My Boss 13- Psycopat
Hay guys. cerita gak aku rombak ya, gak aku edit juga. aku cuman publish. kalau ada typo harap komen. saran, kritik dan komen. aku menerimanya. sankyu
>>>>>
Tok tok tok
Ketukan di pintu WC membuat May berhenti membuka resleting di drees yang dia kenakan dan beralih membuka pintu WC sedikit, untuk melihat siapa yang mengetuk.
"Nih, punya loe pasti basah."
Dengan cepat di ambil hot pents itu dari tangan Prita dan kembali menutup pintu WC, dalam benak gadis itu kembali menyupah serapahi Andre akan kelakuannya yang sangat keterlaluan.
Setelah selasai memakai pakaian yang di berikan sama dia dan tak lupa merangkupi tubuh kecilnya dengan jas milik dia yang sedikit kedodoran.
Dengan hati-hati gadis itu keluar dari Wc, tangannya di masukkan kedalam saku jaket yang di kenakan dengan wajah menunduk.
Bagas melirik May keluar kamar mandi yang memakai bajunya dan berjalan kearah kursi sembari menunduk, kedua tangannya di masukkan kedalam saku jaket yang di kenakan dan kembali beralih menatap cewek di sampingnya yang entah sedang bicara apa.
"hatchi,"
Hal yang selalu menyerang May saat kedinginan adalah flu, dan hal itu sesuatu yang paling di benci gadis ini. baginya saat sakit itu saat di mana dia merasa sangat nggak berguna, karena yang dia lakukan saat sakit hanya tiduran di kasur nggak bisa bergerak untuk melakukan apapun.
"Hatchi, hatchi, hatchi, hatchi,"
Gadis itu menggeram nggak suka sama perubahan tubuhnya, ingin sekali dia berjalan kearah kamar dan tidur di sana, tapi permasalahannya, dia sama sekali nggak tau di mana letak kamarnya, dulu mereka memang sering ke Villa di Bandung ini tapi dia nggak pernah menginap, mengingat dia masih SMP, dia sama sekali nggak pernah tidur di Villa ini.
Rasa pening di kepalanya semakin bertambah, matanya tertutup untuk menghentikan rasa pening meski dia sendiri sangsi apakah hal tersebut berpengaruh, tubuhnya bersender di punggung kursi, bibirnya pucat dan sesekali suara bersin kembali keluar dari bibirnya.
"Nyet bangun oeey, minta di masukin lagi ke dalam kolam renang loe?"perkataan dengan nada ketus terdengar di Indra pendengaran May, tapi gadis itu masih menutup matanya, dia takut kalau dia membuka mata yang terjadi selanjutnya muntahan keluar dari bibirnya, apalagi perutnya sudah bergejolak ingin memuntahkan apapun yang masih berada di dalam sana.
"Monyet kec-- astaga!! loe sakit?!"perkataan Andre berubah menjadi teriakan histeris ketika tangannya di tempelkan di kedua pipi gadis itu.
Bagas yang mendengar itu langsung meradang, kedua matanya menatap lekat-lekat wajah pucat May yang kini terbuka menatap Andre.
"Hueeek,"
Muntahan yang sedari tadi di tahan gadis itu meluncur indah di kaos Andre, mulut laki-laki itu menganga, terlalu shok dengan apa yang menimpanya, wajahnya beralih menatap May tak percaya yang di balas tatapan tak bertenaga.
Tak memperdulikan ego yang sedari tadi di tahan, Bagas berdiri dari duduknya berjalan kearah May menyentuh kedua pipi gadis itu dan beralih kearah kening. telapak tangannya yang tadi menerpa hawa dingin kini langsung berganti menjadi hawa panas dari tubuh May.
Kepalanya menoleh kearah Andre yang masih menganga melihat baju kesayangannya yang kini terkena muntahan menjijikan dari sahabatnya.
Bagas berdecak melihat kelakuan ajaib adiknya dan membopong tubuh May membawa May kedalam kamarnya membiarkan tatapan penuh tanya yang nampak di mata sayu gadis itu.
sedangkan Andre tersenyum lebar melihat adegan itu, sebetulnya dia nggak perduli sama bajunya yang terkena muntahan sama May tapi dia sengaja, dia sengaja melakukan hal itu, bahkan saat dia menyeburkan May kedalam kolam renangpun dia juga sengaja melakukannya.
