, lengkap dengan kain kafan dan nisan. oh malaikat pencabut nyawa aku datang padamu.
"Makasih saying."kata mama Ningsih memelukku erat, sepertinya hidupku nggak lama lagi, dan aku harus rajin-rajin untuk beribadah, yang dulu sering meninggalkan sholat kini aku harus rajin-rajin sholat, yang dulu selalu ngeret kini aku harus on time untuk ke masjid. seenggaknya kalau mati nanti aku sudah punya bekel.
.
.
Seharian kemaren aku habiskan untuk menyusun rencana buat nyingkirin nyamuk DBD di kehidupan Bagas yang bahkan orangnya sendiri nggak tau kalau di sekitarnya ada nyamuk DBD, dan aku dengan sok rajinya menyebar obat nyamuk di sekitar orang itu. apa aku harus mendaftarkan diri di perusahaan Fogging? kalau aku mendaftarkan diri di sana sudah di tebak akan langsung di terima dan di beri jabatan menjadi manager. silahkan bertepuk tangan.
Langkahku berbelok kearah resepsionist dan tersenyum manis yang di jawab senyuman tak kalah manis sama mbak-mbaknya.
"Pagi mbak Mela, mbak Vika, mbak Nila dan mbak Rara."sapaku ramah masih dengan senyuman manis setelah berdiri tepat di sebelah mbak Mela. jangan heran kalau aku tau nama mereka, semalem aku sudah cek jadwal siapa saja yang menjadi resepsionist.
"Pagi juga Mbak May, ada apa?"jawab mereka kompak. wow inilah yang di namakan resepsionist sejati, jawab aja kompak.
"Gini mbak, aku mau minta bantuan sama mbak-mbaknya boleh?"tanyaku harap-harap cemas.
Mereka ber empat terdiam dan saling melirik satu sama lain kemungkinan sedang berdiskusi lewat tatapan mata dan tak lama mereka kembali mengangguk. sekali lagi aku bilang WOW, nggak cuman berbicara tapi mengangguk juga kompak. hebat banget nih perusahaan bisa merekrut mereka yang kompak, mereka pasti manusia yang gampang bersosialisai. apa sangkut pautnya ya?.
"Gini mbak-mbak nya, aku mau ngasih misi khusus dari buk Ningsih, kalian semua kenalkan siapa dia?"
Sekali lagi mereka saling melirik satu sama lain dan kembali mengangguk. kali ini aku nggak harus bilang wow lagikan? udah dua ini.
"Gini mbak, bu Ningsih meminta saya untuk menjauhkan anaknya dari Tanti, kalian tau siapa Tanti?"
Mereka kompak menggeleng tanpa melirik satu sama lain seperti sebelumnya. aduh gimana ini? mereka nggak tau siapa Tanti lagi.
Ya jelas dong May mereka nggak kenal, kan orang gila itu ngak artis yang harus di kenal sama siapa aja. gimana sih kamu ini.
Terus ini gimana dong? mana aku nggak punya foto tuh cewek sableng lagi. kepalaku menoleh kearah pintu masuk dan seketika aku merasakan pencarahan yang begitu nyata, kepalaku kembali menoleh kearah mbak-mbak resepsionis yang masih menatapku dengan pandangan menunggu.
"Itu loh mbak orangnya, yang sedang gelendotan sama pak Bagas kayak monyet."kataku berbisik sembari menunjuk Bagas dan Tanti dengan dagu. ya jelaslah aku berbisik orang Bagas natap aku curiga apalagi waktu aku ngangkat dagu tinggi-tinggi.
"Oh itu. terus apa yang harus kami lakukan mbak?"tanya mbak Vika membuat senyumanku berkembang dan semakin mencodongkan badanku kearah mereka, mereka ikut mencodongkan badannya, kita sekarang terlihat orang yang sedang ngegosip.
"Kalian harus nelfon saya kalau cewek itu datang, biar sisanya saya yang beresin, gimana? setuju?"tanyaku berbisik menatap mereka satu persatu, mereka tersenyum manis dan mengangguk.
"Gampang itu mah mbak."jawab mbak Mela.