Mata Andre beralih menatap kearah cewek yang sedari tadi menggelendoti kakaknya, dia tersenyum sinis melihat tatapan nggak suka keluar dari mata wanita itu.
"Kenapa Tant?"tanya Andre polos menatap wanita itu meski tak sepadan dengan senyuman sinis yang kini berkembang di bibirnya.
"Loe sengaja kan Ndre?!"tuduh wanita itu menatap Andre bengis.
Andre tersenyum semakin sinis menanggapi perkataan sepupunya "Tanti, Tanti, Tanti,"panggil Andre menggelengkan kepalanya dramatisir dan tersenyum mengejek "mau sampai kapan loe ngejar obsesi loe he?? abang gua itu nggak cinta sama loe dia itu cinta sama orang lain. dari dulu sampe sekarang loe itu nggak berubah."
Cewek yang di panggil Tanti terdiam tapi matanya menyiratkan ketidaksukaan yang begitu pekat atas perkataan Andre "Obsesi loe bilang? gua itu cinta sama kakak loe bukan obsesi, dan loe harus ralat ucapan loe tadi kalau Bagas cinta sama orang lain, Bagas itu cintanya sama gua bukan orang lain, hanya gua dan akan selalu gua!!"
Andre tertawa mendengar perkataan Tanti yang penuh dengan ambisi, perlahan tubuh laki-laki itu menoleh kearah sepupunya "Loe nggak liat sama apa yang di lakukan abang gua? dia gendong cewek lain dan cara gendongnya pun bisa di liat kalo dia sangat hati-hati seolah dia takut kalau terjadi apa-apa sama cewek itu. seharusnya loe buka mata loe Tant, buka!! sampai kapanpun abang gua nggak akan pernah sama loe, karena loe bukan tulang rusuknya."
BRAK
"Tau apa loe hah? loe hanya bocah ingusan nggak tau apa-apa, mendingan loe diem aja masuk kamar cuci kaki dan bobok yang nyenyak."kata Tanti tajam dan menggebrak meja dapur membuat orang yang berada di luar dapur kaget bukan main.
Semua orang yang tadi berada di luar kini berjalan cepat kearah dapur namun langkah mereka terhenti saat melihat Andre yang sedang tersenyum mengejek sedangkan Tanti menatap Andre penuh amarah.
"Mereka kenapa? apa mereka saling kenal?"tanya Joey ke Prita yang di jawab gelengan sama Prita.
"Nggak tau gua, gua aja baru liat sekali,"jawab Prita, lengan gadis itu mencolek wanita di hadapannya yang membuat Dewi mau nggak mau menengok kebelakang menatap Prita dengan pandangan 'ada apa?'
"Loe kenal cewek itu?"tanya Prita berbisik sama seperti waktu dia berbicara dengan Joey.
Kepala Dewi menggeleng dan kembali menatap kedepan "Gua nggak kenal, liat aja baru sekali."jawabnya kalem, Prita mengerutkan kening namun tak lama, dia lebih memilih menguping pembicaraan mereka yang terlihat sangat seru untuk bahan gosipan.
"Gua tau gua hanya bocah anak kemaren sore, tapi bocah kemaren sore ini lah yang benar, kalo loe ngaku loe lebih dewasa ketimbang gua seharusnya loe tau apa yang harus loe lakuin Tan, laki-laki di luar sana banyak, kenapa harus Bagas? kenapa harus dia yang buat loe obsesi? padahal setau gua cowok-cowok yang ngedeketin loe tak kalah kerennya sama abang gua."
"Gua kasih tau satu hal sama loe Ndre, gua ini cinta sama kakak loe bukan obsesi, cinta Ndre cinta bukan obsesi!"
Andre memutar kedua bola matanya malas "Eh Tanti, nenek nenek yang udah peyot pun tau kalau loe itu hanya obsesi sama kak Bagas, apa yang loe rasain itu obsesi bukan cinta."
Tangan wanita itu terkepal kuat mendengar perkataan Andre, darahnya mendidih, dia itu hanya anak kecil yang sok tau tentang apa yang dia rasain, dia bisa membedakan mana yang hanya sebuah obsesi mana yang cinta, dia nggak se oon itu yang nggak bisa bedain mana cinta mana obsesi.