"Sip. tos dulu dong."kataku mengangkat tangan kanan dan bertos ria sama mbak Mela, Mbak Vika, Mbak Nila, mbak Rara dan tersenyum manis sebagai persetujuan tim ini.
Sip. langkah awal sudah beres, sekarang langkah kedua. aku agak susah sih menjalankan langkah kedua ini, pasalnya aku harus bermanis-manis ria sama Bagas, ugghhh!! bayangin saja sudah bikin aku mual dan eneg, gimana kalo prakteknya? dan yang lebih membuatku berat menjalani langkah kedua itu akukan sedang tahap marah sama dia, marah yang sangat amat marah karena kelakuan brengs**nya.
Kuhirup udara sebanyak mungkin dan melangkah kearah Bagas yang berdiri di depan Lift yang masih tertutup sempurna dan berdiri tepat di samping Bagas, aku melihat Bagas melirikku dari pintu Lift yang menampilkan bayangan kami dan aku balas meliriknya. senyum May senyum, senyum. loe bisa May bisa. dan tersenyum manis, semoga dia nggak jijik.
"Pagi pak Bagas."sapaku ramah, sumpah ini pertama kalinya aku beramah tamah sama mahluk adam di sebelahku, dari awal aku nginjekin kaki di perusahaan ini dan menjadi sekertaris Bagas aku nggak pernah seramah ini, yang ada hanya adu urat dan tatapan benci. tapi sekarang?? aku benar-benar merasa semakin dekat ke TPU.
Bagas menatapku tanpa kedip, aku tau kalau dia heran, tapi nggak usah kayak gitu juga kali keles, risih tau nggak di tatap kek gitu sama mahluk seberengsek kek eloe Gas? makiku dalam hati dan masih berusaha tersenyum semanis mungkin, menekan jauh-jauh rasa dongkol di hatiku.
Ting. pintu lift terbuka dan menampilkan beberapa sosok petinggi yang aku lumayan dekat dan yang lebih enaknya lagi itu para petinggi di sini masih muda-muda ada juga sih yang sudah berusia seperti pak Tristan yang sedang tersenyum ramah seperti biasanya.
"Pagi May, makin hari makin cantik."goda pak Tristan.
Aku tersenyum manis menanggapi perkataan pak Tristan "Pagi bapak Tristan, bapak juga makin hari makin terlihat muda,"godaku yang di jawab tawaan dari pak Tristan dan beberapa orang di sana. "permisi ya bapak-bapak ya ganteng, ngobrolnya lain kali saja."sambungku sembari mengedipkan mata genit yang lagi-lagi di jawab tawaan menggelegar dari semua orang di sana.
"Ya silahkan nona cantik, kapan-kapan kita makan bersama."kata pak Raka -direktur di perusahaan ini- seusia Andre sedang mengedipkan genit kearahku, aku hanya tersenyum menjawab perkataan pak Raka dan melangkah masuk berdiri di sebelah Bagas yang sudah masuk terlebih dahulu. dasar songong, dia sama sekali nggak nyapa para petinggi di sini. cih manusia gila hormat.
"Dasar bitch, keliatan kan sekarang biangnya? kalau loe itu nggak beda jauh sama jalang di luar sana."kata Tanti setelah pintu lift tertutup.
Mataku melirik kearah Tanti dan menyibakkan rambut kebelakang dengan sombong tanpa ada niatan untuk menjawab perkataan cewek gila itu, meski mulutku sudah gatal untuk menjawabnya tapi aku berusaha nggak perduli sama mahluk di sini.
Ah aku tau, balas dengan cara halus, yah halus, aku nggak perduli nanti setelah aku melakukan hal ini aku akan langsung di kubur, aku nggak perduli juga sama egoku yang setinggi langit, aku harus menurunkannya sedikit kalau mau menang sama mahluk sok cantik di sebelah Bagas.
"Gas, kamu denger suara nggak tadi? kok aku denger tapi nggak liat siapa-siapa, kan di sini hanya ada aku sama kamu kan?"kataku menekan rasa mual yang ingin keluar dari tempatnya. apalagi aku menggunakan bahasa yang ewwhhh.... nggak pernah aku pakai sama Bagas sebelumnya.
"He??"tanyanya bodoh.