"Gini deh Tan, gua mau nanya satu hal sama loe, loe rela nggak kalo Bagas bahagia sama orang lain?"
Wanita itu menaikkan satu alis, dia bingung akan kearah mana perkataan Andre kali ini, tapi meski begitu dia masih menjawabnya dengan mantab "Gua nggak akan rela liat dia bahagia kalau bahagianya sama orang lain."
"Nah itu, itu perbedaannya, kalo loe cinta sama abang gua loe pasti rela ninggalin Bagas demi kebahagiaan dia, tapi apa yang loe rasain itu obsesi Tant, obsesi!! perbedaan obsesi sama cinta itu hanya sehalai rambut tipis, tapi perbedaannya bisa di liat dan di rasakan. saran gua, mending loe tanya sama diri loe sendiri tentang apa yang loe rasain."
"Gua tau kalau loe itu lulusan luar negeri dengan jurusan psikolog, tapi gua ini bukan pasien loe Ndre gu---"
"Bagi gua loe itu pasien gua Tant, loe nggak ada bedanya sama orang yang ngakunya waras tapi aslinya gila"
Prang
Semua orang yang ada di sana di buat terkejut sama kelakuan Tanti, begitu juga sama May dan Bagas, meski jarak mereka saat ini jauh dari arah dapur tapi suara benda pecah terdengar sampai ke arah mereka.
"Gua cek dulu, loe tidur aja!"kata Bagas setelah merapikan selimut dan berlalu dari hadapan gadis itu membiarkan May sendirian dengan benaknya yang penuh tanda tanya tanpa ujung. gadis itu heran, kenapa akhir-akhir ini banyak sekali tanda tanya dalam hidupnya yang nggak bisa di selesaikan?.
"Liat?? kalo loe normal loe nggak akan ngamuk hanya karena perkataan gua Tanti, udahlah akui aja kalo loe itu psyco, emangnya loe fikir gua nggak tau apa yang ada kamar loe? gua tau Tant, gua tau kalo di dinding kamar loe itu penuh dengan foto abang gua, loe itu psyco tau nggak?!"
"APA?? BERANI BANGET LOE KE KAMAR GUA!!"
Andre memejamkan matanya mendengar teriakan tak berperi kemanusiaan keluar dari bibir wanita itu.
"Iya kenapa? loe fikir gua takut? loe siapa? loe tuhan? loe malaikat pencabut nyawa? bilang sama gua loe itu siapa sampe gua harus takut sama loe?"
Kedua tangan Tanti terkepal kuat saking kuatnya dia nggak sadar kalau tangannya sudah berdarah akibat kukunya yang tajam dan panjang.
"Kenapa diem? ayo jawab gua, loe siapa?"tanya Andre menatap wanita itu berang.
Tanpa di duga semua orang yang ada di sana Tanti berjalan kearah Andre mencekik leher laki-laki itu kuat, Bayu, Dewi, Perita, Intan dan Joey menjerit tertahan.
Andre menoleh kearah pembatas dapur dan melihat sahabatnya yang berdiri menatap wanita itu ngeri, Andre mendesah kesal, jadi sedari tadi mereka melihat dan mendengar pertengkaran ini? ck, seharusnya dia sudah menduga hal ini, dia lupa kalau sahabat-sahabatnya itu orang yang gampang kepo.
"Loe fikir kalo loe cekek gua sampe mati gua akan takut sama loe?"tanya Andre tertahan masih menampilkan wajah merendahkan khas dirinya meski sekarang dia susah untuk menghirup udara.
Tanti semakin mengeratkan cekikannya, Andre menutup matanya berusaha tenang di saat keadaan seperti ini, bukan hal yang sulit baginya karena dia lulusan psikolog, dan sewaktu dia masih magang di salah satu rumah sakit di luar negeri dia juga pernah mengalami hal seperti ini, cuman bedanya orang yang ada di hadapannya sudah mengakui kalau dirinya gila, sedangkan sekarang, orang itu menyangkal kalau dirinya gila.
"Loe sa. lah uhuk bah. kan sam. pai gua ma. ti. pun. uhuk gua. nggak akan. per. nah ta. kut sa. ma loe nger. ti?"
Terbuat dari apa sebenernya Andre ini? kenapa dia masih bicara seperti itu di saat nyawanya hampir melayang? sedangkan orang yang ada di sana hanya bisa berdiri kaku, mereka masih shok dengan apa yang terjadi.