Bibirku mengerucut mendengar jawabannya. apa-apaan itu? aku udah menekan rasa mual yang datang dan dia hanya membalas he?? nggak adakah kosa kata lain selain he?? dia bener-bener-- ck.
Tubuhku merapat kearah Bagas dan menggenggam lengannya sok takut, mataku berkeliling untuk menambah kesan takut yang kubuat-buat sendiri "Tadi aku denger suara cewek tapi kok nggak ada orangnya ya, jangan-jangan---"kataku menggantung dan semakin merapatkan tubuhku kearah bagas yang sedang menegang.
Bolehkah aku tertawa saat ini? sumpah demi apapun seorang Bagas Aditya Putra menegang, peria sok perfect sedang menegang, ini bener-bener kejutan yang tak terduga.
"Heh loe ngapain megang-megang Bagas?!"teriak Tanti berang dan mencoba melepaskan tanganku dari lengan Bagas kasar, sedangkan aku semakin mengeratkan peganganku masih menatap dinding-dinding lift.
"Tuh Gas, masak aku denger suara orang lagi, apalagi tanganku kayak ada yang megang, ihhh sejak kapan di sini ada hantu?"bisikku dan menarik Bagas menjauh dari Tanti. suruh siapa ngesellin, nggak enak kan sekarang?.
"Bagaaaaas?!! kok kamu mau sama dia siiiihhh."teriak Tanti melengking di lift dan mencak-mencak nggak jelas di tempatnya berdiri.
"Tuh Gas, denger nggak? ihhh!!"kataku sok ketakutan dan masuk kedada Bagas meluk tubuh laki-laki itu erat sembari memejamkan mata.
"Bagaaaasssss?!"teriaknya semakin melengking dan menarik tangan Bagas untuk menjauh dariku, sedangkan aku ikut tertarik karena Bagas membalas pelukanku. bolehkah aku bilang wow saat ini? seberapa besar kekuatan cewek gila itu sampe bisa menarik Bagas yang sedang membalas pelukanku dan aku juga ikut tertarik. belibet yah bahasaku? biarrlah. "Bagaaass!!!"
Sumpah aku pengen nonjok mulutnya yang hobi banget teriak-teriak, nggak tau apa kalau kita sedang di lift? nih orang bener-bener deh!!.
"Ihhh Gasss Takuutt."kataku manja semakin merapatkan kepalaku ke dada Bagas dan itu otomatis membuat cewek gila itu melengking hebat.
"Tanti nggak usah teriak-teriak, aku bisa tuli kalau kamu terus teriak-teriak kayak gitu?!"kata Bagas ketus aku tertawa dalam hati. enak juga menjadi orang yang membuat orang lain bertengkar, kenapa nggak dari dulu coba aku lakuin ini?.
Kepalaku mendongak menatap Bagas heran "Kamu bicara sama siapa Gas?"tanyaku menatap Bagas Heran, sok heran lebih tepatnya.
Bagas menunduk menatapku dengan sebal "Udah sandiwaranya?"
Anjrit!! dia tau kalau aku lagi sandiwara? gimana ini gimana, aduh duh duh duh duh aku harus gimana dong? bersikaplah biasa aja May, biasa, pura-pura nggak tau, yah nggak tau.
"Kamu ngomong apa sih Gas? sandiwara apa? kamu kok su'udzonsih sama aku?!"kataku lirih dan melepaskan pelukan yang ehm lumayan nyaman sebenernya dan bersidakap tak lupa bibirku yang manyun sebal.
"Arrggghhh, kalian bikin orang gila!!"katanya ketus dan mundur kebelakang lift, aku masih setia dengan wajah merajuk yang kata orang gemesin.
"Nggak usah sok imut deh loe bitch"
Tubuhku bergeser kesamping lift dan menatap Intan ngeri, kudekap tasku di dada persisi seperti orang yang ketakutan "Kamu penunggu di lift ini mbak? jangan nakut-nakutin dong jadi setan, aku orang baik kok, beneran, nggak pernah boong sama mama, papa ataupun bunda, dan aku anak yang rajin menabung, jadi jangan nakut-nakutin dong, aku juga nggak suka cari masalah sama orang lain, maaf ya mbak, kalau misal aku pernah nyumpah nyerapah di lift ini, nggak lagi-lagi deh, sueerr!!"kataku dan menjentikan jari telunjuk serta jari tengah membentuk huruf V.