"Heh loe mau bunuh temen gua?"teriak Intan yang pertama kali sadar dari keterkejutannya dan keluar dari tempatnya bersembunyi.
Tanti hanya melirik Intan sekilas tak menggubris perkataan gadis itu, dengan geram Intan berjalan kearah Andre mencoba melepaskan cekikan wanita itu dari Andre yang mukanya sudah membiru pertanda kalau laki-laki itu sudah nggak bisa menghirup oksigen lagi.
"Lepasin Andre!!"kata Inta mencoba mendorong tubuh Tanti namun semua sia-sia, bukan Tanti yang terdorong malah Intan yang terdorong kebelakang membuat kepala gadis itu membentur dinding lumayan keras.
Dewi menutup mulutnya lebih rapat dan berjalan tergesa-gesa kearah Intan membantu cewek itu yang sedang memegangi kepalanya.
Andre terbatuk-batuk waktu cekikan Tanti terlepas, tubuhnya terduduk di lantai tak bertenaga, mungkin dia akan benar-benar mati jika saja Intan nggak cepat sadar dari keterkejutannya
Joey dan Bayu mengepalkan tangannya geram, kedua laki-laki itu berjalan kearah Tanti menahan tangan wanita itu saat Tanti ingin mencekik Andre lagi.
"Lepasin gua, atau loe semua bakalan mati di tangan gua?!"teriak Tanti menggema di telinga semua orang yang ada di dapur.
"Loe fikir kita takut sama ancaman sambel loe?"tanya Joey sinis dengan wajah datarnya.
Tanti Menggeram ngak suka mencoba melepaskan kedua tangannya yang di pegang Bayu dan Joey, sedangkan Andre masih terduduk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya yang tadi kian menepis, setelah paru-parunya kembali bisa berjalan Normal Andre berdiri dan menatap wanita itu sengit.
"Apa-apaan ini?!"teriak Bagas shok melihat pecahan vas yang tadi di atas meja makan kini tergeletak di lantai.
Andre menoleh kearah belakang menatap Bagas tak kalah shok, apalagi May yang sedang memegangi kepalanya berdiri di belakang laki-laki itu menatap semua orang yang ada di dapur penuh tanya, matanya beralih kearah Joey dan Bayu menatap kedua laki-laki itu bingung.
"Bagas tolongin aku."rengekan dengan nada manja yang sangat memuakkan memenuhi pendengaran May membuat gadis itu meradang jijik. "Bagas tolooong, Andre mau mulangin aku, dia bilang aku nggak ada gunanya di sini"sambung wanita itu, Andre menatap Tanti bengis penuh kebencian, Intan, Bayu, Prita, Joey dan Dewi menatap nggak percaya.
"Apa?"
"Dia bilang aku hanya nyusahin dan bikin mereka repot, padahalkan aku nggak ngapa-ngapain, karena aku nggak mau pulang Andre jadi banting Vas, untung nggak kena aku, coba kalau kena?"
"Bohong. Andre nggak mungkin kayak gitu, gua kenal siapa Andre, dia nggak akan pernah main tangan hanya karena hal seperti ini"kata May tegas menatap wanita sengit.
Bagas menolehkan kepalanya kearah May dan mendesah frustasi, kenapa gadis ini susah sekali untuk menuruti perkataanya?
"Bukannya gua udah bilang sama loe di kamar aja? kenapa kesini?"tanya Bagas geram.
May menolehkan kepalanya kearah Bagas dan menatap sinis laki-laki itu "Gua penasaran sama apa yang terjadi"
"Tapi loe lagi sakit Maaayyy!!!"
"Kenapa? gua ini yang sakit, kaki-kaki gua, badan-badan gua kenapa loe yang ribet?"tanya May sengit.
Bagas meraup wajahnya kasar, tangannya menarik pergelangan tangan May yang terasa sangat panas berniat untuk menarik gadis itu kearah kamar sebelum sebuah suara menghentikan niatannya.
"Bagas!!"panggilan di sertai rengekan manja yang sangat memuakkan kembali terdengar.
Bagas menolehkan kepalanya kearah Tanti dan melepaskan pergelangan May begitu saja, May menatap Bagas garang yang sedang berjalan kearah Joey dan Bayu lalu menarik lengan wanitas itu yang langsung terlepas begitu saja tanpa ada hambatan dan berjalan keluar dari dapur.
"Nggak akan ada bisa ngusir kamu kalau aku masih di sini."perkataan Bagas membuat May melongo. itu sama artinya cowok itu percaya sama apa yang di katakan wanita itu.
"Gua nggak nyangka loe lebih percaya sama cewek loe ketimbang adik loe sendiri Gas,"kata May menghentikan langkah Bagas dan menatap Tanti datar.
"Gua nggak bohong, ini buktinya, tangan gua berdarah karena Andre,"kata Tanti menyodorkan tangannya ke wajah May, May menatap tangan wanita itu seksama, keningnya berkerut mencoba melihat lebih teliti sebelum tangan Bagas menarik tangan wanita itu dan melihatnya. May berdecak kesal.
"Liat?? apa ada hal yang bikin gua buat nggak percaya sama dia? dia nggak mungkin bohong."kata Bagas mengelus telapak tangan wanita itu lembut.
May semakin berang, tangannya terkepal kuat, kenapa bisa ada laki-laki yang kayak dia? lebih percaya sang pacar ketimbang adik sendiri?.
"Tapi Andre nggak mungkin ngelakuin hal itu Bagas, loe sebagai kakaknya seharusnya lebih tau ketimbang gua yang hanya sebatas sahabatnya."
"Gua kasih tau sama loe ya May, Tanti orang yang baik, penurut dan nggak akan pernah bohong soal apapun, jadi jangan pernah loe bicara seolah-olah kalau Tanti pembohong."
"Tapi Andre nggak kayak gitu Gas, loe buta apa gim---"
"Loe terus ngebelain Andre karena dia ngelakuin hal ini untuk loe kan"
"Apa?"tanya May nggak percaya menatap Tanti heran.
"Loe dari tadi ngebelain Andre karena dia nyuruh gua pulang biar loe bisa deket-deket sama Bagas, dan sakit loe juga pura-pura."
"Apa?"entah kenapa hanya itu yang bisa di keluarkan May saat ini, dia benar-benar spechles, dia nggak tau harus ngomong apa, dia nggak mungkin nyuruh Andre buat ngusir nih cabe hanya karena alasan nggak bermutu itu, ya nggak bermutu karena May nggak cinta sama Bagas, jadi untuk apa dia ingin dekat-dekat sama Bagas?.
"Andre ngelakuin hal ini pasti di suruh sama loe kan? Andre nggak mungkin tiba-tiba marah sama gua. loe pasti dalang dari semua ini. ngaku loe"
"Apa?"lagi, hanya perkataan itu yang mampu keluar dari mulutnya "loe ngigo. buat apa gua nyuruh Andre ngelakuin hal itu? kalo gua ingin deket sama Bagas gua bisa ngelakuin itu sendiri tanpa perlu menyuruh orang lain, loe berniat fitnah gua kayak gini buat apa?"
"Fitnah? siapa yang mau fitnah loe? gua hanya bicara nyata, loe itu nggak jauh bedanya sama Cabe atau Jalang di luar yang ingin morotin harta laki-laki."
Tangan May terangkat keatas dengan sendirinya ingin menampar pipi penuh make up wanita di hadapannya sebelum tangan Bagas dengan cekatan mencekal pergelangan tangan May membuat tangan May mengambang di udara.
"Siapa yang nyuruh loe untuk nampar pipi Tanti? siapa??"tanya Bagas geram dan mengcengkram pergelangan tangan May.
May meringis menatap Bagas penuh luka, tak terasa setitik air mata jatuh di pipi gadis itu yang pucat.
"Cukup, loe keterlaluan Gas, loe lebih percaya sama dia ketimbang gua ataupun May itu terserah loe, terserah loe, tapi jangan pernah nyesel kedepennya kalo loe tau yang sebenernya."kata Andre melepaskan cekalan Bagas dari tangan May dan membawa gadis itu masuk kedalam pelukannya "mending loe pergi dari sini sebelum gua benar-benar ngelakuin apa yang di katain sama Tanti"sambung laki-laki itu tegas menatap Tanti bengis.
Tanti menarik tangan Bagas membawa laki-laki itu entah kemana sedangkan May menyenderkan kepalanya di dada Andre yang terasa semakin berat tapi gadis itu berusaha sekuat mungkin agar nggak tumbang.