"Heh loe kira gua setan?"teriaknya menatapku bengis. ih kok dia lebih nakutin sih dari pada setan? masak setan aja kalah waktu dia marah kayak gitu. serem abis.
"Te--- terus apa mbak?"tanyaku tergagap, kali ini bukan gagap yang aku buat-buat, tapi aku beneran gagap, kalian nggak tau mata dia kayak gimana sekarang, kalau gini aku jadi harus berfikir ulang untuk ngebantuin mama Ningsih, meskipun aku udah siapin mental dan punya bekal untuk mati, tapi.... aku beneran ragu untuk ngelanjutin misi ini.
"Heh!!---"
Ting.
Alhamdulillah. akhirnya pintu lift terbuka juga. baru kali ini bener-bener lega waktu lift terbuka, seenggaknya aku nggak mati konyol di tangan Tanti.
"Udah, mendingan kamu balik aja Tan, kamu sendiri yang bilang kalau jam 10 nanti kamu harus meeting sama dewan direksi."kata Bagas menggenggam tanganku lembut, untuk sesaat aku terpana dan beralih menatap Bagas heran.
"Huh!!"Tanti menghela nafas kasar "yaudah, sampai ketemu nanti siang"sambungnya dengan senyuman manis. eh gila, bukannya tadi muka dia baru aja nyeremin? terus sekarang kenapa bisa berubah sok cantik lagi? mana pake senyum-senyum, nggak laku kali senyuman loe, tukang lowak aja males beli senyuman sok cantik loe.
"Hmmm."jawab Bagas kalem dan menarik tanganku kelaur dari lift, kepalaku menoleh kearah Tanti yang sedang menatapku bengis, tangannya terkepal kuat, aku heran dia ini manusia apa bunglon? cepet banget berubah-berubah, nggak capek apa?.
Aku tersenyum miring menanggapi tatapannya dan menjulurkan lidah. ok fix. aku udah gila sekarang, bukannya tadi aku baru aja bilang ingin batalin permintaan mama Ningsih? terus kenapa sekarang aku malah seakan menerima permintaannya. wah wah wah, apa gila itu menular?.
Blaam
Suara pintu tertutup di susul tubuhku yang nempel di dinding membuat kesadaranku kembali seratus persen dan menatap Bagas heran.
"Sandiwara apa yang sedang loe jalani?"tanyanya tajam, kedua tangannya mengurungku membuatku nggak bisa kemana-mana. sial!!!
"Ma--- maksud kamu?"ini kenapa aku jadi gagap segala? oh ya amsyong, ada apa sama aku sebenernya? kalau aku terus-terusan begini aku harus ke rumah sakit jiwa untuk mengecek apakah mentalku masih ada apa sudah hilang.
"Jangan pura-pura nggak tau May, seorang Maydha safari Honopia yang membenci Bagas Aditya Putra tiba-tiba bersikap manis, manja dan ramah sama orang yang di benci, apa itu masuk akal?"
Huh!!! aku kira dia tau kalau aku berniat jauhin dia sama sang kekasih. terimakasih tuhaaann terimakasih, seenggaknya aku bisa bersyukur sama sikap Bagas yang nggak peka kali ini.
"Aku hanya ingin bersikap biasa aja, apa itu salah? lagian Andre bilang kalau kamu nggak percaya sama aku ataupun Andre itu bukan masalah, dan aku ingin meluruskan masalah itu."kataku mantab.
Mata Bagas memincing menatapku nggak suka. kenapa lagi? "Andre?"tanyanya sinis, aku mengangguk mantab. "Andre, Andre, Andre, Andre dan Andre, terus aja sebut nama Andre, terus-terusin."katanya terdengar sangat jengkel dan berjalan menjauh dariku.
Apa sih? emang kenapa kalau aku sebut nama Andre? salah? sejak awal aku juga sering nyebut-nyebut nama dia. kali ini aku beneran percaya kalau gila itu menular, dan kalau itu sudah terjadi aku harus menjauhkan Bagas dari Tanti, aku nggak mau punya suami yang gila. dih amit-amit jabang babi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top