Andre memapah tubuh May kearah dapur dan mendudukan gadis itu di salah stau kursi di sana, tangan May memijit pelipis yang terasa sangat panas di tangannya sendiri.
"Loe nggak papa kan May?"tanya Andre cemas dan duduk di sebelah gadis itu, begitu juga dengan sahabatnya yang lain
"Sebenernya apa yang terjadi Ndre? bukannya gua nggak percaya sama loe, gua percaya kalo loe nggak akan ngelakuin hal seperti itu cuman gua penasaran kenapa cewek gila itu bicara yang nggak-nggak?"tanya May tanpa menjawab pertanyaan Andre yang dia sendiri bingung mau jawab apa.
Andre menghela nafasnya panjang menatap May lekat-lekat yang di balas gadis itu dengan pandangan sayu.
"Ini nggak ada sangkut pautnya sama loe May,"kata Andre berkilah yang di jawab tatapan datar ala May, mau nggak mau Andre harus meneruti keinginannya May kalau gadis itu sudah menunjukan tatapan yang nggak bersahabat "cewek itu terobsesi sama abang gua May, gua tadi cuman nyuruh dia buat nyerah ngejar Bagas, tapi dia malah kek gitu"
"Terus kenapa loe nyuruh dia buat berhenti? kenapa nggak loe biarin aja?"tanya May nggak puas sama jawaban Andre, sedangkan Andre menatap sebal kearah May, mau sampai kapan gadis ini nggak peka sama perasaanya sendiri?.
"Loe tau May? dari dulu saat Bagas punya pacar Tanti pasti ikut campur dan menghasut Bagas biar putus sama ceweknya, entah apa yang di lakukan wanita gila itu, gua nggak tau yang jelas setelah Bagas mutusin ceweknya cewek itu pasti ngadu sama gua ngebujuk gua biar gua mau ngelurusin kesalah pahaman mereka yang berujung sia-sia, karena si Oon Bagas lebih percaya sama siluman ruba"
Pusing di kepala gadis itu makin bertambah hebat tapi dia masih berusaha untuk terliat baik-baik saja "Selalu?"
"Ya selalu, kalo usaha dia nggak berhasil bikin mereka putus cewek gila itu pasti ngancem ceweknya Bagas kalo mereka nggak putus-putus dia akan bunuh si cewek, awalnya gua nggak percaya kalau Tanti ngelakuin hal itu cuman pas setelah gua liat dengan mata kepala gua sendiri gua yakin kalo cewek itu gila, bahkan saking ter obsesinya sama Bagas semua foto Bagas ada di kamar cewek itu, dari kecil sampe besar, semua dindingnya full foto Bagas."
May mendesah frustasi, kenapa dia harus berurusan sama cewek gila kayak gitu? secara nggak langsung dia sudah mengebarkan bendera perang untuk wanita gila itu, karena dia adalah tunangan Bagas, ck, apa nggak bisa Bagas cari cewek yang kaleman dikit apa? singa betina misalnya.
"Saran gua mending loe jauh-jauh dari Bagas deh May, gua takut kalo loe kenapa-kenapa, orang dia aja berani cekek Andre di depan kita semua dan dorong Intan yang ingin nolong Andre sampe kepalanya ngebentur tembok, gua ngeri sama tuh mahluk satu May, loe kan selalu sendiri, kalo terjadi apa-apa sama loe gimana? kita-kita kan nggak bisa terus sama loe, loe tau jugakan betapa padatnya aktifitas kita?"kata Dewi menatap May penuh permohonan.
Andre berdecak dan menjitak kepala Dewi keras membuat Dewi mengaduh kesakitan.
"Heh oncom kok loe ngomongnya kayak gitu? jadi orang itu harus berfikiran potive thinking. jangan dengerin perkataan Dedew May."kata Andre nggak terima sama perkataan sahabatnya. May hanya meringis dan terus memjit kepalanya yang kian pening.
Cobaan apa alagi ini tuhan?? apa belum cukup permasalahan nikahnya? terus sekarang apa lagi? ingin sekali gadis ini jedotin kepalanya ke tembok saking sebelnya sama kehidupannya yang akhir-akhir ini selalu bertumpu ke Bagas, dan kalo ke Bagas pasti dia kena sial.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top